[Bangkok 6.2] KURSI TUNGGU SUVARNABHUMI MENJADI SAKSI
Pada posisi sekarang yang sedang agak bingung ini, kami sempat terdiam dengan hanya berdiri di tempat. Mau masuk tetapi ragu jika kartu imigrasinya akan dicek terlebih dahulu, mau mengisi juga di sini tidak terlihat ada meja. Karena dua wanita yang sepertinya memang bertugas menyambut dan berjaga di area pintu tersebut terlihat meminta kami segera masuk, dengan terpaksa akhirnya kami menggunakan tembok sebagai alas menulisnya. Untuk pulpennya sengaja aku sudah siapkan dari rumah memang untuk berjaga-jaga, tetapi tetap saja rasanya tidak bisa tenang dan lega ditambah dengan para calon penumpang yang sedang menunggu di dalam Gate matanya seperti tertuju pada kami berdua karena sudah memang begitu pengaturan susunan kursinya. Baru mau mulai mengisi, ternyata ada penumpang lagi yang juga akan masuk ke dalam bandara. Aku kurang mengerti apakah kartu imigrasinya sudah mereka isi tetapi keberadaan mereka membuatku memberanikan diri baris di belakangnya untuk ikut antri, dan karena kami (Aku lebih tepatnya) juga sudah tidak betah berada di sini berlama-lama. Setelah penumpang sebelumnya sudah berjalan masuk ke dalam bandara, kini tiba giliran kami berdua. Paspor masing-masing kami dimintatunjukkan untuk dilakukan pemeriksaan. Meski juga dilakukan hal yang sama pada penumpang sebelumnya, tetap saja perasaanku agak sedikit cemas hingga terbesit dalam hati "Bagaimana jika kemudian paspor kami berdua ditahan karena gerak-gerik kami yang dianggap mencurigakan." Dengan sepertinya hanya mengecek pada bagian data diri dan tanpa menanyakan atau mengatakan sesuatu, paspor kami kemudian dikembalikan (Mengartikan bahwa kami diperkenankan masuk). Cukup lega pada akhirnya tidak terjadi apa-apa, dan tampaknya memang aku saja yang terlalu berlebihan dalam berprasangka.
Begitu kami berdua kemudian mulai berjalan masuk ke dalam Bandara, rasanya seperti tidak menyangka bahwa aku dapat kembali menginjakkan kaki di sini. Ornamen-ornamen khas yang terpasang di atas jalan yang kami lewati mengisyaratkan kepada para pendatang termasuk kami akan sambutan Selamat Datang di Bangkok. Sambutan kedatangan ini sebelumnya juga sudah kami dapatkan dari pramugari melalui pengeras suara setelah pesawat selesai melakukan pendaratan, tetapi memang suasana Bangkok atau Thailandnya lebih terasa begitu sudah berada di dalam bandara. Begitupun dengan teman-teman yang mungkin sedang merasa sedih tetapi berusaha untuk menutupi, pada akhirnya orang-orang di sekitar biasanya tetap bisa mengetahui karena pemberontakan oleh hati yang kemudian mengakibatkan perubahan suasana dalam diri. Setelah beberapa ratus meter kami berjalan, terlihat sebuah papan yang menunjukkan arah beberapa lokasi di mana salah satunya adalah yang kami cari yaitu area imigrasi yang mana diarahkanlah kami untuk berjalan ke arah kiri. Karena aku pikir sepertinya masih akan berjalan beberapa puluh meter lagi, dengan posisi kartu imigrasi yang belum juga diisi kami langsung berjalan sesuai dengan arahan yang diberikan oleh papan informasi. Begitu sudah berjalan belok, ternyata dihadapan kami sudah antrian menuju imigrasi. Dengan segera aku kemudian mengajak Mas Hendra berbalik arah mencari tempat untuk mengisi kartunya. Karena cukup susah untuk mencari alas ataupun meja di sekitar sini, sebuah stand kecil yang entah karena sudah malam sehingga tidak beroperasi atau memang sudah tidak digunakan yang kemudian kami manfaatkan. Dengan posisinya yang agak jauh dari area imigrasi di mana kami perlu berjalan beberapa meter ke arah kiri, aku jadi merasa sedikit agak tenang karena di sini cukup sepi.
