[Bangkok 6.6] AKIBAT DATANG KE GRAND PALACE KESIANGAN
Waktu sudah menunjukkan pukul 12.00 lebih saat aku dan Mas Hendra antre untuk berjalan menuju ke dalam Grand Palace. Melihat sudah panjangnya antrean ketika kami tadi akan masuk ke halaman Grand Palace untuk menuju loket penjualan tiket masuk, ditambah dengan sekarang kami masih perlu antre lagi, selain alasan tempat wisata ini yang katanya pengunjugnnya hampir tidak pernah sepi, penyebabnya bisa jadi karena kedatanganku dan Mas Hendra kemari untuk kali pertama ini memang sudah kesiangan. Meski begitu, aku tidak bisa menjamin apakah pengalaman masuk ke Grand Palace yang aku dapatkan sekarang juga berlaku di hari lain pada jam yang sama.
Setelah selesai giliran kami melewati pintu masuk, aku pikir akan timbul rasa bahagia karena akhirnya bisa menghirup udara segar, tetapi ternyata sama saja. Di dalam Grand Palace pun saat aku dan Mas Hendra hendak berkeliling, kami masih harus berdesak-desakan dengan para pengunjung lainnya. Terlepas dari kedatangan kami kemari pada waktu yang telah memasuki siang hari, yang menyebabkan seluruh pengunjung Grand Palace harus berdesak-desakan sepertinya karena terlalu minimnya lahan yang bisa digunakan untuk pengunjung berjalan, yang diakibatkan oleh cukup berdekatannya jarak antara 1 bangunan dengan bangunan lainnya.
Harus berdesakannya para pengunnjung Grand Palace membuat diriku dan Mas Hendra sempat terpisah. Kami yang dari ketika masih berada di Kuala Lumpur seluruh perjalanannya hampir selalu kami lalui bersama, yang kalaupun apabila aku atau Mas Hendra memiliki keinginan atau tujuan yang berbeda, seperti pergi ke toilet atau suatu tempat untuk melihat-lihat atau membeli sesuatu biasanya satu sama lain sudah saling tahu karena sudah izin terlebih dahulu, tentu tak menyangka jika sampai kelolosan mengalami kejadian terpisah.
Cerita bermula saat aku dan Mas Hendra sudah berjalan beberapa ratus meter dari pintu masuk. Melihat corak bangunan yang ada di dalam Grand Palace ini sangat khas, aku kemudian berinisiatif mengabadikan momennya menggunakan HP-nya Mas Hendra. Pada kondisi tersebut, aku merasa masih belum lengah, kefokusanku mengambil gambar bukan menjadikanku tidak mengacuhkan Mas Hendra. Aku masih terus memastikan bahwa posisi Mas Hendra tidak jauh dari posisiku berdiri.
Usai diriku mengabadikan momen dan memasukkan HP-nya Mas Hendra ke dalam tasku supaya nanti saat diperlukan lagi aku bisa langsung menggunakannya dengan segera, kami berdua kemudian kembali lanjut berjalan. Ada satu momen setelah aku menengok entah ke kanan atau kiri yang bahkan penyebabnya apa aku juga lupa, begitu aku membalikkan pandanganku ke depan, terlihat Mas Hendra posisinya sudah berjalan agak jauh meninggalkanku. Aku menduga bahwa sepertinya ia tidak sadar jika aku tak berada di sebelahnya. Tanpa berlama-lama, aku kemudian langsung mempercepat langkahku dan menyerobot para pengunjung Grand Palace lainnya untuk mengejar Mas Hendra. Aku cukup lega setelah akhirnya bisa menyusul Mas Hendra. Begitu aku mau menegor dia dengan terlebih dahulu menengokkan kepalaku ke arahnya, orang yang ketika aku lihat dari belakang tadi secara postur dan warna bajunya tampak sama, ternyata bukan Mas Hendra; aku salah orang. Pada posisi inilah aku terpisah dengan Mas Hendra.
