[Bangkok 6.1] KE THAILAND JURUSAN OMAN

Panggilan yang diperuntukkan bagi seluruh calon penumpang maskapai Royal Jordanian untuk segera bersiap baru saja terdengar, mengartikan bahwa pesawat sudah dalam kondisi yang siap untuk dimasuki. Kami berdua yang aku kira akan menjadi bagian barisan paling belakang pada saat pengecekan terakhir Boarding pass dan Paspor sebelum masuk ke dalam pesawat karena jauhnya posisi duduk kami dari meja pengecekan ternyata salah, karena bukannya diminta baris seperti normalnya antrian baru kemudian dilakukan pengecekan dari mulai urutan yang paling depan melainkan dibagi menjadi beberapa gelombang di mana setiap gelombangnya adalah urutan tertentu berdasarkan nomor kursi yang sudah diatur oleh petugas. Kami berdua cukup beruntung karena kedapatan antara gelombang pertama atau kedua. Tidak menjadi masalah meski tetap perlu antri karena yang berada pada gelombang tersebut tentu bukan hanya kami, tetapi setidaknya menjadi bagian yang lebih dulu memasuki pesawat dan menempati kursi. Meski salah seorang teman justru lebih senang masuk pesawat belakangan karena menurutnya lebih leluasanya pada saat berjalan di dalam mengingat sebagian besar penumpang lainnya sudah duduk menempati masing-masing kursinya ditambah dengan adanya kemungkinan diperkenankannya untuk menempati kursi yang berada di area pintu darurat pada maskapai tertentu yang di mana kursi pada bagian tersebut jarak dengan depannya sedikit agak lebar sehingga bisa duduk dengan agak lega, ada satu pertimbangan yang membuatku tidak begitu tertarik untuk masuk belakangan yaitu biasanya sudah penuhnya isi kabin yang berada tepat di atas atau samping dari kursi yang menjadi tempat dudukku yang akhirnya membuat barang bawaanku mau tidak mau diletakkan pada kabin yang posisinya agak jauh. Apalagi jika dialihkannya pada kabin yang berada agak jauh ke belakang, tentu susah untuk memantaunya. Dari begitu pesawat akan berangkat memang kabin harus dalam kondisi sudah ditutup semua, tetapi tidak ada salahnya berjaga-jaga dengan barang bawaan kita. Menurutku, diusahakan sebisa mungkin untuk meletakkan barang bawaannya pada kabin yang posisinya masih dapat dijangkau oleh mata Sehingga dapat dipantau dengan mudah. Dan yang paling efektif seperti yang disarankan beberapa sumber yang ada di sosial media dimana aku secara pribadi juga turut menyepakatinya yaitu meletakkan barang bawaan berseberangan dengan posisi barisan kita duduk. Jadi apabila kedapatan duduk di barisan sebelah kanan maka letakkan barang bawaan di kabin sebelah kiri begitupun sebaliknya. Selain dapat dipantau dengan mudah, pengambilan kembali barang bawaan yang entah karena persiapan untuk turun atau keluar mengingat pesawat sudah tiba di Bandara tujuan atau sekedar mengambil sesuatu pada saat masih dalam perjalanan pun dapat dilakukan dengan mudah.


