[Kuala Lumpur 5.11] MANDI KERINGAT DI BATU CAVES
Tiket Shuttle ke Colmar Tropicale kini sudah ada di tangan dengan hari keberangkatannya sesuai apa yang kami inginkan, ini karena pada saat tadi di dalam Konter aku langsung bertanya apakah tersedia tiket untuk besok. Apabila tidak ada, sepertinya niat untuk ke sana akan kami urungkan. Ini karena penjadwalan Colmar Tropicale pada perencanaan kami sudah tidak lagi bisa diubah. Masalah transportasi, biaya, dan waktu lah yang menjadi penyebab. Transportasi paling murah yang bisa digunakan untuk menuju ke sana ya hanya Shuttle ini meskipun tidak efisien secara waktu. Dengan memilih menggunakan Shuttle berarti sudah siap dengan konsekuensi meluangkan setidaknya waktu 1 hari tidak ada agenda pergi ke tempat manapun kecuali malamnya pada saat sudah balik, itupun juga apabila tidak capek. Dan waktu 1 hari kami di Kuala Lumpur hanya tinggal besok, lusa kami sudah harus fokus dengan persiapan melanjutkan perjalanan ke negara yang lain. Alasan perlu meluangkan waktu setidaknya 1 hari tersebut karena contohnya seperti kami sekarang ini, Jadwal waktu yang kami dapatkan adalah Berangkat dari Berjaya Times Square pada pukul 09.30 dan akan balik dari Colmar Tropicale nantinya pada pukul 16.00.
Karena tiket Shuttle sudah ada di tangan, kini kami akan benar-benar melanjutkan perjalanan menuju objek wisata yang memang akan kami kunjungi hari ini. Tidak adanya akses langsung ke tempat yang akan kami tuju ini (kecuali menggunakan mobil) membuat kami perlu lebih dari 1x naik turun transportasi. Dimulai dari posisi sekarang yang masih berada di dalam Berjaya Times Square, kami rencananya akan menggunakan Grab kemudian sambung ke LRT untuk terlebih dahulu sampai ke KL Sentral untuk kemudian berganti menggunakan KTM. Aku baru menyadari sekarang bahwa ada beberapa perencanaanku yang terlihat aneh terutama dari sisi pemilihan transportasi yang itu ternyata juga tidak Mas Hendra sadari apalagi koreksi. Seperti transportasi yang rencananya akan kami gunakan untuk menuju ke KL Sentral, jika memang akan menggunakan Grab kenapa tidak langsung saja turun di KL Sentral dan malah memilih sambung dengan naik LRT yang padahal kurang efektif meskipun mungkin ada selisih pada pengeluaran yang itu juga tidak begitu banyak. Tetapi untungnya aku mendapatkan hikmah dari keberanianku mencoba meskipun salah pada kejadian ketika mencari Konter penjualan tiket Shuttle tadi yaitu aku menemukan jalan menuju ke Stasiun Monorail dari dalam pusat perbelanjaan ini, namanya adalah Stasiun Monorail Imbi. Tak hanya disini yang ada penghubung antara stasiun dengan pusat perbelanjaan, termasuk stasiun KLCC yang arah keluarnya dapat menuju ke Menara Kembar Petronas juga terhubung ke pusat perbelanjaan yaitu Suria KLCC.
Ini merupakan kali pertama kami naik kereta pada perjalanan kali ini, yang selain itu juga sebetulnya ini merupakan kali pertama kami terlebih aku menaiki transportasi monorail sepanjang perjalanan Kuala Lumpur beberapa kali. Karena rute terbaik yang sering digunakan para wisatawan menggunakan Monorail adalah ke Bukit Bintang sedangkan aku belum pernah kesana sebelumnya, itulah yang membuatku baru bisa naik transportasi ini sekarang. Sebetulnya tidak ada perbedaan yang spesifik antara Kereta Monorail dengan LRT, karena secara desain isi di dalam kereta kemudian tahap-tahap dari mulai pembelian tiket sampai dengan keluar dari stasiun kurang lebih sama. Yang membedakan menurut sependek pengetahuan yang aku dapatkan dari kawanku Mas Raka (Yang sempat aku singgung sedikit pada postingan MAKAN MALAM DI DEKAT PETRONAS) adalah jalur rel keretanya dimana untuk monorail jalur relnya berada di atas yang tingginya kira-kira seukuran jembatan penyebrangan. Tiket kereta di Kuala Lumpur pada umumnya berbentuk sebuah Chip yang cara penggunaannya adalah Scan atau Tap Chip yang sudah kita beli sebelumnya ke layar yang posisinya horizontal di area pembatas. Tetapi perlu diingat bahwa ada 2 macam jenis pembatas yaitu yang pertama adalah pembatas yang menampilkan rambu dilarang masuk, tentu ini menunjukkan bahwa meski kita tap Chip-nya sampai beberapa kalipun tak akan pernah bisa terbuka pembatasnya. Berbeda dengan jenis yang kedua yaitu pembatas yang menampilkan tanda panah serong kiri bawah berwarna hijau, disinilah kemudian chip tersebut seharusnya di-tap. Bawa dan simpan kembali Chip-nya setelah pembatasnya berhasil terbuka sembari kemudian berjalan ke area tunggu kereta.