Tidak semua negara memberlakukan pengisian kartu imigrasi, contohnya Kuala Lumpur yang beberapa hari lalu telah kami kunjungi. Aku kurang begitu mengerti alasan mengenai tidak atau diberlakukannya pengisian kartu imigrasi, tetapi sejauh yang aku tahu beberapa negara yang menerapkannya yaitu Thailand yang sedang kami singgahi sekarang ini, kemudian di negaraku sendiri Indonesia, dan satu lagi Singapore. Iya benar baru 3 karena memang belum banyak negara yang aku kunjungi, dan apabila ada yang mau ajak pergi tentu akan langsung aku iyakan dengan senang hati hoho. Meski sudah tak berada pada keramaian bukan berarti rasa gopoh dalam diriku tidak lagi ada, entah apakah ini sudah jadi bawaan atau karena berada pada tempat yang mungkin tidak begitu baru tetapi belum begitu paham dengan medannya atau malah justru dua-duanya yang menjadi penyebabnya? Entahlah. Rasanya kegopohanku kali ini tidak biasa, hingga menyebabkanku salah dalam mengisi salah satu kolom pada kartu imigrasi yaitu pada bagian Length of Stay atau berada di sini untuk berapa lama. Kesalahanku pada bagian itu adalah jumlah harinya yang lebih 1. Aku sebetulnya menyadari hanya selang beberapa detik yang bahkan sebelum kami berjalan menuju imigrasi, tetapi kemudian karena ketidakmauanku meninggalkan coretan pada kartu imigrasi yang menurutku malah dapat memancing permasalahan baru sehingga tetap kubiarkan begitu. Dengan menyalin jawaban atas pertanyaan di luar seputar data diri dan tanpa meneliti kembali, membuat Mas Hendra menjadi tidak tahu mengenai kesalahanku. Untuk kemudian tetap memilih lanjut dengan jawaban yang sudah ada aku tak hanya sekedar modal nekat, berkas-berkas seperti bukti pemesanan hotel selama di sini dan tiket pesawat untuk pergi sudah kusiapkan dengan rapi sebagai penguat bahwa kami hanya sekedar singgah di sini bukannya kemudian tak kembali. Tetapi tetap saja, aku tidak membenarkan atas apa yang sedang aku lakukan meski menguatkan dengan beragam alasan. Ini murni sebuah kesalahan atas ketelodoran yang semoga dapat menjadi pembelajaran.
Aku merasa bahwa rasa salahku menjadi bertambah setelah tidak memberitahu Mas Hendra, karena pertimbangan 2 kemungkinan yang menurutku akan terjadi jika aku memberitahunya. Kemungkinan yang pertama adalah dapat menimbulkan terjadinya selisih pendapat yang aku rasa sekarang bukan pada posisi yang tepat, dimana tentu akan memperlama waktu kami berada di area ini yang dapat berbuntut pada memperpendek lamanya jam istirahat karena waktu yang sudah memasuki dini hari. Kemungkinan kedua yang tampaknya akan terjadi masih berkaitan dan sepertinya menjadi ujung dari kemungkinan yang pertama, yaitu meminta formulir atau kertas yang baru. Selain ketidaktahuanku mengenai posisi di mana kami bisa meminta ganti, sebetulnya aku sudah tak ada daya dan upaya untuk mengisi formulir lagi hehe. Begitu aku dan Mas Hendra sudah berjalan hingga mau memasuki antrian, tampak di sebelah kiri ternyata banyak sekali yang sedang mengisi kertas imigrasi. Sembari membatin "Daripada jauh-jauh tahu gitu tadi nulisnya di sini." juga terbesit hikmah "Ada untungnya juga nulis di sana. Selain gak perlu nunggu giliran, juga gak sampai yang berebutan tempat." Yang menyebabkan banyak orang lebih memilih mengisi kartu imigrasinya di sini selain disediakannya alat tulis adalah karena terdapatnya petunjuk atau panduan cara pengisian untuk membantu yang bingung atau kesulitan, dan apalagi tersedia dalam beberapa bahasa.