Setelah dicek kesesuaian data antara paspor dengan Boarding pass yang kemudian disobek sebagian kertas Boarding passnya, kini aku dan Mas Hendra berjalan melalui Garbarata. Sampai di dekat pintu pesawat, kami berdua disambut oleh salah seorang Cabin Crew atau Pramugari dengan ucapan "Selamat Datang" yang dilanjutkan menanyakan nomor kursi. Ada pemandangan berbeda yang baru aku dapatkan pada penerbangan kali ini, bukan cantiknya paras pramugari yang menyambut kami karena kalau itu sudah pasti hehe tetapi ada lagi. Dari mulai pintu yang digunakan akses untuk masuknya calon penumpang bukan pada bagian depan ataupun belakang melainkan tengah, tentu ini menunjukkan bahwa pesawat yang aku dan Mas Hendra naiki kali ini tipenya lebih besar. Tak hanya itu, beberapa detik waktu pramugari masih mengecek nomor kursi dari Boarding pass yang aku kasih tunjuk secara tak sengaja pada saat menengok ke arah dalam pada bagian sisi sebelah kiri terlihat beberapa deret kursi bisnis yang selama ini sering kali aku lihat pada postingan beberapa akun sosial media artis ternama. Pada saat belum pernah melihat secara langsung di depan mata, yang ada di dalam pikiranku adalah hanya menganggapnya seperti duduk di dalam bak. Berbeda dengan sekarang yang meski belum merasakan juga, tetapi pada akhirnya aku tahu akan betapa mewah dan eksklusifnya para penumpang yang mendapatkan tempat duduk di sana. Tak lama setelah dicek oleh pramugari aku yang tadinya berharap akan diarahkan ke arah kiri ternyata benar-benar terjadi, namun bukan dari sisiku melainkan dari sisi pramugari hehe. Tak ada yang bisa aku lihat pada bagian dalam sisi sebelah kanan karena terdapatnya gorden yang menutupi. Bagiku ini seperti sebuah kejutan, antara mendapatkan tempat duduk yang berbeda atau justru sama-sama tipe kursi bisnis yang akan kami duduki nanti.


Begitu kami berjalan masuk dan membuka gordennya, yang ada di dalam ruangan sebelah kanan ternyata adalah kursi tipe ekonomi seperti yang biasa aku duduki. Aku tidak sedikitpun merasa kecewa dengan apa yang memang seharusnya aku terima, hanya mungkin yang namanya keinginan untuk duduk menempati kursi bisnis sudah tentu ada hehe. Selain ini pertama kalinya aku menaiki pesawat dengan deret kursinya yang berjumlah 3 (Karena Mas Hendra sudah sekali pernah waktu melakukan perjalanan ke China) yaitu kanan, kiri, dan kemudian tengah, pada saat berjalan masuk ke arah kanan untuk menuju nomor kursi yang menjadi tempat duduk kami seingatku perlu melewati pembatas alias gorden lagi sehingga bisa dibilang di dalam pesawat ini ruangannya juga terbagi menjadi 3. Jika diurutkan dari depan ruangan di sini terdiri dari kursi bisnis dan 2 di belakang sisanya adalah ekonomi. Nomor kursi yang kami berdua dapatkan ternyata hanya berjarak beberapa kursi dari kursi paling belakang. Sebagian barang bawaan yang sengaja tetap dibawa dan kebetulan memang hanya boleh satu yang dimasukkan ke dalam bagasi, kini waktunya kami masukkan ke dalam kabin. Dengan langsung menerapkan tata peletakan barang bawaan yang menurutku cukup efektif, aku yang kebetulan kedapatan kursi yang berada di deretan kanan kemudian meletakkan barang bawaanku pada kabin yang berada di deretan tengah. Bentuk kabinnya pun ternyata juga berbeda, jika pesawat yang selama ini aku naiki kabinnya seperti semacam rak yang cara menutupnya adalah dengan menurunkan penutupnya ke bawah pada pesawat Royal Jordanian ini bentuk kabinnya seperti box plastik yang dimana cara menutupnya tinggal dinaikkan ke atas.


