[Kuala Lumpur 5.1] KE KL LAGI, NAIK AIRASIA LAGI


Setelah menyempatkan tidur selama 1jam-an karena ngantuk yang sudah tak tertahankan, sekitar pukul 01.30 Mas Hendra membangunkanku. Meski kondisi mata belum cukup puas dengan istirahatnya aku harus segera beranjak dari kasur, mengingat waktu cek-in penerbangan kami yang tinggal setengah jam lagi (Untuk amannya yaitu 3 jam sebelum waktu keberangkatan) tetapi belum bisa langsung berangkat menuju bandara karena ada masalah pada berat barang bawaan yang akan kami bawa, karena AirAsia sebagai maskapai yang akan kami gunakan sejak 2 tahun ke belakang sedang perketat penerapan kebijakan barang bawaan yang boleh dibawa ke kabin yaitu 2 tas dengan maksimal berat keduanya adalah 7kg, sedang barang bawaan masing-masing kami sepertinya lebih. Beranjak dari kasur mau juga mengurusi tetapi Mas Hendra menyuruhku terlebih dahulu mandi. Sempat menolak selain malas karena air yang masih terasa sangat dingin di jam-jam segini juga waktu yang sudah mepet. Dengan sedikit terpaksa akhirnya aku mandi, ya walaupun setelah selesainya badan jadi sedikit seger sih. Sedikit loh ya tapi, ngantuknya juga sedikit masih hehe.

Saat memutuskan untuk akan mandi aku berfikir mungkin Mas Hendra sudah tidak ingin mempermasalahkan masalah barang bawaan dengan kesadaran akan membeli bagasi karena dibawa ke kabin semua rasanya juga sudah tidak mungkin, walaupun aku berfikir juga dengan keraguan Apa iya? Karena beberapa hari sebelumnya aku diminta tolong untuk membeli timbangan digital portable untuk memastikan bahwa barang bawaan kami sesuai dengan kebijakan aturan bagasi kabin. Setelah aku keluar kamar mandi terlihat Mas Hendra sedang menimbangi barang bawaannya yang ternyata 1 koper yang dibawa beratnya sudah 7kg-an. Aku menyarankan untuk lebih baik langsung ambil bagasi saja di Konter Cek-in dengan membayar Rp 400.000 daripada mencoba gambling dibawa ke kabin kemudian ketika ditimbang petugas AirAsia yang siaga dekat area gate beratnya melebihi aturan yang sudah ditentukan maka akan dikenakan biaya bagasi 2x lipat dari harga di Konter yaitu senilai Rp 800.000, karena mengurangi isi sekarang ini juga sudah tidak mungkin lagi. Tetapi ternyata Mas Hendra kekeh bahwa aturan bagasi kabin 7kg itu untuk per itemnya yang padahal sudah aku coba jelaskan sepengalamanku menggunakan AirAsia beberapa bulan lalu, sempat sedikit berdebat tapi akhirnya aku mencoba mengalah daripada tidak ketemu ujungnya.

Jam sudah menunjukkan pukul 02.10, kami harus segera bergegas pergi ke bandara. Dari HP yang layarnya retak dan ada sedikit layar sentuhnya yang tidak berfungsi, aku memesan mobil menggunakan aplikasi Go-Car. Untungnya masih ada Driver yang beroperasi di jam-jam dini hari sehingga dengan cepat sistem bisa memberikan Driver untuk kami. Tak hanya itu, yang buat aku cukup lega adalah tidak adanya drama si Driver menolak pesanan kami, karena aku sendiri sudah sedikit kesal dengan drama masalah nasib barang bawaan ini hoho. Beberapa menit kemudian muncul notifikasi bahwa Driver sebentar lagi akan sampai di lokasi. Mas Hendra dan aku segera turun membawa semua barang bawaan karena akan cek-out kamar sekalian. Oh iya sehari sebelum hari keberangkatan, Mas Hendra yang pada waktu itu juga baru sampai di Surabaya memilih menginap di Airy Syariah Bandara Juanda yang lokasinya masih di sekitaran Terminal 1 Bandara Domestik Juanda, pun untuk menuju ke Terminal 2 hanya memerlukan waktu 10menitan. Jadilah ceritanya aku ikut menumpang istirahat di kamarnya hehe. Karena memang sudah diatur begitu supaya tidak saling menunggu, jadi berangkatnya bisa barengan. Juga lebih efisien waktu untuk menuju ke bandara.