Aku benar-benar tidak tahu posisi Mas Hendra ada di mana. Itu yang kemudian membuatku kebingungan untuk bagaimana dan ke mana mencari dia. Meski pikiranku kembali memberikan dugaan bahwa Mas Hendra bisa jadi masuk ke dalam bangunan atau kuil yang baru saja kami lewati, aku masih belum bisa yakin. Aku tak mau terlalu terburu-buru mengambil langkah ketimbang nanti terjadi hal seperti sebelumnya atau malah lebih parah.
Kondisiku ketika harus terpisah dengan Mas Hendra sungguh sudah sangat gopoh, emosiku sudah hampir berada di puncak-puncaknya. Bagaimana tidak, aku tak hanya harus berpikir keras mencari cara bagaimana supaya bisa menemukan Mas Hendra, tetapi juga mempertaruhkan raga pada cuaca di Bangkok siang hari ini yang panasnya menyengat luar biasa. Untung saja tiba-tiba aku teringat sebuah kutipan mengenai pengambilan keputusan yang kurang lebih isinya, yaitu jangan pernah mengambil keputusan saat sedang emosi. Meski agak berat karena tentu bertabrakan antara nafsu dengan kata hati, aku paksa diriku untuk menenangkan pikiran dan perasaanku terlebih dahulu. Yang aku lakukan adalah beranjak dari tempatku berdiri, berjalan sedikit menuju tempat yang agak teduh kemudian tipis-tipis menikmati suasana ramainya pengunjung di dalam tempat wisata Grand Palace.
Pada kondisi permasalahanku saat itu yang menurutku cukup genting, aku merasa masih agak kesulitan untuk meredam emosi. Akibatnya tentu suasana di dalam Grand Palace tidak bisa secara khusyuk aku nikmati. Ada benarnya apa yang dialami beberapa orang yang berada di lingkungan pertemananku bahwa apabila pikiran sedang kacau, gairah untuk melakukan apa-apa rasanya sudah tidak ada. Yang terus-menerus terbayang di dalam pikiranku kala menikmati suasana di dalam Grand Palace adalah rasa kekhawatiranku akan tidak cukup besar jalan atau kemungkinan dipertemukannya kembali diriku dengan Mas Hendra.
Tak berselang lama tiba-tiba ada petunjuk yang masuk ke dalam pikiranku. Aku seperti diminta untuk menghubungi Mas Hendra. Namun, logikaku kemudian langsung menyangkal karena aku menyadari bahwa sarana komunikasi yang ada pada kami berdua terbatas. Aaku dan Mas Hendra hanya bergantung pada satu koneksi internet yang ada pada salah satu HP-nya Mas Hendra - seperti yang pernah aku jelaskan pada part sebelum-sebelumnya – sedang posisi HP tersebut dari setelah aku gunakan untuk mengambil gambar tadi berada di dalam tasku. Aku merasa bahwa Hp yang dibawa Mas Hendra tidak akan mungkin bisa menerima panggilan atau pesan dariku.
Beberapa detik kemudian ketika tak ada satu pun solusi yang bisa keluar dari pikiranku, dengan perasaanku yang agak terpaksa dan masih belum yakin akhirnya mencoba mengirimkan pesan kepada Mas Hendra melalui WhatsApp untuk menanyakan posisi dia di mana. Dan memang benar dugaanku, status pesan yang aku kirim ternyata centang satu, menunjukkan bahwa tidak adanya koneksi internet yang tersambung pada HP-nya Mas Hendra. Meski ada satu kemungkinan lainnya adalah bisa jadi HP dia dalam kondisi mati, tak terbesit sedikit pun dalam pikiranku akan hal itu. Alasan pertamaku karena daya baterai HP-nya Mas Hendra masih terhitung normal dan cenderung awet, kemudian Grand Palace yang sedang kami kunjungi sekarang ini merupakan destinasi pertama ditambah dengan titik keberangkatan kami tadi dari hotel; jadi sebelumnya aku dan Mas Hendra masih sempat mengisi daya baterai HP.