Dengan posisi saat ini yang menujukkan waktu dini hari, ternyata masih cukup padat suasana di antrian imigrasi. Hingga entah Duta Bandara atau memang pegawai muda yang bertugas berjaga dan menyambut di sekitar masuknya antrian imigrasi turun tangan membantu mengarahkan para pengunjung berjalan ke barisan yang antriannya mulai terlihat sepi. Aku kurang mengerti mengenai apakah mungkin disebabkan masih padatnya antrian ataukah memang setiap harinya berjalan demikian, begitu aku dan Mas Hendra tiba giliran menghadap petugas imigrasi untuk menyerahkan paspor masing-masing kami, tak ada satu pun pertanyaan yang terlontar bahkan sesederhana menanyakan menginap berapa hari. Setelah aku pikir-pikir, pemberlakuan pengisian kartu imigrasi juga sudah mewakili beberapa informasi mengenai tujuan dan lama waktu kunjungan yang itu kemudian membuat petugas rasanya tidak perlu lagi menanyakan. Bersyukur juga aku sebetulnya dengan dilancarkannya kami saat berada di area imigrasi, selain tidak begitu terkurasnya tenaga terutama pikiran kami mengingat bagaimana tegangnya suasana tiap kali berada di area ini akhirnya kami juga dapat segera beristirahat. Namun bukannya langsung bisa mencari tempat untuk menaruh badan, kami masih ada tanggungan yang perlu diselesaikan. Beberapa barang bawaan yang sebelum berangkat tadi kami masukkan ke dalam bagasi, terlebih dahulu akan kami ambil kembali. Meski rasa khawatir itu tak seharusnya ada, tidak sedikitnya drama yang terjadi pada area pengambilan bagasi di mana tidak ditemukannya tas ataupun koper yang dibawa tentu menjadikanku tidak bisa tenang begitu saja. Meski setelah melakukan pengaduan pada pihak maskapai sebagian besar entah beberapa jam setelah atau keesokannya pada akhirnya mendapatkan kabar bahwa barang bawaannya telah kembali yang kemudian akan dikirim sesuai kesepakatan dengan pemilik dan kalaupun dinyatakan hilang biasanya akan mendapatkan sejumlah kompensasi, tetap saja mengganggu pikiran yang dapat berdampak pada berantakannya aktifitas perjalanan. Lagi-lagi aku perlu bersyukur karena barang bawaan yang sedang kami ambil ini lengkap atau tepat jumlahnya dengan kondisi keduanya yang juga sama-sama amannya.
Setelah selesai dengan urusan bagasi, kami langsung lanjut berjalan lagi. Tanpa ingat ujungnya akan seperti apa karena masih agak awamnya diri ini pada Bandara Suvarnabhumi, aku dan Mas Hendra coba ikuti saja alur atau rutenya yang ada pada plang petunjuk dan mengikuti ke mana kebanyakan orang-orang pergi hingga tiba-tiba aku baru sadar bahwa kami ternyata sudah berada pada area tunggu kedatangan yang berdekatan dengan pintu. Meski waktu terus berjalan menuju pagi, bukannya langsung mencari tempat untuk beristirahat kami berdua memilih untuk lebih dulu melemaskan diri dari lelahnya perjalanan yang baru saja kami hadapi dengan meletakkan badan dan seluruh barang bawaan di salah satu kursi sembari pelan-pelan membuka fileku mengenai referensi area di dalam Bandara Suvarnabhumi yang biasa digunakan untuk beristirahat. Cukup beruntung juga kami sekarang ini karena tepat berhadapan dengan kursi yang kami duduki terdapat beberapa konter yang masing-masing menyediakan sebuah Provider Sim Card lokal. Sementara aku duduk sembari mengecek kembali lokasinya dengan terlebih dahulu mencari koneksi wifi yang ada di sini, Mas Hendra pergi menuju salah satu konter untuk membeli Sim Card dan minta untuk diaktifkan sekalian. Selain menyimpan referensi mengenai area di dalam bandara yang dapat dijadikan tempat untuk beristirahat supaya menghemat, referensi lain yang juga sudah aku dapatkan sebetulnya sampai yang cara mendapatkan Sim Card beserta paket internetnya dengan harga yang lebih murah dibandingkan membeli di bandara. Referensi tersebut aku dapatkan secara tidak sengaja dari http://www.asistenliburan.com/2017/03/internet-murah-di-bangkokthailand.html?m=1 dengan niat awal hanya mencari referensi kartu yang stabil sinyalnya. Aku kemudian mengurungkan niatku untuk mencoba menerapkan apa yang sudah dijelaskan pada sumber di situ karena ragu, belum begitu pahamnya medanlah yang menjadi alasannya. Ada untungnya juga pada akhirnya kami membeli di sini, karena hingga Mas Hendra kembali ternyata wifi yang aku sambungkan pada HP belum juga terkoneksi. Dan begitu sudah menduduki kursi, dengan mukanya yang terlihat cukup bingung Mas Hendra mengungkapkan bahwa dari mulai berjalan setelah Sim cardnya diaktifkan sampai pada posisi sekarang ini ternyata internetnya belum dapat digunakan. Alhasil nihil kedua-keduanya hehe.