Pada saat kereta (dalam hal ini Monorail) sudah tiba dan kemudian berhenti, dahulukan para penumpang yang akan keluar. Begitu sudah mulai sepi barulah kemudian kita masuk. Penggunaan kereta sangat efektif sekali terutama di jam-jam lalu lintas padat seperti jam berangkat dan pulang kerja. Meski kemungkinan agak berdesakan di dalam tetapi tidak di jalanan yang sehingga sampai di tujuan tidak sampai yang terlambat. Yang terpenting adalah tetap siaga sekaligus amankan barang bawaan terutama yang berharga. Pada perjalanan kali ini Monorail yang kami naiki perlu berhenti dan melewati 3 stasiun sebelum akhirnya sampai di stasiun tempat kami berdua turun yaitu Stasiun KL Sentral. Setelah keluar dari kereta, Chip yang masih kami bawa ini akan kami masukkan di area pembatas untuk dapat membuka pintunya sehingga kami bisa berjalan keluar dari stasiun.
Beberapa bulan sebelum keberangkatan perjalanan sekarang ini, aku mendapatkan informasi dari Mas Chiko setelah sepulangnya dari Kuala Lumpur juga mengenai sudah tidak diberlakukannya penggunaan chip pada kereta jenis KTM Komuter yang sekarang ini akan kami gunakan untuk menuju ke Batu Caves. Setelah tidak adanya lagi penggunaan chip, untuk kereta jenis ini tiketnya diganti menggunakan kartu dengan sistem pengisian saldo seperti E-toll. Tentu ada biaya yang dikenakan untuk pengguna kartu baru yang dimana biaya tersebut termasuk pengisian saldo awal. Kurang begitu efisien sebetulnya penggunaan kartu bagi yang berkunjung ke Kuala Lumpur dengan intensitas waktu yang tidak terlalu sering ditambah dengan penggunaan kartunya hanya dapat digunakan pada kereta jenis KTM Komuter saja. Untungnya beberapa hari setelah pembuatan kartu yang masih dalam satu perjalanan yang sama kartu yang sudah Mas Chiko beli tersebut berfungsi kembali untuk digunakan naik KTM Komuter dengan tujuan Putrajaya setelah dihubungi temannya untuk datang menonton Maharaja Lawak Mega 2018 secara langsung yang dimana temannya merupakan salah satu kontestan ajang pencarian komedian tersebut yang dimana merupakan warga Negara Indonesia tepatnya berasal dari Jawa Timur yaitu bernama Abioso, meskipun sebelumnya sempat agak menyesal karena harus mengeluarkan biaya di luar perkiraan yang padahal hanya perlu untuk digunakan Pulang Pergi Batu Caves saja. Untungnya di perjalananku dengan Mas Hendra sekarang ini ada kebijakan terbaru mengenai pengecualian untuk yang akan berkunjung ke Batu Caves. Jadi meski semua pembelian sudah diarahkan ke Loket (Tidak lagi menggunakan mesin) tetapi sudah kembali disediakan pembelian secara ketengan alias eceran yang tetap berapa Chip untuk yang hanya berkunjung ke Batu Caves. Mungkin sepertinya pihak pengelola mengamati keresahan para wisatawan pengguna kereta KTM Komuter sehingga langsung dengan cepat memperbaiki sistem penggunaan tiketnya.
Setelah tiket menuju ke Batu Caves sudah kami dapatkan, tidak langsung kami jalan turun ke bawah menuju ke area tunggu karena Mas Hendra mengajak untuk mencari makan terlebih dahulu. Pada momen itu aku baru tersadar bahwa dari pagi kami berdua memang belum sarapan sama sekali hoho. Karena mungkin sudah mulai bosan dengan makanan-makanan khas India atau melayu, siang hari ini Mas Hendra ingin makan dengan menu yang ada di KFC. Aku kemudian diikuti Mas Hendra berjalan menghampiri salah satu petugas yang sedang berjaga di area KL Sentral untuk menanyakan posisi KFC di sini apabila ada, maklum saja meski sudah beberapa kali kemari belum pernah sekalipun merasakan menu makanan di tempat yang sedang kami cari ini hehe. Ditunjukkanlah kami kemudian posisinya oleh petugas tersebut. Aku pikir berada di dalam NU Sentral yang merupakan pusat perbelanjaan yang ada Food Court juga di dalamnya tetapi ternyata posisi KFC dekat dengan pintu keluar yang menuju ke jalan raya dan halte tempat Bus GOKL (Bus Gratis yang ada di Kuala Lumpur) menaikkan dan menurunkan penumpang serta sepertinya termasuk bus lainnya juga, yaitu sebelum pintu keluar tinggal berjalan ke arah kanan. Seingatku KFC adalah satu-satunya stand yang berada di area tersebut jadi tidak begitu susah untuk mencarinya. Sementara aku yang antri memesan makanan Mas Hendra dengan membawakan tasku mencari meja kosong untuk bisa kami tempati. Mungkin sekarang ini kami sedang bebarengan dengan jam istirahat kerja atau memang tempat makan ini selalu ramai sehingga antrian pada saat aku akan memesan cukup panjang dan ternyata sama seperti di Surabaya, masih ada saja segelintir orang yang berusaha menyerobot barisan depan. Budaya antri sebetulnya kebiasaan sederhana yang tetapi pembiasaannya sepertinya agak lumayan susah karena selain ada pengaruh dari lingkungan dalam diri juga perlu ada peran. Begitupun aku yang juga masih belajar dan tidak bisa dipungkiri bahwa melalui perjalananlah banyak sekali yang bisa aku pelajari termasuk salah satunya adalah budaya antri.