Usahaku mengontak Mas Hendra memang tidak membuahkan apa-apa, tetapi pada selang waktu yang belum begitu lama, apa yang sudah aku lakukan itu justru mendatangkan petunjuk baru. Aku yang sebelumnya menganggap usahaku sia-sia dan malah membuatku semakin merasa cemas karena jalan yang menurutku masih paling memungkinkan saja tak memperlihatkan ada secercah harapan, ketika aku sudah tidak tahu lagi harus mencari ke mana atau berbuat apa, memantau status pesan yang aku kirim ke Mas Hendra menjadi aktivitas baruku. Sembari aku menunggu sampai minimal status pesannya berubah menjadi centang dua, yang artinya pesan yang dikirim sudah sampai ke penerima, dalam hatiku berharap bahwa semoga dari petunjuk ini kudapatkan titik terang.
Sungguh aku bersyukur setelah beberapa menit kemudian ketika aku ambil HP-ku dari tas - karena tidak aku pegang terus HP-nya, khawatir lengah hingga terjadi hal yang tidak aku inginnkan - lalu aku pencet tombol powernya, aku lihat ada notifikasi dari WhatsApp bahwa Mas Hendra telah membalas pesanku. Begitu aku buka untuk membaca pesan balasan darinya, isi pesan tersebut adalah Mas Hendra memberitahukan posisinya dia sekarang ada di mana. Namun, tidak terlalu pahamnya diriku akan tempat ini membuatku memutuskan untuk langsung menghubungi Mas Hendra, aku coba meneleponnya melalui WhatsApp juga.
Jalan tak selalu mulus, panggilanku sempat 2-3x tidak mendapatkan jawaban dari Mas Hendra. Penyebab dia tidak menjawab panggilanku menurutku bisa jadi ketika ia kebetulan tidak sedang memantau HP karena aku menyadari bahwa ada selisih waktu antara pesan balasan dari Mas Hendra masuk ke dalam HP-ku dengan pada saat aku membaca isi pesannya. Tapi akhirnya pada selang waktu yang belum lama kudapatkan panggilan balik dari Mas Hendra.
Dan bukannya dari obrolan yang berlangsung dalam telepon itu kami bisa mendapatkan penyelesaian, aku dan Mas Hendra tetap saja bergelut pada seputar posisiku di mana dan dia berada di mana karena kami sama-sama tidak ada yang paham bagian-bagian yang ada di dalam Grand Palace. Aku kemudian meminta izin Mas Hendra untuk aku mematikan teleponnya. Yang aku lakukan setelahnya adalah memfoto sekitar areaku untuk kukirimkan gambarnya pada Mas Hendra melalui pesan WhatsApp, yang siapa tahu dia sempat melihat area yang ada di gambar yang aku kirim sehingga bisa langsung berjalan menuju ke tempatku. Kenyataannya Mas Hendra justru tak sama sekali tahu keberadaan posisiku. Tapi aku tak mempermasalahkannya, setidaknya kami sudah bisa saling berkomunikasi saja aku meras lega.
Dengan adanya koneksi internet yang tersambung pada HP-nya Mas Hendra, aku cukup yakin bahwa posisi Mas Hendra sepertinya tidak jauh dari posisiku berada. Menurutku, kecil kemungkinannya ia bisa mendapatkan koneksi internet dari jaringan lainnya. Apabila aku ditanya alasannya kenapa, rasanya akan terlalu kompleks penjabaranku. Tapi secara singkatnya adalah bahwa pada kondisi yang tidak sedang santai begini, Mas Hendra aku rasa mana sempat terpikir untuk mencoba satu per satu jaringan internet yang tersedia di HP-nya dengan harapan salah satunya ada yang dapat tersambung tanpa kata sandi.
Hasil pemikiranku yang tak mendapatkan penolakan dari diriku dan malah memunculkan rasa yakin tersebut ternyata mendatangkan petunjuk baru. Setelah obrolan dalam panggilan yang tadi sudah aku dan Mas Hendra lakukan tidak mengubah keadaan, kemudian obrolan dilanjutkan melalui pesan juga ternyata sama saja, aku tiba-tiba terpikir untuk melakukan panggilan video kepada Mas Hendra. Hal itu yang aku anggap sebagai petunjuk baru.