Perlu diketahui bahwa nama Provider dari Sim Card yang kami beli adalah True Move. Tidak cukup murah, kartu dengan kapasitas paket internetnya yang dapat digunakan selama 7 hari tersebut dijual dengan harga 300 bath. Ketiadaan daya dan upayaku untuk mencari tahu permasalahan pada kartu yang sudah dipasang pada HPnya Mas Hendra akhirnya membuatku mengajaknya kembali menuju ke Konter tempat dia beli. Sampai di sana kami tidak bisa langsung menanyakan kepada penjaganya karena tentu perlu lebih dulu antri, tidak sampai yang berbaris panjang dikarenakan depan kami sudah langsung pembeli lain yang sedang dilayani. Begitu ia sudah pergi, kami berjalan maju mendekat ke meja penjaga dengan kemudian langsung menjelaskan permasalahannya. Dengan cukup tenang dan ramah penjaga yang merupakan seorang wanita tersebut melayani keluhan kami. Thailand yang dikenal dengan terdapatnya gender unik yang cukup menarik perhatian dan ramai diperbincangkan karena seperti yang mungkin sudah banyak diketahui bahwa perubahannya bukan lagi cukup tetapi betul-betul menyerupai, pada posisi yang dipertemukan dengan seorang wanita seperti sekarang ini terkadang membuat pikiran burukku mengeluarkan tanda tanya "Yang ini tulen gak ya?" hehe. Tetapi tentu Pemikiran ini tidak sampai yang aku konfirmasikan langsung padanya, biarkan rasa penasaran ini tetap terngiang-ngiang di kepala dan lagi pula kedatanganku kemari bukan untuk mencari masalah. Setelah terlihat diubah pengaturan jaringannya, kini HP Mas Hendra sudah aktif internetnya. Dengan tidak lupa mengucapkan terima kasih (Dengan bahasa inggris tetapi), kami kemudian berjalan kembali menuju kursi tadi.
Dengan adanya koneksi internet pada HPnya Mas Hendra yang sudah lebih pasti, aku tak lagi memerlukan wifi. Tinggal menyalakan hotspotnya, HPku sudah dapat digunakan untuk berselancar di dunia maya. Hotspot tersebut tidak hanya pada saat ini saja digunakan tetapi hingga beberapa hari ke depan selama berada di Thailand, karena Mas Hendra sendiri juga memerlukannya untuk dikoneksikan pada HP yang yang satunya alias yang utama. Tidak lupa dengan tujuanku sebelumnya, Kini aku mulai mengecek kembali file-file yang tersimpan pada Dropbox untuk mencari referensi tempat dimana kami bisa beristirahat. Dari banyaknya file yang tersimpan tidak begitu susah untuk aku bisa menemukannya, karena memang sudah aku tandai jauh-jauh hari. setelah aku baca kembali yang berarti sudah aku dapatkan informasi dan kini siap untuk mulai mencari, aku yang sebetulnya tinggal mengajak Mas Hendra untuk bergegas pergi begitu melihat raut mukanya yang sepertinya sudah tampak lelah membuatku mengurungkannya. Selain juga karena tiba-tiba terbesit belum pastinya rasa nyaman yang akan kami dapatkan di mana aku hanya menyimpan referensi mengenai posisi dan tanpa mengetahui kondisi tempatnya, masih belum begitu pahamnya area-area yang ada di sini yang memungkinkan menghabiskan lebih banyak waktu lagi yang juga menjadi pertimbanganku untuk tidak jadi pergi. Dari yang sebelumnya berniat mengajak bergegas pergi, sembari menengok belakang, kanan, dan juga kiri aku kemudian berkata kepada Mas Hendra "Kayaknya gak usah ke sana mas, soalnya nanti juga masih harus nyari." Keputusan untuk tetap berada di sini diperkuat dengan banyaknya orang yang juga menempati kursi entah sedang menunggu penerbangan yang masih esok pagi atau menghemat pengeluaran untuk penginapan dengan memilih bermalam di bandara seperti kami.