Setelah harus menunggu beberapa orang yang berada di barisan depan, kini tiba giliranku mendapatkan pelayanan dari kasir untuk melakukan pemesanan. Karena faktor bawaan yaitu bisa dibilang makan apabila sudah ada yang namanya nasi maka aku sekarang ini memesan menu Paket Rice Combo. Paket ini berisikan diantaranya nasi (Cara penyajiannya berbeda dengan yang pernah aku tahu yaitu bukan dibungkus menggunakan kertas plastik, tetapi di sini untuk nasinya dimasukkan ke dalam wadah kecil), 1pc Ayam, Minum, dan terakhir Salad Sayur. Khusus yang terakhir ini belum pernah aku lihat ada di paket KFC yang ada di Surabaya, atau mungkin ada tetapi aku yang belum tahu. Setelah pesananku sudah semua diberikan, aku dengan sambil membawa pesanannya keluar dari barisan dan berjalan menuju ke meja Mas Hendra yang ternyata memilih tempat di luar. Tidak adanya sendok yang digunakan untuk makan (Kecuali sendok kecil untuk Salad Sayur) membuatku perlu mencuci tangan terlebih dahulu sembari mengambil saos dan saos sambal yang lupa belum sempat aku ambil tadi. Sesampainya di tempat dudukku, kini waktunya aku menikmati sarapan yang sekaligus makan siang dirangkap menjadi satu. Beginilah tahap-tahap cara menikmati di setiap makanku, format ini bisa digunakan untuk menu makanan apa saja. Pertama, biasa aku makan nasinya terlebih dahulu dan supaya tidak terlalu hambar di lidah maka aku tambahkan dengan bumbu-bumbu yang ada dalam hal ini yaitu saos atau saos sambal. Cuma, karena begitu merasakan keduanya rasanya cukup asing alias kurang cocok di lidah maka aku putuskan untuk tidak lagi menggunakannya. Untuk sayur, ada 2 cara untuk aku memakannya. Bisa makannya aku campur dengan nasi seperti pada saat sedang makan Nasi Pecel, Nasi Urap, ataupun Nasi Campur. Bisa juga aku makan terpisah setelah nasinya habis seperti pada saat makan sayur Capjay yang biasanya ada di dalam Nasi Kotak. Di awal hanya kuah Capjaynya saja yang aku campur sedikit demi sedikit dengan nasi supaya begitu masuk pada sesi makan Sayur Capjaynya saja masih ada tersisa kuahnya. Untuk yang sekarang ini begitu tau saos dan saos sambalnya kurang cocok di lidah maka Salad Sayurnya aku campurkan sedikit demi sedikit juga dengan nasinya. Tetapi karena ternyata dingin Salad Sayurnya dan rasanya juga berbeda akhirnya aku makan nasinya tanpa dicampur dengan apa-apa, untungnya di KFC yang ada di Kuala Lumpur ini jenis nasinya seperti nasi uduk jadi dimakan begitu saja sudah enak dan juga karena mungkin jenis nasinya yang berbeda tersebut sehingga cari penyajiannya diberi wadah kecil yang atasnya ditutup. Begitu nasinya habis baru kemudian aku lanjutkan makan Salad Sayurnya meski tidak cocok di lidah tetapi sayang kalau tidak termakan apalagi jika sampai kebuang. Masuk pada bagian yang terakhir yaitu saatnya menikmati lauk potongan ayamnya yang masih tampak utuh hoho. Aku biasa menikmatinya dengan saos juga saos sambal bahkan pada bagian yang ini aku bisa menghabiskan banyak sekali saos dan saos sambal yang terkadang sampai harus mengambilnya lagi karena merasa kurang, karena caraku menikmati ayamnya adalah dengan merobek kecil dagingnya menggunakan tangan kanan kemudian mencelupkannya ke dalam saos atau saos sambal sampai berlumuran ke semua bagian dagingnya. Tapi untuk kali ini hanya sedikit aku kasih saos atau saos sambalnya dengan alasan itu tadi. Setelah makanannya habis tak tersisa (Kecuali tulang ayamnya) barulah kemudian aku berganti menikmati minumannya. Hampir tidak pernah pada saat makan aku menyelinginya dengan minum malah biasanya apabila sedang di rumah begitu setelah makan aku minum setelah selang beberapa menit yang kadang kelewatan sampai beberapa jam belum minum juga hehe.