Agar lebih mudah mempertemukan kembali dua orang yang tiba-tiba terpisah saat sedang pergi bersama ke sebuah tempat yang baru dikunjungi seperti pada kasus kami sekarang ini, ternyata perlu ada strategi. Pelajaran ini aku dapatkan secara tidak sengaja ketika aku melakukan panggilan video kepada Mas Hendra dengan kondisi koneksi internet yang terhubung pada HP kami sumbernya sama. Jika aku dan Mas Hendra saling mencari satu sama lain, khawatirku yang terjadi justru jarak posisi di antara kami malah menjauh lalu terputus lagi koneksi internet pada HP yang dibawa Mas Hendra dan aku jadi kembali tak bisa menghubunginya. Strategi yang aku jalankan begitu Mas Hendra menjawab panggilan video dariku ialah meminta dia berjalan mengikuti arahanku.
Strategi yang kami lakukan ternyata cukup bekerja, dengan dibantu diberikan-Nya kemudahan padaku akan tingginya tingkat keakuratan perkiraan arahan yang kuberikan pada Mas Hendra dan tidak adanya penolakan yang dilakukan olehnya tak sekedar menjadikan kami akhirnya dapat berkumpul kembali, obrolan kami dalam video juga tidak sampai berlangsung lama karena Mas Hendra bisa menuju ke tempatku dengan segera. Perasaanku ketika akhirnya bisa dipertemukan kembali dengan Mas hendra tentu sangat senang dan lega meski tak ada peluk hangat atau isak tangis haru yang dilakukan oleh kami berdua. Aku pada hal yang semacam ini merasa tidak bisa ekspresif orangnya, begitu pun sepertinya dengan Mas Hendra.
Drama terpisah di dalam Grand Palace yang baru saja kami alami memang sudah usai, tetapi tidak dengan rasa penasaranku mengenai posisi Mas Hendra sebelum dan pada saat terpisah. Awalan percakapan yang terucap dari mulutku kala kami sudah dipertemukan kembali adalah menanyakan posisi dia tadi ada di mana. Jawaban dari dia agak mengagetkanku, Mas Hendra mengatakan bahwa ia ternyata justru mencariku. Lebih lanjut Mas Hendra menjelaskan bahwa pada saat tadi aku berjalan agak cepat untuk mengejar seseorang yang aku kira adalah Mas Hendra, ia mengaku bahwa posisinya pada saat itu berada di belakangku. Namun, ketika ia coba menyusulku, langkahku yang selisihnya sudah lumayan jauh ditambah padatnya pengunjung di area itu menyebabkannya tak mampu mengejarku hingga akhirnya kehilangan jejakku. Dan karena ia kemudian bingung harus berbuat apa, yang hanya bisa dilakukannya adalah berjalan mengelilingi area tempat sebelum kami terpisah sembari berharap aku masih berada tidak jauh dari sana.
Ada beberapa pelajaran yang bisa kudapatkan dari penjelasan sederhana yang diberikan Mas Hendra. Pada poin posisi Mas Hendra yang ternyata berada di belakangku ketika aku mengejar seseorang yang aku kira adalah dirinya, dari situ aku jadi tahu bahwa kesalahan ada padaku. Tanpa ada pembelaan yang aku lakukan, aku memilih untuk introspeksi diri. Sebab sekalipun aku mengelak, terima tidak terima, sengaja atau tidak disengaja, kelengahanku menjadi bagian dari penyebab kami menjadi terpisah. Kemudian pada penjelasan Mas Hendra bahwa ia hanya mencariku di sekitar area tempat sebelum kami terpisah dan tak ke mana-mana, aku jadi merasa bersyukur karena kejadian yang menimpa kami takarannya masih berada dalam jangkauan kami, aku tidak bisa membayangkan nasib kami akan bagaimana apabila Mas Hendra sudah berjalan jauh entah ke mana. Lebih dari itu, keterpisahanaku dengan Mas Hendra juga memberikan pelajaran berupa pengalaman dan cerita tersendiri pada saat mengunjungi Grand Palace yang sepertinya tidak akan pernah aku lupa, termasuk ketika nantinya aku diberikan kesempatan untuk datang lagi kemari.