Setelah selesai dengan urusan barang bawaan, kami berdua kemudian langsung duduk menempati masing-masing kursi yang supaya tidak menghalangi jalannya pramugari yang berpindah kesana kemari untuk membantu para penumpang yang masuk bergantian. Untuk penerbangan kali ini nomor kursiku dengan Mas Hendra bersebelahan dengan posisi dudukku di tengah dan Mas Hendra di sebelah kiri atau yang dekat dengan jalan, pada posisi sebelah kanan atau yang dekat dengan jendela sudah lebih dulu diduduki oleh seorang pria yang sepertinya berasal dari Korea. Karena sudah kualitas dari fasilitas yang berbicara sehingga meski yang kami duduki sekarang ini adalah kursi ekonomi tetapi menurutku ini sudah cukup empuk, belum lagi pada setiap kursi juga disediakan bantal kecil dan juga selimut. Fasilitas lainnya yang diberikan oleh maskapai Royal Jordanian adalah In-flight Entertainment berupa film dan deretan lagu yang siap ditonton dan didengarkan selama dalam perjalanan, hiburan tersebut dapat dinikmati melalui layar kecil yang ada pada setiap depan kursi dengan posisinya yang menempel pada punggung kursi di depannya. Pada saat pesawat belum berangkat seperti sekarang ini karena belum semua penumpang masuk apalagi sampai duduk menempati kursi, layar kecil tersebut hanya menampilkan semacam video profil dari maskapai Royal Jordanian karena belum dapat digunakan. Begitu pesawat berjalan menuju landasan pacu untuk persiapan take-off, video profil yang tampil pada layar-layar tersebut kemudian berganti menjadi video animasi petunjuk penggunaan alat keselamatan. Buatku yang sebelumnya tidak pernah tahu tentu ini menjadi pemandangan baru, cukup efektif juga pemanfaatan teknologi mengingat terbatasnya jumlah pramugari untuk pesawat yang sebesar ini. Berkat video petunjuk penggunaan alat keselamatan yang ditayangkan aku kemudian jadi menyadari bahwa pengalaman perjalananku ini mengalami peningkatan, yang aku maksud di sini bukan mengenai tujuannya yang lebih jauh meski itu sudah tentu melainkan lebih kepada suasananya yang dimana sudah mulai jarang sekali terlihat atau terdengar bahasa Indonesia. Bahkan untuk subtitle pada video animasinya saja menggunakan bahasa arab.


Aku sebetulnya kurang begitu minat dan tidak terlalu berharap dengan fasilitas In-flight entertainment. Selain biasanya daftar film dan lagu yang tersedia bukan yang terbaru ditambah kurangnya referensi atau pengetahuanku mengenai hal itu, tetapi juga karena tidak terbiasanya dan bahkan hampir tidak pernah menggunakan earphone dan sejenisnya untuk mendengarkan sesuatu. Namun kini aku mencoba berkompromi menikmati sembari menunggu makanan yang terlihat sudah mulai dibagi. Dan benar perkiraanku, begitu aku cek daftar film dan lagunya ternyata yang aku tahu hampir tidak ada. Belum juga lama aku menonton sebuah film yang judulnya aku lupa karena secara acak memilihnya, pembagian paket makanan yang merupakan bagian dari fasilitas yang diberikan telah sampai pada kursi kami. Diawali dari pria yang berasal dari Korea yang mendapatkan lebih dulu karena posisinya paling jauh, baru kemudian aku, dan terakhir Mas Hendra. Paket makanan ini disajikan lengkap beserta dengan peralatan makannya pada sebuah baki kecil. Tak selesai sampai di situ, sang pramugari kemudian menawarkan beberapa tambahan menu yang setiap orangnya bebas memilih salah satu. Menu tersebut adalah Soft drink, Orange, Hot Tea, dan terakhir Hot Coffee. Dengan suasana di dalam dan luar yang cukup dingin ditambah dengan jarangnya menikmati minuman dingin pada malam hari membuatku kemudian lebih memilih Hot Tea. Meski sama-sama panasnya, alasanku tidak memilih Hot Coffee adalah karena memang tidak begitu suka. Seandainya menu tambahan yang ditawarkan ada susu sepertinya aku akan lebih memilih yang itu hoho. Tetapi tidak masalah, lagi pula oleh pramugarinya tak sekedar hanya diberi teh saja melainkan ada tambahan gula dan creamer yang dikemas pada bungkus kecil secara terpisah seperti yang biasa kita temui di sesi Coffee Break di beberapa acara.