Tambahan energi kini sudah masuk ke dalam tubuh kami yang semoga perjalanan selanjutnya ini bisa kami hadapi dengan semangat yang lebih berapi-berapi. Tak bisa berlama-lama duduk-duduk di depan KFC, setelah selesai makan dan bersantai sebentar Mas Hendra dan aku beranjak pergi untuk kemudian berjalan turun kembali. Selanjutnya kami berjalan menuju gapura yang bertuliskan KTM Komuter yang posisi berdekatan dengan loket pembelian tiket KTM kami tadi. Sebelum masuk seperti biasa kami meng-scan Chip-nya terlebih dahulu sampai pintu pembatasnya terbuka, barulah bisa berjalan masuk untuk kemudian jalan turun ke bawah menuju area tunggu keretanya. Oh iya pada saat turun jangan sampai salah memilih tangga karena KTM di KL Sentral ini terdapat 2 jalur, jalur yang akan menuju ke Batu Caves dan yang berangkat dari Batu Caves. Tentu pastikan memilih jalur yang akan menuju ke Batu Caves karena apabila sampai salah memilih jalur berputarnya agak jauh, perlu jalan menaiki tangga lagi baru kemudian jalan turun melewati tangga di seberangnya. Untuk mengatasi jalur yang terkadang berganti, sebelum jalan menuruni tangga disarankan untuk bertanya ke petugas yang berjaga di sekitar area pembatas. Berbeda dengan LRT ataupun Monorail, KTM Komuter ini memiliki selang waktu yang lebih lama antara kereta satu dengan kereta selanjutnya. Meski begitu jadwal keberangkatannya bisa dipantau melalui Google Maps jadi bagi yang bosan menunggu dengan hanya duduk-duduk bisa berkeliling sebentar di dalam KL Sentral dengan tetap memperhatikan waktu supaya tidak ketinggalan kereta.
Begitu kereta sudah datang dan akan berhenti kami langsung merapat di dekat kereta dengan tidak menghalangi para penumpang yang akan keluar, ini kami lakukan supaya tidak tertinggal pada saat akan masuk ke dalam gerbong karena kurang mengertinya lama waktu yang diberikan untuk para calon penumpang masuk ke dalam. Karena Batu Caves merupakan stasiun terakhir sehingga kami tidak perlu repot-repot menghitung sudah berapa stasiun yang telah dilewati. Pada saat menggunakan LRT ataupun Monorail sebetulnya tidak menghitung berapa banyak stasiun yang akan dilewati juga tidak masalah, karena di dalam setiap gerbong sudah ada petunjuknya berupa peta rute dari stasiun awal sampai stasiun paling akhir. Untuk stasiun yang sudah dilewati pada rutenya akan menyala lampu berwarna merah dan yang masih sedang dituju akan berkedip-kedip lampu di stasiunnya, selain itu biasanya di dalam kereta juga akan diinformasikan stasiun selanjutnya melalui pengeras suara. Perjalanan dari KL Sentral menuju Ke Batu Caves diperkirakan akan memakan waktu sekitar 30 menitan. Mengingat waktu yang diperlukan menuju ke sana agak lama, dibandingkan dengan objek wisata lainnya yang ada di sekitaran Kuala Lumpur memang Batu Caves ini merupakan salah satu yang lokasi yang agak jauh. Biasanya untuk yang berkeliling Kuala Lumpur dengan menyewa mobil, Batu Caves dijadikan tempat mampir sebentar sebelum melanjutkan perjalanan ke Genting. Aku sendiri belum pernah coba cara ini karena harga sewa mobilnya yang lumayan mahal yang selisihnya bisa berpuluh bahkan ratusan kali lipat hoho. Untungnya transportasi murah yang bisa digunakan menuju ke Batu Caves ini beroperasi setiap kurang lebih 1 jam yang dimana berbeda dengan Colmar Tropicale yang tiket Shuttle-nya kami beli tadi, yang dalam satu hari hanya beroperasi beberapa kali.