Setelah kejadian yang baru selesai kami hadapi ditambah panasnya cuaca di sini sekarang ini yang makin menjadi-jadi, juga pengunjung di dalam Grand Palace yang kelihatannya makin bertambah, yang aku rasakan adalah adanya perubahan pada suasana hati. Aku yang sebelumnya cukup bersemangat untuk mengeksplorasi apa yang ada di dalam Grand Palace kini sudah tidak lagi ada selera. Pikiranku yang sudah lumayan aku forsir untuk mencari jalan penyelesaian masalah sepertinya berpengaruh juga pada tenaga sehingga meski Grand Palace ini merupakan destinasi pertama, lelah pada tubuhku mulai terasa. Namun, terlanjur lumayan banyaknya bath yang sudah kami keluarkan tadi demi bisa masuk kemari tentu menimbulkan pandangan dalam diriku untuk tidak mau rugi hehe. Akhirnya aku ajak Mas Hendra untuk kembali lanjut berkeliling.
Hampir serupa dengan labirin, rute di dalam Grand Palace ini berliku-liku. Penyebabnya yang menurutku masih ada kaitannnya dengan banyaknya bangunan yang ada di dalam sini ialah penataan antara satu bangunan dengan bangunan lainnya acak. Tempat mirip-mirip yang bisa aku gunakan untuk menggambarkan bagian dalam Grand Palace adalah taman hiburan, perbedaannya terletak pada karakteristik tiap bangunannya saja. Seberliku-likunya rute yang ada di dalam taman hiburan, pengunjung dimudahkan dengan sudah adanya gambaran tujuan yang ada di kepala mereka. Contoh jika seorang pengunjung ingin merasakan atau mengetahui seberapa seram dan hantu apa saja yang ada di dalam rumah hantu, ia tinggal langsung berjalan menuju wahana terkait. Termasuk ketika seorang pengunjung ingin merasakan naik mobil yang bisa ditabrakkan ke mobil lain atau kereta dengan kecepatan lumayan tinggi yang jalurnya tidak hanya datar tapi juga naik, kemudian turun menukik, berkelok, dan yang paling ekstrem adalah berputar 360 derajat, pengunjung tinggal berjalan menuju wahana permainan yang diinginkannya. Bisa jadi, tiap-tiap bangunan yang ada di dalam Grand Palace ini memiliki nama, karakteristik, maksud, juga fungsi yang berbeda, hanya saja karena sedikit referensi yang aku tahu mengenai tempat ini sehingga aku kurang mengerti. Karena ketidaktahuan kami tersebut, kami jadi tidak punya tujuan yang jelas mau menuju ke mana. Aku dan Mas Hendra kemudian hanya berjalan mengikuti ke mana para pengunjung lainnya pergi hehe.
Baru juga aku dan Mas Hendra berjalan beberapa meter, kami berdua kemudian menghentikan langkah. Pada semacam sebuah pagar yang ada di depan salah satu bangunan atau kuil, aku dan Mas Hendra menaruh pantat dan menyandarkan punggung kami di sana, sungguh rasanya seperti berada di surga. Meski waktu terus berjalan sedang agenda kami di hari pertama ini masih cukup padat, tak terpikir padaku untuk buru-buru menyelesaikan eksplorasi kami di Grand Palace supaya bisa segera berpindah ke destinasi lainnya. Bukannya kami masih terlalu nyaman berada di tempat ini, hanya rasa lelah yang ada pada diri kami perlu sejenak kami pulihkan.
Suatu momen ketika aku dan Mas Hendra masih tengah duduk-duduk, ada dua orang wanita yang tampaknya adalah pengunjung dari Korea tiba-tiba berjalan menuju ke arah kami. Belum juga aku tahu apa tujuan mereka, hatiku sudah lebih dulu kegirangan. Namun, diriku sepertinya perlu cuci muka supaya terbangun dari khayalan. Dua orang wanita tersebut yang aku kira menuju kemari karena mau berkenalan denganku dan Mas Hendra ternyata hanya mau menumpang berfoto. Karena mereka tidak sedang ada urusan dengan kami, jelas mana mungkin mereka ajak kami untuk foto bersama. Aku juga sudah sadar diri siapa aku hingga mereka mau berfoto denganku hoho. Tapi itu tidak menjadi masalah, setidaknya aktivitas yang sedang mereka lakukan buatku secara tidak langsung memberikan sebuah informasi. Tanpa perlu repot-repot aku dan Mas Hendra mencari spot mana yang bagus untuk kami gunakan berfoto, kini sudah kudapatkan jawabannnya, yang ternyata di area sekitar kami berada sekarang ini juga bisa.