Tidak langsung diminum untuk aku jadikan penutup nanti, teh tersebut sekarang aku tepikan terlebih dahulu karena mau menikmati menu makanannya yang diawali dari roti. Dengan ukurannya yang kuperkirakan hanya sebesar 2 donat mini dan tak lebih besar dari roti bulat lainnya, tak membutuhkan waktu lama untuk aku dapat menghabiskannya. Berlanjut ke menu utamanya yang sudah sangat aku nanti, aku belum merasa makan kalau belum menyantap yang satu ini. Rasanya teman-teman sudah dapat mengira-ngira bahwa menu yang aku maksud adalah nasi. Ditambah dengan tumis jagung dan wortel sebagai sayur dan ayam bumbu apa aku tidak tahu namanya sebagai lauknya, siapa yang tahan untuk menunda makan. Apalagi jika diperkenankan tambah, aku tidak akan membuang kesempatan dengan langsung bergerak cepat tanpa berlama-lama. Sayangnya aku baru tahu mengenai diperbolehkannya meminta tambah pada saat sudah berada di rumah dengan secara tidak sengaja melihat ulasan orang di sebuah forum Backpaker mengenai aktivitasnya selama di dalam pesawat yang salah satu di antaranya adalah beberapa kali makan. Setelah aku coba menanyakan karena penasaran, ternyata aktivitas makan yang dilakukannya bukan karena memang fasilitas pelayanan dari maskapai yang sedang dinaiki melainkan karena memang minta tambah. Melihat jawabannya yang seperti itu, aku jadi berfikir bahwa ini bisa menjadi informasi yang menarik minimal untuk diriku pribadi hehe. Namun karena masih sedikit tidak percaya, aku kemudian menanggapi balasannya dengan memastikan kembali mengenai boleh tidaknya. Meski diselingi dengan kalimat candaan dan emoticon tertawa, jawaban dia setelahnya atas tanggapanku terlihat sedang tidak bercanda. Ia mengungkapkan bahwa boleh-boleh saja meminta tambah makanannya, dan jika memang stoknya masih ada sang pramugari dengan senang hati akan mengambilkannya lagi.


Setelah roti yang hanya tersisa tempatnya saja kini nasi menyusul juga, namun masih ada yang kusisakan karena memang tidak aku makan. Tentu bukan nasi atau lauknya yang jelas tidak mungkin tidak aku suka hoho, potongan jenis sayuran berwarna hijau yang aku tidak tahu namanyalah kubiarkan tetap terbaring tenang dalam wadah. Untuk format makannya seperti biasa, nasi yang kucampur dengan bumbu-bumbu yang ada supaya tidak kering terasanya bersamaan dengan jagung dan wortel yang aku dahulukan. Baru kemudian daging ayam sebagai lauknya menjadi bagian terakhir yang aku makan. Karena bagian menu utama sudah berarti tinggal 1 makanan lagi yang perlu aku habisi, yaitu bagian penutup atau yang lebih sering disebut cuci mulut. Isi dari menu tersebut adalah beberapa potongan buah yang terdiri dari Nanas, Pepaya, dan satu lagi Blewah. Meski tetap aku makan ada satu yang disayangkan dari potongan buah yang diberikan, yaitu tidak disajikannya dalam kondisi yang dingin. Bukan soal buahnya yang tidak segar, hanya aku saja yang merasa akan lebih nikmat menyantapnya apabila lebih dahulu didinginkan. Ini nampaknya bisa menjadi drama baru dalam dunia perkulineran dari episode sebelumnya mengenai bubur yang makannya lebih enak diaduk atau tidak hehe.


Penataan kursi yang berdempetan dengan sebelahnya apalagi posisiku yang berada di tengah menjadikanku kurang begitu nyaman pada saat sedang makan, sebab saking fokusnya menikmati terkadang sikut tidak terkontrol bergerak ke sana kemari yang kemudian menjadi sungkan terutama dengan yang sebelah kanan dikarenakan bukan teman. Selain anggota badan yang kadang bersinggungan, tidak begitu lebarnya jarak dengan kursi di depannya membuatku agak begitu susah mengambil sesuatu yang jatuh pada waktu sudah diturunkannya tatakan meja karena digunakan untuk meletakkan makanan. Setelah semua makanan tuntas sudah aku makan, kini saatnya meramu teh yang aku tepikan tadi. Supaya terasa seperti ada susunya, creamer yang diberikan dalam bungkusan kecil ini aku campurkan ke dalamnya. Dengan ditambahkannya sedikit gula agar tidak terlalu manis karena kurang begitu suka, aku aduk kemudian tehnya sehingga bahan yang dicampurkan menyatu semua. Teh yang kini mulai sedikit agak dingin siap untuk kunikmati. Berbeda dengan buah yang lebih suka dinikmati dalam kondisi yang dingin, untuk teh aku justru malah sebaliknya. Setiap kali ditanya minumnya apa pada saat sedang di warung atau tempat makan, yang aku sebutkan pada penjualnya adalah justru teh panas bukan teh hangat apalagi dingin. Tentu ini tidak terjadi secara tiba-tiba melainkan karena sudah sering kalinya mengalami antara yang dipesan dengan yang datang tidak sesuai dengan ekspektasi, seperti ketika memesan teh hangat tetapi yang datang sudah agak dingin belum lagi apabila tidak langsung diminum karena masih sedang asyik melakukan obrolan. Untuk itu biasanya aku memesan yang panas sekalian, kalau pun yang datang tidak begitu panas setidaknya masih hangat. Itu pun mungkin langsung aku minum semua baru kemudian dilanjutkan kembali perbincangannya.