KTM Komuter ini kini telah melewati Stasiun Taman Wahyu yang berarti beberapa menit lagi akan sampai di stasiun yang sudah kami tunggu-tunggu. Karena sudah tahu di Stasiun Batu Caves nanti kereta biasanya berhenti agak lama maka kami tidak terburu-buru beranjak dari tempat duduk, baru setelah ada informasi dari pengeras suara yang menandakan kereta akan segera sampai barulah kami mulai bersiap-siap. Begitu kereta sudah sampai di Stasiun Batu Caves dan menghentikan lajunya dengan dibarengi membukanya pintu-pintu di setiap gerbongnya membuat para penumpang yang berada di dalam kemudian berhamburan keluar. Meski ini merupakan stasiun paling ujung tak menjadikannya menyisakan sedikit penumpang, terlihat dari pada saat berbondong-bondong berjalan menaiki tangga yang cukup lebar tampak penuh sekali hingga perlu berjalan dengan berbaris antri. Padahal pada saat masih di dalam kereta di gerbong tempat aku duduk tadi tidak begitu banyak orang, atau mungkin karena keretanya terdiri dari banyak gerbong sehingga posisi penumpang di dalam menyebar baru kemudian setelah mulai keluar dari kereta terlihatlah total jumlah aslinya.
Dari tangga yang dinaiki ini, kami kemudian turun pada sisi tangga yang lain, tak lupa sebelumnya kami perlu memasukkan koinnya terlebih dahulu supaya pintu pembatas yang di lantai atas menjadi terbuka. Setelahnya Mas Hendra dan aku berjalan ke arah kanan mengikuti jalan. Tak jauh dari tangga yang barusan kami turuni tadi di sisi kanan kiri jalan banyak yang berjalan, dari mulai cindera mara khas Malaysia, makanan, sampai dengan minuman. Karena tidak ada niatan untuk membeli sehingga membuat langkah kami tak terhenti oleh dagangan mereka, kami tetap berjalan supaya segera sampai di lokasi wisatanya. Jika datang pada momen yang tepat maka teman-teman akan diperlihatkan para kawanan monyet yang berkeliaran di sekitaran jalan dengan segala tingkah uniknya, ada yang berjalan tak tentu tanpa arah, memakan makanan sisa yang tidak tahu darimana asalnya atau siapa pemberinya, makan pisang juga, dan ada yang serius sekali mencari kenikmatan dari kelapa muda yang padahal sudah tidak ada lagi airnya. Setelah beberapa ratus meter berjalan yang tinggal sedikit lagi sampai di lokasinya langkahku terhenti sebentar, bukan karena kelelahan tetapi melainkan ada objek yang mungkin tidak semua menganggapnya cantik ataupun indah tetapi tidak tahu kenapa membuatku merasa tertarik untuk mengabadikannya melalui kamera HP milik Mas Hendra. Baru kemudian kami kembali jalan yang hanya beberapa meter saja tampak di sisi sebelah kiri sebuah halaman luas dengan berdiri gagah dan menjulang di ujung sebuah Patung Dewa Murugan berwarna kuning keemasan serta 272 anak tangga berwarna-warni yang tak kalah menjulangnya sebagai pengantar menuju ke sebuah goa. Tak hanya dipenuhi oleh manusia yang tampak bergaya menghadap kamera untuk mendapatkan foto dengan latar belakang Patung tinggi serta tangga panjangnya, halaman luas ini juga dihinggapi banyak sekali burung perkutut. Berfoto bersama mereka pun juga sangat bisa, tetapi ada yang perlu dipersiapkan sebelumnya yaitu jagung sebagai umpannya. Tentu akan sangat jarang sekali yang sudah meniatkan diri dari rumah akan memberi makan burung-burung ini, yang sedang barang bawaan saja kadang ada yang terselip lupa tidak dibawa. Untuk itu di sini sudah ada yang menyediakan jagungnya yang bisa didapatkan dengan cukup membayar 1 atau 2 ringgit saja, aku sendiri belum pernah mencoba membelinya. Jagung 1 plastik yang didapatkan tersebut tinggal diberikan kepada burung-burung itu, bisa dengan cara ditaburkan ke halaman atau diletakkan di telapak tangan dengan posisi menadah tergantung mana yang menjadi gaya favorit atau selera.
Meski siang ini suasana di Batu Caves cukup panas sekali tetapi tak membuat kami menepi karena tidak mau ketinggalan mengabadikan momen-momen dengan berfoto yang aku dan Mas Hendra saling bergantian. Dengan tanpa membeli jagung atau menghampiri burung-burung, kami berdua hanya mengandalkan pose tunggal dengan pemanis latar belakang yang kemudian lama-lama menjadi bingung karena kehabisan ide untuk mau menambah pose yang bagaimana. Pada posisi Mas Hendra yang sudah lama tidak kemari sehingga mungkin ingin tahu bagaimana kondisi terbarunya, setelah aktifitas berfoto sudah selesai tiba-tiba diajaklah aku untuk masuk ke dalam goa. Selain sudah bosan karena terakhir masuk masih sekitar 1 tahun yang lalu dan tidak ada yang berubah kecuali proses pembaruan yaitu dicat beberapa jenis warna di beberapa bagian bangunan yang ada di dalamnya, melihat ratusan anak tangga yang perlu aku naik dan turunilah yang juga membuatku tidak ingin lagi masuk ke dalam goa sebetulnya. Sudah cuacanya sekarang ini sangat panas ditambah harus menaiki ratusan anak tangga, bisa dibayangkan akan seperti apa muka-muka lelah dan keringat yang akan keluar nantinya. Aku mencoba menjelaskan kepada Mas Hendra bahwa tak ada yang berubah di dalam sana, namun karena rasa penasarannya yang sudah tinggi sehingga tetap kukuh mengajakku. Aku yang tidak mungkin meninggalkannya sendirian bukan karena demi persahabatan tetapi daripada nanti simpangan lalu cari-carian pun juga ngapain di bawah sendirian hehe, yasudahlah akhirnya kami berdua naik ke atas sana.