Begitu dua orang wanita tersebut beranjak pergi yang berarti area yang mereka gunkan untuk berfoto kini sudah lowong, aku meminta tolong Mas Hendra untuk memfotokanku. Dengan menjadikan bangunan yang berada di balik pagar sebagai latar belakang pengambilan gambar seperti yang dilakukan 2 orang wanita tadi, hasilnya ialah aku justru yang menjadikan jelek hasil gambarnya hehe. Ketika aku amati, padahal rasanya 2 orang wanita tadi seperti tak mengeluarkan upaya yang cukup besar pada saat berfoto. Sedang aku, beberapa pose sudah aku coba ternyata hasilnya tidak ada beda, tetap saja kontras dengan latar belakangnya. Entahlah, mungkin saja karena mereka tertolong oleh paras dan ekspresi yang menggemaskan.
Selesai diriku berfoto, kini berganti aku yang memfoto Mas Hendra. Berbeda denganku tadi yang mencoba berbagai pose untuk menutupi ekspresi mukaku yang biasa saja, Mas Hendra justru bingung kudu berpose bagaimana. Dan karena akhirnya Mas Hendra mentok, keluarlah kemudian pose andalannya, mengulurkan sedikit tangannya ke depan lalu menyilangkan ibu jari dan telunjuk membentuk simbol hati atau yang sekarang lebih populer dengan sebutan pose Saranghae.
Belum lama setelah aku dan Mas Hendra puas berfoto, kami lanjut berjalan lagi. Belum lama juga atau jauh kami berjalan yang bahkan sejauh 50 meter saja rasanya belum ada, kami kembali menghentikan langkah. Untuk penghentian langkah kami yang sekarang ini tidak lagi ada kaitannya dengan pagar, juga bukan gara-gara kami masih lelah. Aku dan Mas Hendra ingin berhenti saja secara tiba-tiba. Dari posisi sebelumnya, kami hanya berjalan maju beberapa langkah. Posisi tepat kami kini adalah di luar halaman sebuah bangunan besar entah kuil atau istana raja, di mana untuk masuk ke dalam halamannya pengunjung perlu menaiki beberapa anak tangga yang lumayan lebar. Di posisi kami yang sekarang aku lebih bisa memberikan gambaran yang spesifik karena patokannya yang menurutku lebih mudah untuk aku menjelaskannya. Meski begitu, pagar tempat kami beristirahat sejenak tadi masih ada kaitannya dengan bangunan besar yang ada di depan kami sekarang ini, pagar tersebut merupakan pembatas halaman bangunan atau kuilnya. Jadi bangunan inilah yang kami jadikan latar belakang ketika berfoto tadi, hanya saja karena dari samping sehingga terhalang oleh pagar yang agak tinggi.
Melihat tampilan depan bangunan yang ada di depan kami ini sangat estetik, Mas Hendra terpikir untuk menjadikannya sebagai latar belakang foto. Begitu Mas Hendra meminta tolong padaku untuk memfotokan, ia kemudian berjalan menuju salah satu anak tangga untuk berdiri dan berpose di sana. Tak hanya Mas Hendra, banyak pengunjung lainnya yang juga memanfaatkan bangunan yang khas akan Thailandnya tersebut untuk berfoto juga. Setelah Mas Hendra puas dengan beberapa hasil foto sesuai dengan yang diinginkannya, ia sempat menawariku untuk ganti memfotokanku. Namun, sudah tidak adanya hasrat dalam diriku membuatku menolak tawaran dari Mas Hendra. Aku tak kehilangan akal, supaya ada kenangan yang bisa aku bawa pulang, aku foto saja lansekapnya. Apabila ada teman atau siapa yang meminta bukti untuk menunjukkan bahwaa apakah benar aku sudah pernah ke Grand Palace, tinggal kutunjukkan saja dokumentasiku saat foto di pagar tadi. Sekalipun yang ada di dalam albumku isinya adalah foto lansekap semua tanpa ada aku di dalamnya kemudian teman atau siapa tidak percaya jika itu aku langsung yang mengambil gambarnya, itu tidak masalah karena rasa kepuasannya ada pada diriku bukan mereka.