Menikmati teh hangat di tengah suasana dinginnya malam sungguh sangatlah nikmat. Ini juga berkat didukung dengan posisinya yang sedang dalam perjalanan dan apalagi di dalam pesawat, seandainya saja hanya di depan rumah mungkin akan terlihat biasa saja hehe. Selain karena sudah setiap harinya dihadapkan pada pemandangan yang sama, adanya kerumunan nyamuk yang setiap malam tiada henti mengerubungi. Begitu Teh hangat yang dicampur dengan creamer tersebut sudah aku minum hingga tak setetes pun membekas di dalam gelas, berarti yang tersisa di meja tinggal 1 lagi yaitu air putih. Bukan dikemas dalam gelas plastik, air putih atau mineral tersebut tersimpan dalam sebuah wadah mangkok plastik kecil seukuran agar-agar atau jeli yang menurutku kian hari memang kian aneh sebuah kemasan baik pada minuman ataupun makanan. Karena ketidaknyamananku kencing pada toilet yang berada di dalam sebuah kendaraan terlebih saat dalam keadaan sudah berjalan, menjadikanku tidak meminum air putih yang masih tersisa. Setelah pramugari mengambil baki kecil beserta sampah dari bungkus makanan dan juga minuman, kupindahkannya posisi air putih tersebut ke dalam kantong yang menempel pada bagian belakang kursi di depanku supaya mejanya bisa kusandarkan kembali pada posisi semula. Kini kukenakannya kembali earphone untuk melanjutkan aktifitasku sebelummya. Tetapi entah karena memang tidak suka atau hanya belum terbiasa membuat telingaku tidak begitu bisa betah lama-lama hingga kemudian menyebabkanku menghentikan aktifitas menonton film atau mendengarkan lagu. Aku yang pada awalnya hanya ingin mencari kegiatan kini terpaksa tidak melakukan apa-apa seperti pada saat naik pesawat sebelum-sebelumnya, mau membuat catatan perjalanan pun rasanya kurang bisa fokus kalau tidak dalam keadaan yang benar-benar tenang seperti di dalam kamar.