Karena sudah ingin segera beristirahat dan jika berada di sini agak mengganggu pemandangan orang-orang yang lalu lalang berjalan di depan, kami berdua memutuskan untuk berpindah ke kursi kosong yang berada di paling belakang atau pojokan. Dengan berpindahnya kemari tidak langsung menjadikan kami bisa beristirahat dengan nyaman, sangat aku maklumi yang karena namanya juga hanya beralaskan sebuah kursi. Aku merasa bahwa masih mending lesehan di bawah, beda lagi jika empuk kursinya 11-12 dengan sofa hoho. Melihat agenda aktifitas kami yang cukup padat di hari pertama, meski dengan hanya duduk dan menempelkan badan pada sandaran aku terus berusaha memeremkan mata dengan berharap lama-lama bisa terlelap sendiri diri ini sehingga setidaknya tenaga yang terkuras dari mulai aktifitas terakhir di Kuala Lumpur hingga sampai berada di sini agak kembali pulih. Cukup susah juga tetapi ternyata, selain posisinya yang memang kurang nyaman juga karena belum mengantuk sepertinya. Menurutku agak bahaya juga sebetulnya kondisi begini ini, fisik masih terlihat cukup kuat memang pada saat ini tetapi akan lain cerita begitu sudah masuk waktu pagi. Dari mulai intensitas kuap yang cukup tinggi di mana tiap beberapa waktu mengalami, mata yang rasanya pedas sekali padahal tak sambal atau lombok yang menghinggapi, dan satu lagi adalah menurunnya stamina.
Aku yang masih merem melek karena belum bisa nyenyak tidurnya, pada satu momen yang secara tidak sengaja ketika menengok ke arah kanan atau kiri aku lupa terlihat seorang Bule wanita tampak begitu pulas dengan posisi tidurnya menyelonjorkan kaki di atas kursi lalu memanfaatkan bagpack atau ranselnya sebagai bantalan kepala. Tentu kemudian membuatku terbesit dalam pikiran "Bisa ditiru nih kayaknya hehe." Namun baru juga mau memulai, tiba-tiba teringat di dalam hati mengenai tingkah laku yang perlu dijaga dan apalagi jika sedang tidak berada di 'rumah. Bukan berarti langsung memutuskan untuk tidak jadi, aku terlebih dahulu memperhatikan sekitar untuk memastikan kembali. Dan karena memang terlihat banyak sekali yang memanfaatkan area ini sebagai tempat untuk beristirahat, aku jadi tidak merasa ragu lagi. Tas jinjing yang semula menempel dengan koper karena kukaitkan pada telescopicnya, aku pindahkan ke kursi. Setelah urusan penyangga kepala sudah teratasi, kini tinggal memosisikan kaki. Sayangnya begitu kaki sudah kunaikkan dan mau diselonjorkan, di sisi sebelah kiri pada jarak yang tidak begitu jauh terlihat pengunjung lain tengah menduduki kursi. Meski sebetulnya masih ada sedikit jarak jika lurus posisi kaki yang sehingga tak akan mungkin mengenai, hal tersebut tetap membuatku mengurungkannya. Alasannya karena bisa saja bau kakiku mengganggu kenyamanannya. Yang kemudian aku lakukan adalah istirahat tetap pada posisi telentang tetapi dengan menekuk kaki, memang kurang lega rasanya tetapi setidaknya tak separah tadi yang hanya duduk dan menempelkan badan pada sandaran kursi. Untuk mengamankan barang bawaanku satunya setelah tas jinjing yang sudah terapit oleh kepala adalah dengan memeluknya, bisa dibayangkan sendiri seperti apa istirahatku pada malam yang sudah masuk dini hari ini.