Kaki mulai melangkah mendekat ke gapura tempat masuk ke area tangga. Disini terdapat persewaan kain sarung yang disediakan untuk para pengunjung yang akan masuk ke dalam goa tetapi mengenakan bawahan di atas lutut. Karena salah satu dari kami tak ada yang bermasalah mengenai ini, kami tetap melanjutkan berjalan dan mulai menaiki satu demi satu anak tangga yang jarak satu dengan yang lainnya agak tinggi yang sehingga tenaga yang dikeluarkan selain untuk menaiki anak tangga yang jumlah mencapai ratusan tersebut juga untuk mengangkat kaki di setiap kenaikannya. Tentu kami terlebih aku pribadi tidak bisa melewati keseluruhan anak tangga dalam satu tarikan nafas, dalam setiap beberapa kenaikan yang tidak pernah pasti kelipatannya kami berhenti sejenak dengan berdiri bersandar sambil mengatur nafas baru kemudian perjalanan kembali dilanjutkan. Cukup santai memang gaya kami dalam menaiki tangga-tangga ini. Lelah demi lelah kami rasakan dan nikmati sampai pada akhirnya sampai juga di anak tangga terakhir yang berarti kami sudah berada di area pintu masuk goanya. Tidak ada biaya yang dikenakan untuk masak ke dalamnya, termasuk juga tak ada pelarangan bagi pengunjung dengan kriteria tertentu. Kurang mengerti bagaimana peringatan untuk wanita yang sedang berhalangan boleh atau tidaknya masuk, tetapi perkiraanku masih tetap diperbolehkan. Tak berlama-lama di depan goa, Mas Hendra dan aku langsung berjalan masuk ke dalam goa. Tidak banyak aktifitas yang bisa dilakukan selain jalan berkeliling, berfoto, mengambil gambar, serta duduk-duduk seperti yang aku lakukan sekarang setelah barusan berjalan sampai ke dalam sini kemudian melihat ada bangku panjang tak terduduki dan hanya tersisa 1 karena jumlahnya yang memang tidak banyak sekitar 2, 3, atau 4an lah.
Belum bisa merasa lega karena belum mengelilingi sepenuhnya, Mas Hendra kembali mengajakku naik tangga lagi untuk masuk lebih ke dalam. Karena sudah sedikit kelihatan bagaimana di dalamnya yang sepertinya juga masih tetap sama dan karena juga sudah agak lelah setelah menaiki ratusan anak tangga tadi yang sudah seperti olahraga Treatmill dibarengi dengan sauna, kali ini aku lebih memilih untuk tetap duduk sembari menunggu apabila Mas Hendra jadi naik. Belum juga menyerah akhirnya Mas Hendra benar-benar naik ke sana sendiri sementara aku duduk santai mengeringkan keringat yang sudah bercucuran keluar sembari memperhatikan pengunjung lalu lalang lewat, yang sebetulnya juga sekalian cuci mata hehe. Selang beberapa menit kemudian yang tak begitu lama Mas Hendra turun kembali menuju ke tempat aku duduk yang belum beranjak juga dari tadi, bertanyalah aku spontan
Aku: "Kok sudah balik mas?"
Mas Hendra: "Iya gak ada apa-apa mar."
Aku: Ya kan memang gak ada apa-apa mas (Dengan sedikit ketawa kecil)."
Tetapi dengan begini setidaknya rasa penasarannya Mas Hendra terbayar sudah. Dan karena disini berlama-lama juga mau melakukan apa, Mas Hendra yang tanpa duduk istirahat sebentar langsung mengajak kembali turun ke bawah. Untung setidaknya aku sudah beberapa menit memulihkan kembali tenaga jadi langsung jalan sekarang pun juga tidak masalah hehe. Beranjaklah aku dari tempat dudukku untuk mulai pergi. Sebelum jalan menuruni tangga, Mas Hendra sempat berhenti sebentar di depan goa di tempat penjual cindera mata, dan setelahnya kami mulai menuruni satu demi satu anak tangga dengan Mas Hendra tetap dengan tangan kosong karena tidak mendapatkan cindera mata yang diinginkannya. Meski tidak turun yang langsung sampai ke bawah dalam satu ritme sekali jalan, tetapi untuk perjalanan menuruni tangga-tangga ini kami hanya berhenti beberapa kali yang tidak sebanyak dengan pada saat naik tadi.