Ada pemandangan berbeda lagi yang aku temui pada maskapai ini, sebuah layar yang berada di pilar dan juga layar kecil yang berada di tiap depan tempat duduk penumpang yang sedang tidak digunakan akan menampilkan animasi jarak antara posisi pesawat berada dengan bandara yang akan dituju dan Informasi mengenai perkiraan berapa lama lagi pesawat akan sampai di bandara. Ini tentu membuat semua penumpang dapat turut serta memonitor perjalanannya. Tidak terasa sekitar 1 jam perjalanan telah dilalui, Sang Pilot melalui pengeras suara memberitahukan bahwa pesawat akan melakukan pendaratan sebentar lagi. Seluruh penumpang dihimbau untuk menegakkan kembali kursi sandaran dan mengembalikan meja ke posisi semula. Jika perjalanan udara yang pendaratannya dilakukan pada pagi atau siang hari biasanya akan disambut dengan hijaunya sawah atau perkebunan, birunya lautan, bangunan yang tampak berdiri berjajaran, dan hiruk pikuknya jalanan. Pada penerbangan malam hari seperti yang sedang aku dan Mas Hendra alami sekarang ini tak mungkin mendapati yang demikian, tetapi kami beserta penumpang lainnya malah diperlihatkan suguhan pemandangan lampu-lampu dari bangunan dan jalan yang menerangi daratan yang dari atas tampak cantik berkilauan. Proses landing berjalan dengan cukup rapi, Maskapai Royal Jordanian ini kemudian berjalan menuju titik pemberhentian. Pada saat penumpang sudah diperbolehkan untuk keluar atau turun karena pesawat sudah dalam kondisi berhenti dan pintunya juga sudah dibuka, aku yang terbiasa tidak terlalu terburu-buru tidak langsung beranjak dari kursi untuk terlebih dahulu menunggu. Setelah beberapa menit berlalu yang aku kira tinggal sedikit penumpang di dalam pesawat yang tersisa karena sudah tidak terlihat lagi antrian ternyata salah, karena begitu kami berjalan melewati kursi demi kursi ternyata masih banyak penumpang yang tampak santai dan tidak menunjukkan tanda-tanda melakukan persiapan untuk beranjak pergi. Sejak pada saat berangkat tadi memang pada akhirnya aku menjadi tahu bagaimana kursi bisnis yang ada di dalam pesawat meski baru melihat dari jarak yang masih agak jauh, dan karena jalan yang digunakan untuk keluar dari pesawat sekarang ini adalah melalui pintu depan sehingga aku dapat melihat kursinya bisnisnya dari jarak yang cukup dekat. Meski sudah berjalan di sisi kiri kanannya, rasanya tetap saja tidak kemudian membuatku bisa tahu secara penuh kecuali aku dapat kesempatan untuk menempati kursinya dalam beberapa waktu *Berharap hoho.


Beberapa pemandangan yang aku dapati pada deretan kursi bisnis pun ternyata juga sama, di mana ternyata masih banyak juga yang dengan nyamannya tetap berada pada kursi. Jika alasannya karena masih belum rela untuk meninggalkan kursi kelas premium yang mereka duduki, penalaranku tak cukup mempercayai dengan tidak sedikit pun terbesit kata "Bisa jadi". Ataukah akan ada sesi pembagian sesuatu atau makanan? Tetapi kenapa tidak ada pemberitahuan. Kemudian beberapa saat begitu menginjakkan kaki di Garbarata aku baru teringat bahwa pesawat Royal Jordanian ini tujuan utamanya bukan di Bangkok atau Bandara Suvarnabhumi, pada jam atau selang beberapa waktu yang aku tidak tahu kapan mereka masih akan melanjutkan perjalanan menuju ke Oman. Baru mendengar lokasi tujuannya saja sudah terngiang-ngiang di dalam pikiran sembari berandai-andai 'Kapan', namun tentu aku tidak mau sampai yang terlarut dalam lamunan karena perjalanan baru yang sedikit lagi akan kami jalani ini tak kalah menyenangkan. Terlalu banyaknya jarak atau selisih waktu dengan penumpang yang keluar sebelumnya menjadikan kami bingung pada saat akan masuk ke dalam bandara, dengan posisi yang tak seperti biasanya di mana di area pintu masuk bandara dijaga oleh 2 wanita ini aku justru bingung harus bagaimana. Bukan perasaan salah tingkah atas kecantikan paras keduanya, melainkan karena kartu imigrasi yang diberikan di dalam pesawat tadi belum kami isi. Mengenai bagaimana kemudian nasib kami yang baru saja tiba di Bangkok tapi sudah dibuat bingung begini, tunggu kelanjutannya nanti!
Bersambung...

*Dokumentasi perjalanannya ada di bawah ini:
Setelah menaiki pesawat ini, aku jadi sadar bahwa gak cuma di Hartono yang banyak TV
- Royal Jordanian

Karena gak ngerti artinya, bawaannya pengen amin aja
- Royal Jordanian

Dibawain bekal sama mbak-mbak pramugari
- Royal Jordanian

.
Instagram: @umarilahjalan
#umarilahjalan ~

Komentar