Masih padatnya aktifitas dan pengunjung di dalam Bandara Suvarnabhumi yang tentu menimbulkan keramaian seperti suara orang berbicara, bunyi alas kaki ataupun roda koper yang bergesekan dengan lantai, dll ini tentu menjadikan istirahatku sedikit terganggu, hingga beberapa kali membuatku terbangun karena aku kira hari yang telah berganti menjadi pagi. Tak ada yang salah dengan aktifitas mereka mengingat tempat ini merupakan area publik yang terlebih sebagai salah satu alternatif keluar masuknya orang dari segala penjuru dunia termasuk para warga Thailand sendiri, hanya saja terkadang dampak dari keramaian tersebut yang mengakibatkanku salah dalam mengira waktu. Aku tak dapat membayangkan akan selelah apa aktifitas kami nanti jika pola istirahatnya saja begini. Meski sama-sama tidak nyenyak, aku masih cukup beruntung dengan posisi istirahatku seperti yang sudah aku jelaskan sebelummya jika dibandingkan dengan Mas Hendra. Karena mungkin kurang terbiasanya bisa tidur di sembarang tempat sehingga menyebabkan posisi istirahatnya kali ini hanya duduk dengan menaikkan kedua kaki (Tentu dengan melepas sepatunya terlebih dahulu) ke atas koper lalu melipat kedua tangan dan menempelkannya pada lutut kaki untuk kemudian dijadikan bantalan dahi.
Setelah bangun yang entah ke berapa kali, waktu pada HP telah menunjukkan pukul 4 lebih. Belajar dari pengalamanku pada saat bermalam di Bandara Changi Singapore beberapa tahun lalu di mana sekitar pukul 5 akan ada petugas keamanan yang membangunkan para pengunjung yang masih terlihat tidur, aku memilih beranjak untuk berganti posisi menjadi duduk dan sudah tidak tidur demi berjaga-jaga jika terjadi hal yang sama. Tak lebih dari sekedar membangunkan, petugas tersebut perkiraanku tak akan sampai yang mengusir apalagi menggiring masuk ke dalam sebuah ruangan. Alasanku untuk tidak tidur lagi adalah jika berpatok pada jam beroperasinya petugas di Bandara Changi, selisih waktunya tinggal beberapa puluh menit lagi. Setelah sekitar setengah jam mengumpulkan daya, aku dan Mas Hendra pergi menuju ke toilet yang tinggal berjalan ke arah kanan di mana posisi nya berada di sebelah kanan juga untuk buang air sekalian cuci muka supaya terlihat lebih segar dan sadar hehe. Mumpung masih berada di dalam Bandara Suvarnabhumi yang mana berdasarkan informasi terdapat stand yang menjual makanan halal, maka diputuskanlah untuk terlebih dahulu sarapan sebelum kembali memulai perjalanan. Mengenai posisi tepat tempat jualannya sendiri sebetulnya aku juga belum tahu pasti, tetapi kemudian kami berdua rela mencari karena waktu yang masih terlalu pagi sehingga belum terburu-buru untuk segera pergi. Aku juga tidak yakin kereta bandara yang dapat membawa kami menuju ke kota di jam sekarang ini sudah beroperasi.
Dengan hanya berpatokan pada informasi yang sudah aku bawa, tidak begitu susah ternyata bagi kami untuk dapat menemukan tempatnya. Dari posisi sebelumnya yang berada di lantai 2, kami tinggal berjalan menuruni eskalator 1 lantai saja karena tempatnya yang memang berada di lantai 1. Setelahnya, kita tinggal mencari plang bertuliskan Magic Food Point. Dengan ketidaktahuanku mengenai jumlah eskalator yang dapat digunakan untuk menuju ke lantai 1, kami cukup beruntung pada waktu itu. Tanpa perlu mengira-ngira untuk berjalan ke arah mana plang tersebut sudah terlihat jelas di depan mata, sehingga begitu turun dari eskalator kami tinggal berjalan lurus saja. Apabila hanya ada 1 jumlah eskalatornya berarti seharusnya tidak begitu susah untuk mencarinya, tetapi jika eskalatornya tidak cuma di sana aku berharap semoga teman-teman bernasib sama di mana dapat dengan mudah menemukan plangnya. Perlu diketahui bahwa Magic Food Point ini merupakan sebuah Food Court atau pujasera yang buka selama 24 jam. Meski stand yang berjualan makanan halal tersebut berada di dalam sana bukan berarti semua berlabel sama, karena seperti yang sudah aku jelaskan pada part sebelumnya bahwa makanan di negara ini cukup didominasi dengan yang mengandung babi (Pork). Karena sistem pembayaran untuk setiap pembelian baik makanan ataupun minuman di stand-stand yang ada di dalam Magic Food Point menggunakan kupon, maka uang bath yang kami bawa perlu ditukarkan terlebih dahulu. Untuk tempat penukarannya sendiri dekat dengan pintu masuk atau lebih tepatnya di sisi sebelah kiri. Selain tidak adanya penambahan biaya, untuk nilai mininum penukaran kuponnya juga tidak ada sehingga dapat disesuaikan dengan kebutuhan. Kalaupun nanti begitu sudah tidak ada lagi yang dibeli tetapi masih ada sisa berlebih, kupon tersebut dapat ditukarkan uang kembali.