Sudah agak lama kami berada di sini dan kini aku mulai merasa bosan. Tapi waktu bukanlah yang menjadi penyebab satu-satunya, aku rasa ada faktor-faktor lain yang menyebabkanku mulai merasa bosan. Sayangnya aku tidak bisa menjelaskan apa saja faktornya karena sifatnya yang samar. Termasuk salah satunya kondisi bisa jadi turut mempengaruhi. Sebab jika berbicara mengenai waktu, aku dan mungkin beberapa orang bisa saja betah berlama-lama di suatu tempat.
Ketika rasa bosan mulai muncul pada diri seseorang, akibatnya adalah mereka biasanya ingin atau akan menyudahi suatu hal yang berkaitan dengan kebosanan tersebut, bisa dalam jangka waktu tertentu atau selamanya. Sama halnya ketika aku mulai merasa bosan berada di dalam Grand Palace, sempat terpikir olehku untuk menyudahi eksplorasi. Namun, aku tentu tidak bisa tiba-tiba pergi meninggalkan Grand Palace dan tidak memedulikan Mas Hendra. Mengingat ini merupakan perjalanan bersama, aku perlu menanyakan kepada Mas Hendra apakah dia masih ingin menikmati suasana di dalam Grand Palace atau juga merasa sudah cukup. Ketika bertanya, aku sembari bersiap menahan diri supaya apabila Mas Hendra merasa belum puas berada di sini, dari dalam diriku tidak sampai muncul rasa emosi. Dan karena Mas Hendra ternyata juga sudah tidak ada keinginan untuk lanjut berkeliling di sini, kami akhirnya memutuskan untuk beranjak pergi.
Dalam perjalanan kami menuju pintu keluar Grand Palace, tak sedikit pun terlintas di pikiranku keraguan akan area-area di dalam Grand Palace yang sudah kami injak tanahnya apakah sudah sebagian besar isi dari keseluruhan atau justru baru ujungnya. Termasuk juga tidak sedikit pun terlintas padaku rasa sayang akan uang yang sudah kami keluarkan yang beberapa waktu tadi ketika aku lelah setelah dihadapkan pada kejadian terpisah dengan Mas Hendra masih aku pertimbangkan. Jadi ketika berjalan, aku dan Mas Hendra hanya fokus mengikuti petunjuk arah yang bisa mebawa kami keluar dari Grand Palace sembari kadang mengobrol ringan-ringan.
Dari kami mulai berjalan setelah memutuskan untuk pergi dari Grand Palace hingga akhirnya kini kami telah melewati pintu keluar, tidak sama sekali kami alami kebingungan atau kesulitan. Ini menunjukkan bahwa petunjuk arah yang ada cukup membantu. Tidak hanya dimudahkan dengan disediakannya petunjuk arah, aku, Mas Hendra, juga para pengunjung Grand Palace lainnya dalam perjalanan menuju pintu keluar dimudahkan dengan tidak adanya pasar oleh-oleh yang harus dilewati terlebih dahulu seperti di tempat-tempat wisata lain pada umumnya. Mengingat bahwa pasar oleh-oleh yang ada di area sebelum pintu keluar tempat wisata biasanya lapak jualannya lumayan mengular ditambah belum lagi ruang untuk berjalannya para pengunjung tempat wsiata di area pasar tersebut agak sempit hingga kadang sampai harus permisi pada orang yang kebetulan berhenti di salah satu penjual karena ketidasadaran posisi berdiri dia menutupi jalan, tidak adanya pasar oleh-oleh yang berada di area sebelum pintu keluar Grand Palace mempersingkat waktu kami untuk bisa sampai ke pintu keluar.