Mobil sudah tiba dan kami jalan keluar untuk memasukkan barang-barang ke bagasi belakang, dan sisanya kami bawa ke kursi penumpang. Barang-barang yang kami bawa sebetulnya tidak terlalu banyak untuk ukuran sebuah perjalanan selama 14 harian. Dari Mas Hendra yang membawa 1 buah koper & ransel, dan aku yang hanya 1 tas jinjing kemudian 1 lagi tas ransel juga. Tepat sesuai dengan perkiraan mobil telah mengantar kami sampai di area penurunan penumpang Terminal 2. Begitu kami akan masuk pintu masih tertutup, tentulah kami belum bisa cek-in langsung. Karena kursi-kursi yang tersedia di luar sudah penuh dengan para calon penumpang yang nampaknya banyak yang disini bermalam, terpaksa akhirnya kami ngemper dengan duduk di bawah dan bersandar pada tiang besar atau pondasi seperti gapura sebagai pembatas antara area penumpang dengan area penurunan atau penjemputan. Saat sedang mengatur bukti tiket dan itinerary yang sudah tersimpan dalam HP untuk berjaga-jaga siapa tahu nanti ditanyai oleh petugas imigrasi tiba-tiba seorang bapak yang dari tadi ngemper juga di sebelahku menyapaku, dengan basa-basi tanya mau kemana dan dalam rangka apa kesana. Dengan mencoba untuk ramah tanpa ada rasa curiga aku menjawab bahwa kami mau ke Malaysia dalam rangka cuma liburan. Si Bapak yang aku belum sempat tanya namanya ini (Penyakit tiap ketemu orang baru) aku tanya balik "Kalau bapaknya mau pergi kemana?". Kemudian berceritalah si bapak ini mengenai kejadian yang telah dialaminya, bahwa si bapak ini baru saja berhasil dipulangkan oleh temannya ke Indonesia setelah selama beberapa bulan harus berada dalam tahanan setelah ditangkap kepolisian Malaysia karena termasuk salah satu dari sekian banyak pekerja disana yang statusnya ilegal. Setelah beberapa tahun harus kucing-kucingan saat bekerja karena bisa sewaktu-waktu disidak oleh kepolisian disana, akhirnya pada suatu waktu saat tengah malam, polisi berhasil menangkap si bapak bersama beberapa temannya saat tengah beristirahat di kontrakannya.

Aku rasa si bapak juga punya alasan tersendiri kenapa akhirnya memilih jalan menjadi seorang TKI Ilegal pada waktu itu meski aku belum mengetahui pasti karena tidak berani menanyakan kepada si bapak melihat kondisinya yang membuat sedikit haru dan sedih dalam batin, dimana si bapak mendarat di Terminal 2 Bandara Internasional Juanda dengan hanya membawa 1 kantong kresek dilipat yang entah ada isi apa di dalamnya (Kalau dilihat dari lipatan kreseknya, isi di dalamnya perkiraanku adalah 1 pakaian ganti) dan satu 1 buah Handphone jadul yang sempat digunakan untuk menghubungi keluarganya tetapi tak juga ada jawaban. Karena mungkin sudah sangat kebingungan dengan kondisi tak sepeserpun ada uang di tangan, si bapak dengan nada sopan dan halus menanyakan padaku apakah ada uang lebih Rp 20.000 yang akan digunakan untuk beli minum nanti pada saat jalan kaki mulai terasa pegal atau tambahan biaya naik bis jika ada yang lewat. Cukup nekat apa yang akan dilakukan si bapak ini jika tak kunjung ada jawaban juga dari keluarga yaitu pulang ke tempat tinggalnya yang berada di daerah Banyuwangi dengan jalan kaki. Meski perjalanan ini dalam rangka liburan tetapi kondisiku pada waktu itu juga sama dengan si bapak, sama sekali tidak memegang uang. Akan banyak sekali yang tidak percaya jika liburan dengan tanpa ada uang yang dibawa, ya tetapi memang begitu adanya karena perjalanan pada waktu itu disupport penuh oleh Mas Hendra. Akan aku jelaskan nanti mengenai bagaimana Mas Hendra membiayai penuh perjalanan selama 14 hari.