Begitu sudah sampai di bawah, bukan malah merasakan lelah tetapi kami malah kembali berfoto lagi setelah mata Mas Hendra tertuju pada serambi tempat ibadah yang dicat beraneka ragam warna dan kemudian terpikir untuk menjadikannya latar belakang untuk diambil gambar yang kebetulan sedang sepi. Aku fotokan Mas Hendra lebih dulu di area ini. Sayangnya pada saat tiba giliranku untuk diambil gambarnya mulai ada yang tiba-tiba datang untuk melakukan hal yang sama, kami biarkanlah mereka untuk lebih dulu berfoto supaya segera pergi dan kami bisa lebih puas mengatur bagaimana bagusnya. Yang kami lakukan sembari menunggu mereka adalah berfoto menggunakan latar belakang Patung Dewa Murugan kembali tetapi dari sisi agak samping atau serong dengan menggunakan kamera depan yang HP-nya kami letakkan di antara celah-celah serambinya. Karena tak kunjung kembali sepi dan juga posisi yang sudah cukup lelah sehingga mungkin sudah hilang hasrat untuk tetap menunggu di sini maka kami putuskan untuk pergi dan berjalan ke seberang membeli minum karena sudah mulai kehausan, meski sebetulnya agak ragu untuk membeli sesuatu yang masih di area tempat wisata melihat pengalaman di beberapa tempat wisata di Indonesia kadang harganya bisa menjadi mahal. Tetapi Mas Hendra tetap mengajak untuk membeli disana, aku pikir yasudah anggap saja untuk tahu bagaimana dengan harga minuman di Batu Caves. Begitu sudah dibeli kelapa muda untuk Mas Hendra dan aku yang hanya memilih air mineral botol berukuran sedang ternyata harga masing-masingnya tidak sampai yang mencekik kami sebagai pembeli hehe, meski memang tentu ada perbedaan harga dengan yang anggaplah seperti di Seven Eleven tetapi tidak begitu banyak selisihnya.
Karena sudah terbiasa di rumah minum air putih menggunakan gelas besar dan bisa habis dalam sekali minum jadi untuk ukuran botol yang berukuran sedang seperti sekarang ini tentu cepat saja aku menghabiskannya, apalagi melihat cuaca siang ini yang cukup panas sehingga membuat kami terlebih aku menjadi dehidrasi. Untuk kali ini, kami tidak terlalu terburu-buru segera pergi dengan masih santai duduk-duduk di sini. Melihat air minumku yang sudah lebih dulu habis hanya berselang yang tidak sampai beberapa menit, Mas Hendra kemudian menawariku untuk membeli sesuatu lagi supaya tidak basah sebelah di meja. Pikiranku kemudian tertuju kepada Es Campur yang sedari tadi sering aku pandangi. Yang paling membuatku penasaran bukan soal kesegerannya yang pas untuk diminum pada saat cuaca seperti sekarang, tetapi karena tulisan harganya yang tertera yaitu hanya "RM 5". Menurutku cukup murah karena beberapa referensi yang pernah aku baca untuk semangkuk Es Cendol Durian di Malaysia rata-rata harganya sekitar RM 10, walaupun memang berbeda menu tetapi aku pikir masih 1 kelompok minuman berat makanya aku kemudian putuskan untuk memilih minuman tersebut. Sebelum beranjak memesan Es Campurnya, aku izin dulu ke Mas Hendra untuk kembali memastikan bagaimananya,
Aku: "Mas aku beli itu ya?"
Mas Hendra: "Iya, beli aja."
Selesai memesan aku kembali ke tempat dudukku untuk menunggu sebentar karena masih dibuatkan oleh penjualnya hingga beberapa menit kemudian pesananku diantar ke meja. Kesan pertama melihat melihat Es Campur yang telah dihidangkan ini adalah berbeda cara penyajiannya seperti yang aku pernah tahu atau beli di Surabaya yaitu bukan menggunakan mangkok tetapi diganti dengan gelas tentu pengaruhnya adalah porsinya yang menjadi tidak begitu banyak, selain itu pada isi di dalamnya ada tambahan kacang dan jagung yang biasanya digunakan pada jajanan Jasuke.
Selesai mengamati tampilannya kini aku mulai mencicipi bagaimana rasa dari Es Campur ini. Dan rasanya adalah sungguh... sangat aneh, sulit lidahku untuk bisa menyesuaikan rasa dari campuran isi yang telah dimasukkan ke dalam gelas ini seperti tidak menyatu sama sekali. Bila boleh memilih, aku sebetulnya ingin tidak melanjutkan meminumnya dengan kondisi yang masih aku cicipi beberapa tetapi aku merasa tidak enak karena aku sendiri yang memilih tentu tidak mungkin aku membiarkannya begitu saja apalagi membelinya juga menggunakan uangnya Mas Hendra. Yang aku lakukan kemudian supaya tetap bisa menghabiskannya tanpa terasa di lidah adalah meminumnya dengan ritme yang sedikit agak cepat sehingga hanya ada sedikit jeda untuk aku menikmati dengan lidah, selebihnya langsung aku telan. Mas Hendra sampai penasaran dengan cara minumku yang tak seperti biasanya.