Ketika aku dan Mas Hendra masih harus berjalan menuju pagar depan usai melewati pintu keluar untuk bisa dikatakan benar-benar keluar dari Area Grand Palace, ada pemandangan berbeda yang aku lihat di area yang aku sebut dengan area halaman belakang ini karena ketidaktahuanku mengenai nama atau sebutan areanya. Bangunan-bangunan yang terlihat di sini arsitekturnya justru kebarat-kebaratan, termasuk juga dengan desain taman-taman yang ada di sekelilingnya. Pemandangan ini jelas sangat kontras dengan area dalam Grand Palace. Orang yang berfoto atau mengambil gambar area ini kemudian ditunjukkan hasil foto tersebut pada teman, keluarga, atau saudaranya, atau ketika diunggahnya hasil foto tersebut ke sosial media dengan tanpa menambahkan nama tempat pada keterangan lokasinya, aku rasa akan banyak sekali orang yang salah dalam mengira tempatnya dengan mengatakan bahwa sepertinya ini bukan di Asia hehe. Sayangnya karena suasana hati kami sudah tak bergairah karena sudah agak lelah akibat beberapa waktu beradu dengan panasnya terik matahari, kami jadi tidak menyempatkan sebentar untuk berfoto atau mengambil gambar di sini. Dengan hanya menolehkan pandanganku ke arah kanan karena di sebelah sanalah pemandangan yang dominan, aku dan Mas hendra tetap terus berjalan.
Beberapa meter sebelum kami sampai di pagar depan Grand Palace, di sebelah kiriku terlihat banyak sekali para pengunjung yang mengistirahatkan diri sejenak dengan duduk di kursi-kursi yang telah disediakan oleh pihak pengelola. Para pengunjung yang beristirahat tersebut dipastikan tak akan terganggu oleh panasnya cuaca karena kursi-kursi tersebut diletakkan di bawah tenda. Tak sekedar kursi dan tenda, mereka bahkan hingga menyiapkan kipas besar berdiri yang diselipi slang kecil. Adanya slang kecil diselipkan di depan rumah baling-baling kipas tersebut untuk menyemburkan air yang selanjutnya oleh baling-baling kipas itu disebar semburan airnya sehingga udara yang ada di sekitar area yang dapat terjangkau oleh kipas tersebut terasa sejuk. Pihak pengelola Grand Palace tampaknya memang sudah mengantisipasi ekstrimnya cuaca yang terjadi di kota Bangkok dengan menyediakan fasilitas tambahan untuk para pengunjung.
Adanya kipas dengan inovasi begitu yang sebelumnya aku tidak pernah tahu atau memang kurangnya aku dalam mengikuti perkembangan teknologi membuatku merasa heran tapi sekaligus menganggapnya kesempatan. Pada kondisiku yang sudah lumayan lelah dan sangat gerah, terpikir olehku menjadikan kipas itu untuk menyegarkan diriku. Sebelum kemudian aku melakukannya, aku perlu terlebih dahulu meminta izin pada Mas Hendra bahwa apakah ia sedang tidak terburu-buru atau ingin segera menuju destinasi yang baru. Dan karena Mas Hendra ternyata ingin beristirahat sebentar juga, maka cerita akan kami sambung lagi nanti di part selanjutya. Ditunggu saja!
Bersambung …
*Di bawah ini adalah dokumentasi perjalanannya:
![]() |
Ada benarnya juga kalau emas posisinya diletakkan di atas karena kalau di bawah namanya adik. - Grand Palace |
![]() |
"Barang siapa yang pergi ke suatu tempat wisata pada akhir pekan kemudian kondisi di temmpatnya ramai, bisa dipastikan kalau hari di kalender HP-nya bukan Selasa." - Grand Palace |
![]() |
Apa memang sudah nalurinya seorang cowok, kalau suka mojok? - Grand Palace |
![]() |
Aku: "Aku sudah nyampe depan ini bro, di seberang jalan. Mau masuk sungkan soalnya di depan banyak orang." - Grand Palace |
.
Instagram: @umarilahjalan
#umarilahjalan ~
Komentar
Posting Komentar