Rasa iba ku benar-benar tak tertahankan melihat si bapak hingga akhirnya aku mencoba memberanikan diri meminta ke Mas Hendra sesuai nominal yang tadi dibutuhkan meski sebetulnya sungkan karena yang ada dalam pikiran adalah kalau memang tidak ada kenapa bilang tidak ada saja, kenapa malah dilimpahkan ke orang. Sayangnya Mas Hendra tak bisa memberikan karena mungkin ragu antara apakah orang ini benar membutuhkan atau sebenarnya sedang melakukan penipuan. Tidak ada yang salah dengan yang dilakukan Mas Hendra, begitu pun aku tak memaksa atau memastikan supaya mau memberikan sebagian uangnya. Dengan sedikit rasa malu dan mengawali dengan kata maaf aku harus mengatakan kepada si bapak bahwa tidak ada uang yang bisa kami berikan. Tak lama setelah selesai percakapan kami, si bapak kemudian beranjak dari tempatnya dan berjalan menjauh dari bandara seolah ia benar-benar pulang dengan jalan kaki sesuai dengan yang dikatakan sebelumnya.

Waktu menunjukkan tepat pukul 03.00, orang-orang sudah mulai berbaris antri karena pintu bandara akan dibuka. Kami berdua memilih untuk tidak beranjak dari tempat menunggu pintu benar-benar dibuka. Setelah barisan sudah agak longgar baru lah kami gabung masuk ke dalam antrian untuk pengecekan mesin barang bawaan sekaligus masuk ke dalam bandara. Beberapa meter setelah area pengecekan isi barang bawaan ada beberapa petugas bandara yang akan mengecek paspor dan bukti pemesanan tiket sebelum masuk ke area cek-in. Karena Mas Hendra memutuskan untuk tidak perlu membeli bagasi maka saat sudah berada di area cek-in aku cetak sendiri Boarding pass kami melalui mesin-mesin yang sudah disediakan. Ini merupakan salah satu kemudahan yang diberikan oleh maskapai AirAsia supaya tidak perlu lagi repot antri memanjang di Konter Cek-in. Setelah semua Boarding pass tercetak dan akan naik ke lantai 2 untuk menuju area imigrasi, aku mencoba memastikan Mas Hendra kembali apakah sudah yakin untuk tidak menggunakan bagasi, dengan pertimbangan resiko siap bayar 2x lipat apabila kedapatan membawa muatan berlebih saat dilakukan pengecekan nanti. Tetiba bingung dia nya hoho dan meminta tolong ku untuk menanyakan salah satu petugas di area cek-in. Saat tak sengaja menoleh terlihat ada petugas AirAsia yang sepertinya sedang berjaga di area Mesin Self Check-in untuk membantu calon penumpang yang bingung atau kesulitan, bertanyalah aku padanya mengenai kebijakan aturan barang bawaan yang bisa dibawa ke kabin. Respon Mas Hendra setelah tahu jawaban si petugas yang ternyata sama dengan apa yang sudah pernah aku jelaskan sebelumnya adalah "Harusnya tadi jangan ditanyakan ke petugasnya, pasti orangnya ya meng iya kan." Njir, jadinya kebalik malah aku yang bingung sekarang ini hehe.

Lagi-lagi karena aku tak ingin memaksa meski sudah berusaha memberikan solusi yang terbaik sesuai dengan apa yang pernah aku alami, jadinya aku kembalikan lagi ke Mas Hendra untuk akhirnya akan memutuskan mengambil pilihan yang mana. Selang beberapa menit setelah mungkin berfikir bagaimana baiknya (Walaupun sebetulnya agak bikin deg-degan juga karena yang harusnya sudah bisa jalan ke atas lanjut ke step-step berikutnya tetapi ini masih berkutat di area cek-in sedang waktu terus berjalan) akhirnya terlontar juga sebuah jawaban dari Mas Hendra, tapi tapi tapi... bukannya memilih salah satu dari dua pilihan melainkan muncul sebuah jawaban yang sifatnya masih menggantung. "Coba kamu tanyakan berapa harga bagasi." Tanpa berlama-lama aku langsung masuk ke dalam antrian di Konter Cek-in bersamaan dengan penumpang lainnya yang juga sedang mengurus bagasi, bedanya mereka sudah pasti.