Mas Hendra: "Buru-buru amat itu minummu kayak dikejar apa aja?"
Umar: "Enggak mas hehe."
Untungnya percakapannya selesai sampai di situ sehingga masih belum tahu maksud dari keanehanku. Hanya saja apabila cerita pada bagian ini dibaca olehnya, mungkin akan jadi teringat kembali kejadiannya dan akhirnya tahu alasanku melakukan hal tersebut hehe. Perlu diketahui bahwa karena makanan dan minuman adalah soal selera maka disini aku bukan berarti tidak merekomendasikan untuk mencicipi Es Campur di sini, bagi yang ingin sekali mencobanya tentu masih sangat diperbolehkan. Apalagi begitu sudah mencicipi ternyata punya penilaian yang berbeda, justru aku mengharapkan yang demikian sehingga akan ada banyak referensi mengenai soal bagaimana rasanya. Dan bagi yang sudah atau akhirnya pernah mencicipi boleh menuliskan pendapatnya di kolom komentar yang ada di bawah.
Setelah habis minuman yang masing-masing kami beli dan sempat bersantai sebentar kembali dilanjutkanlah perjalanan kemudian. Tetapi sebelumnya, aku membeli lagi air mineral berukuran sedang untuk Mas Hendra dan yang berukuran besar untukku sebagai bekal kami nanti di jalan. Baru kemudian kami pergi berjalan menuju ke Stasiun KTM tempat kami turun tadi. Untuk menuju kesana harusnya cukup mudah apabila masih ingat, tinggal mengikuti jalan yang tadi digunakan untuk berangkat. Setelah sampai di stasiun kami tinggal berjalan menaiki tangga. Oh iya, lantai atas tempat posisi kami berada sekarang ini adalah penghubung antara pintu masuk ke Stasiun dengan pintu keluarnya. Disini terdapat loket penjualan tiket KTM dan pembatas untuk masuk dan keluarnya para calon atau penumpang. Karena tiket yang berbentuk Chip ini telah kami beli tadi sebelum turun menuju ke Batu Caves sehingga tinggal kami Scan pada layar pembatas untuk membuka pintunya, baru kemudian jalan menuruni tangga untuk menuju ke area tunggu. Perlu diingat bahwa pastikan sudah tahu di jalur yang mana kereta nantinya akan berhenti karena ada 2 tangga yang masing-masing menuju ke jalur yang berbeda seperti kami yang juga sempat bingung untuk turun melalui tangga yang mana yang untungnya ada petugas yang sepertinya memang berjaga di area, bertanyalah aku kemudian ke beliaunya dan kemudian ditunjukkanlah untuk turun melalui tangga yang mana. Karena begitu sampai di bawah ternyata keretanya sudah datang, maka kami tak perlu lagi duduk menunggu di area tunggu. Kami langsung masuk ke dalam kereta dan menempati salah satu tempat duduk yang masih sangat banyak sekali yang tersedia. Sepertinya kereta datangnya ini baru saja sehingga di dalam masih tampak sepi. Berbeda dengan di stasiun lainnya, di Stasiun Batu Caves ini biasanya KTM Komuter berhenti agak sedikit lama entah apakah karena di sini biasanya banyak sekali penumpang yang akan naik atau untuk mendinginkan mesinnya dulu sebentar. Sedikit demi sedikit penumpang mulai berdatangan masuk ke dalam gerbong sehingga yang tadinya kereta tampak sepi sekarang sudah mulai terisi. Selang beberapa menit dari sejak berhenti tadi atau memang sudah ada jadwal keberangkatannya, pintu tiap-tiap gerbong mulai menutup otomatis yang berarti kereta siap untuk kembali beroperasi. Aku yang ingin menikmati pemandangan dari dari dalam kereta, baik pemandangan di luar ataupun pemandangan penumpang kereta yang banyak bule-bule cantiknya membuatku menghentikan sejenak aktifitas menulisku, maka ceritanya akan aku lanjutkan lagi nanti.
Bersambung...
*Dokumentasi lainnya di bawah:
Dari 1-10, berapakah nilai yang pas untuk hasil jepretanku?
Untuk bisa mendapatkan hasil gambar seperti ini butuh perjuangan yang tidak mudah, harus pinjam HP dulu misalnya hoho
Boleh ngomong tinggi tapi gak boleh ngomong tinggi-tinggi, gak malu apa sama Patung Dewa di sana
.
#umarilahjalan ~
Komentar
Posting Komentar