Setelah uang ditukarkan menjadi kupon dengan masing-masing jumlahnya yang sama yaitu 100 bath sudah kami terima, kini siap untuk dibelanjakan menu sarapan. Dengan kembali mengikuti informasi yang sudah aku bawa, kami berjalan ke arah kiri kemudian berbelok lagi ke arah kiri. Posisi stand yang menjual makanan halal tersebut memang berada di pojok paling kiri, tetapi semoga ini bukan merupakan sebuah diskriminasi hoho. Aku lupa mengenai menu apa saja yang ada di tempat penjual makanan halal ini, hanya seingatku dan semoga tidak salah bahwa harga rata-rata untuk paket menu makannya yaitu 50 bath. Salah satu isi dari paket menu tersebut adalah nasi kuning ditambah kering kentang dan timun dengan lauknya potongan-potongan panjang daging ayam yang sebelum disajikan digeprek terlebih dahulu (Tanpa sambal), yang mana paket ini yang menjadi menu pilihan kami. Dan karena kami berdua meminta telur ceplok untuk dijadikan tambahan lauknya, kupon senilai 10 bath perlu kami berikan sebagai extra biaya. Maka total harga menu sarapan untuk masing-masing kami adalah 60 bath. Tak hanya dalam hal pembayaran, Magic Food Point ini sepertinya juga mempunyai sistem dalam penyediaan minuman. Para pengunjung termasuk juga kami tidak dapat memesan dengan minumannya sekalian pada stand tempat di mana kita membeli makanan, dikarenakan sudah ada sendiri yang menyediakan. Aku belum seberapa tahu mengenai prosedur pada stand makanan lainnya bagaimana tetapi aku rasa sepertinya juga sama, di mana pada stand makanan yang kami beli makanannya tidak diantar ke meja tetapi dibawa sendiri. Dan dikarenakan lumayan ramainya tempat ini meski hari masih cukup pagi yang mungkin baru sekitar pukul 05.30 lebih, begitu makanan sudah berada di tangan dengan segera kami langsung berjalan menuju salah satu meja yang tampak belum terisi sebelum nanti ada orang lain yang lebih dulu menempati. Dengan posisi sekarang yang mana mejanya sudah dijaga Mas Hendra, aku jadi bisa membeli minumannya dengan rasa lega karena sudah tak khawatir lagi nantinya akan makan di mana.
Minuman yang kubeli untuk menemani sarapan kami pada pagi hari ini adalah air mineral botol dingin berukuran sedang. Meski sebetulnya tidak biasa karena memang kurang begitu suka, tidak tersedianya air mineral dalam kondisi yang tidak dingin akhirnya membuatku mau tidak mau akhirnya sama-sama membeli yang itu. Harga untuk 1 botolnya adalah 15 bath. Dengan tanpa ada lagi yang dibeli, total pengeluaran masing-masing kami untuk makan dan minum pada pagi hari ini adalah 75 bath. Sudah tak sabar ingin segera menyantap makanannya, minuman yang sudah didapat ini dengan segera aku bawa ke meja. Karena tampaknya aku ingin lebih dulu fokus menikmati menu sarapanku, ceritanya akan berlanjut lagi nanti pada part yang baru.
Bersambung ...
*Di bawah ini adalah dokumentasi perjalanannya
![]() |
Kalau nasi kuning saja ada, tumpeng ada juga gak ya kira-kira? - Magic Food Point (Bandara Internasional Suvarnabhumi Lt. 1) |
.
Instagram: @umarilahjalan
#umarilahjalan ~
Komentar
Posting Komentar