Setelah harus menunggu 2-3an penumpang tiba lah giliranku. Aku tanyakan kepada mas yang sedang menangani di Konter mengenai harganya dan kemudian mas tersebut dengan ramah menjelaskan bahwa untuk harga bagasi adalah Rp 400.000. Setelah mendapatkan informasi mengenai harganya percakapan tidak berhenti begitu saja, mumpung masih disana aku tanyakan kembali mengenai kebijakan aturan bagasi kabin dengan kemudian mengarah ke pertanyaan lalu bagaimana dengan barang bawaan kami. Setelah dicek menggunakan timbangan digital yang berada di samping kiri mas nya ternyata memang barang bawaan kami harus ada yang masuk ke dalam bagasi. Tapi lagi-lagi aku menanyakan kembali ke Mas Hendra mengenai bagaimananya. Akhirnya Mas Hendra bersedia untuk membayar senilai yang sudah diinformasikan yaitu Rp 400.000 meski aku tahu agak sedikit terpaksa dan keberatan karena biayanya yang terbilang lumayan hoho.

Urusan barang bawaan kini sudah teratasi, kami segera naik ke lantai 2 menuju area imigrasi. Untungnya antriannya cuma sedikit jadi tidak perlu menunggu lama untuk bisa kasih paspor ke petugasnya. Karena rute perjalanan kali ini bukan yang berangkat terus langsung pulang akhirnya terjadi percakapan yang agak panjang antara aku dengan petugas yang sedang berjaga (Sementara Mas Hendra tidak ditanya apa-apa) yang kurang lebihnya
Petugas Imigrasi (PI): "Balik Surabaya kapan?"
Aku (Me): "Tanggal 31."
PI: "Kok lama di Malaysia?"
Me: "Di Malaysia 5 hari, setelah itu ke Bangkok" Dengan PD-nya menambahkan "Terus pindah lagi ke tempat lainnya soalnya mau keliling 4 negara."
PI: "Kemana aja?"
Me: "Malaysia, Thailand, Vietnam, Singapura."
PI: "Berarti gak balik Indonesia?"
Me: "Balik, itu tanggal 31" Dalam hati bilang "Kan tadi sudah, khawatir amat dah bu, pacar saya aja perasaan gak gini-gini amat, soalnya memang gak punya sih hoho."
PI: "Ya berarti 5 kalau begitu." Dengan muka tanpa ekspresj
Me: "Oh iya." Dengan ketawa sedikit sambil batin "Gitu amat sampe dipermasalahkan ya, tenang bu sebagai warga negara yang baik saya tidak akan menyeleweng"
Iya informasi untuk teman-teman semuanya, memang pada saat ditanya oleh petugas imigrasi kita harus menjawabnya dengan yakin dan tidak berbelit-belit. Supaya mereka bisa kasih kita izin pergi, jadi PD dihadapan mereka tidak ada salahnya. Ini berlaku untuk semua petugas imigrasi di Bandara atau negara manapun. Setelah percakapan terakhir tadi kemudian terdengar suara "Jedak, jedak" tanda pasporku sudah dicap atau distempel, dan kemudian dikembalikan yang artinya kita dapat izin untuk pergi. Sebelum meninggalkan petugas imigrasi tak lupa aku selalu mengucapkan terimakasih karena sudah diizinkan untuk menikmati keindahan isi bumi.

Sekarang kami tinggal jalan menuju Gate sesuai dengan yang tertera pada Boarding pass untuk menunggu sampai waktu keberangkatan atau pesawat benar-benar siap digunakan untuk terbang, karena terkadang para penumpang harus rela mengalami keterlambatan keberangkatan. Seluruh calon penumpang pada semua maskapai termasuk kami akan dilewatkan sebuah tempat perbelanjaan bebas pajak yang ada di dalam bandara setelah melewati area imigrasi. Pada saat akan memasuki Boarding area Mas Hendra menghentikan langkahnya sambil menghadap ke belakang. Aku fikir kenapa, ternyata sedang memperhatikan Petugas AirAsia yang akan mengecek berat barang bawaan calon penumpang. Karena mungkin para calon penumpang sudah pada paham dengan kebijakan yang diberlakukan oleh maskapai AirAsia sehingga orang-orang yang lewat setelah kami tidak ada yang membawa barang bawaan dengan muatan berlebih, rata-rata hanya 1 buah tas ransel yang sudah dipikul di punggung, tak jarang juga yang hanya membawa 1 buah Waistbag yang diselempangkan dengan tas menghadap ke depan. Kedisiplinan orang-orang mengikuti aturan justru membuat Mas Hendra memunculkan persepsi yang berbeda terhadap petugas AirAsia yang saat itu sedang berjaga bahwa dikira tidak adanya dilakukan pengecekan dan merasa sedikit menyesal karena sudah mengeluarkan uang Rp 400.000. Padahal tas yang dibawa orang-orang ke kabin rata-rata hanya 1 buah itu pun secara wujud ukurannya tidak begitu besar sehingga petugas tidak perlu lagi repot mengeceki. Karena aku bingung bagaimana harus menanggapi, dengan sedikit kesal aku tanya begini "Kalau begitu kenapa tadi mas gak pilih dibawa kesini aja?" Mas Hendra kemudian diam. Tidak lama-lama disana akhirnya kami lanjut jalan lagi menuju Gate maskapai yang kami naiki. Kami cari tempat duduk yang kosong sambil menunggu pemberitahuan sudah diperbolehkannya para penumpang masuk ke dalam pesawat.

Tepat pukul 05.05 sesuai dengan jadwal, kami dan para penumpang dipanggili untuk kemudian diminta baris sesuai dengan pengelompokkan urutan nomor duduk yang sudah petugas bagi. Pengelompokkan seperti ini bertujuan untuk memudahkan para penumpang saat masuk ke dalam pesawat nanti. Para penumpang satu persatu dicek kecocokkan antara paspor dengan Boarding pass, setelahnya disobek sebagian Boarding passnya. Paspor dan sebagian Boarding pass yang sudah dikembalikan kepada pemiliknya diperkenankan turun ke bawah menuju Apron (Area untuk penumpang bisa naik dan turun dari pesawat). Penumpang yang akan masuk ke dalam pesawat sudah disambut di dekat pintu oleh pramugari atau Cabin Crew dengan sapaan selamat datang dan senyum ramahnya. Sudah berada di dalam aku langsung berjalan mencari nomor kursi yang akan aku duduki, karena pemesanan tiket kami pada waktu itu tidak bersamaan sehingga tempat duduk kami tidak bersebelahan. Posisi tempat duduk Mas Hendra berjarak 3 atau 4 baris dari tempatku. Sebelum pesawat jalan menuju area landasan pacu, Cabin Crew menghitung jumlah penumpang yang sudah duduk menempati kursi untuk memastikan tidak ada penumpang yang tertinggal. Ini bukan kali pertama aku menggunakan maskapai berslogan "Everyone can fly", beberapa kali dengan tujuan perjalanan yang sama yaitu Kuala Lumpur juga menggunakan AirAsia. Selain itu, aku juga cukup mengikuti perkembangannya. Dari mulai 2014 yang salah satu maskapainya sempat hilang kontak tetapi tidak butuh waktu lama untuk AirAsia bisa bangkit dan naik lagi namanya. Masalah kebijakan perketat aturan bagasi kabin maks. 7kg, sampai yang terakhir maskapainya tak lagi terdaftar di beberapa Online Travel Agents (OTA) yang tetapi sampai hari ini maskapai AirAsia masih mengudara dan banyak peminatnya. Iya aku tahu Maskapai yang satu ini sering memberikan harga murah, tapi rasanya jika tidak diimbangi dengan pelayanan terbaik dari mulai petugas yang ada di dalam bandara sampai dalam pesawat tak mungkin bisa tetap dijadikan sebagai maskapai Low-cost pilihan.

Kini Cabin Crew memperagakan penggunaan alat keselamatan penumpang yang artinya beberapa saat lagi pesawat akan lepas landas. Meski penggunaan alat keselamatan sudah ada di dalam buku petunjuk yang ada di depan kursi penumpang, tapi cobalah untuk meluangkan waktu memperhatikan para Cabin Crew yang sedang memperagakan penggunaan karena ini semua demi keselamatan bersama. Lama perjalanan dari Surabaya menuju Kuala Lumpur yaitu sekitar 2,5 jam. Dengan kondisi maskapai yang tidak memberikan fasilitas hiburan, waktu yang tidak sebentar ini cukup untuk digunakan istirahat. Apalagi seperti aku yang tadi malam hanya tidur 1jam-an, lumayan lah untuk mengisi daya tenaga hoho. Jadi aku lanjutkan nanti lagi ya ceritanya...

.
#umarilahjalan ~

Komentar