[Part 3.5] KINTAMANI, BATU VERSI BALI
Perjalanan berlanjut, dengan perkiraan waktu tempuh sekitar 1 jam 26 menit pada google maps nampaknya akan mengalami banyak perbedaan dengan lapangan. Padatnya kendaraan di beberapa titik jalan akan menjadi salah satu faktornya, ditambah kami harus berhenti sebentar di tengah perjalanan karena harus makan siang. Bukan pada tempat makan yang banyak wisatawan datang, tiba-tiba menepi saja saat menemukan yang juga tidak tahu itu sudah masuk di wilayah mana. Yang pasti searah dengan tujuan selanjutnya.
Dengan menu makan ayam geprek yang cara penyajiannya berbeda dengan pada umumnya, menu dari siapa atau resep darimana yang dijadikan patokan hoho. Memang secara komposisi sama, yang pasti ada ayamnya namanya saja sudah ayam geprek juga lengkap dengan sambelnya. Perbedaannya hanya pada ayamnya yang digeprek tanpa sambel, jadi penyajiannya adalah dipisah. Apakah sedang terjadi masalah atau kekerasan pada rumah tangga mereka berdua sehingga berpisah? Hoho. Jadi ini lebih seperti makan sambelan ayam tetapi menggunakan sambel matah. Tapi mau komposisi kayak apa juga tetep aku makan, karena kesini kan memang niatnya untuk makan bukan buat sidak standar penyajian hehe. Ditambah dengan jeruk hangat sebagai minumnya makan siang ini terasa lengkap sudah.
Makan siang selesai kami tak bisa lama-lama bersantai karena ada tempat wisata yang masih harus dikunjungi. Perjalanan dilanjutkan, dan ternyata kami masih harus menempuh perjalanan sekitar 1jam-an. Pak Ketut sendiri memang memberikan perkiraan waktu lebih kurang 2jam-an saat aku bertanya dalam posisi beberapa kilometer tidak jauh dari Bali Bidadari Batik tadi. Nah iya jika di part sebelum-sebelumnya aku pernah mengatakan kalau Pak Ketut ini orangnya sangat kalem dan pendiam yang akhirnya menimbulkan beberapa miskomunikasi, salah satunya adalah saat makan siang ini. Dimana pada saat di perjalanan Mbak Cici tiba-tiba chat di Whatsapp bahwa kami tidak bisa dapat makan siang karena memang tidak ada dalam paket. Lah disini aku menjadi bingung, jelas-jelas makan siang ada di dalam include-nya. Ditambah sinyal internet indosat yang tiba-tiba susah sekali pada posisi yang emergency, bagaimana tidak tambah naik ini emosi. Begitu dapat sinyal, langsung saja menghubungi via telepon whatsapp supaya segera mendapatkan kejelasan. Setelah ngobrol agak panjang, dan benar kesalahpahaman Pak Ketut yang membuat bingung kami berdua. Mbak Cici pikir saya minta untuk makan di Kintamani yang mana harga paket makanannya sangatlah berbeda yang padahal saya cuma pesan kepada Pak Ketut untuk makan siang dengan yang searah ke Kintamani dan pas sudah agak dekat saja karena semuanya belum begitu lapar bukannya malah di Kintamaninya. Lumayan agak jengkel juga sih apalagi begitu aku menoleh ke arahnya, Pak Ketut dengan wajah polosnya tetap nyetir sambil HP-an tanpa mengatakan sepatah kata
Oh iya gara-gara bilang Kintamani sekarang jadi pada tahu deh tujuan selanjutnya kemana hoho. Kintamani ini sendiri bisa dibilang berada di area dataran tinggi, terlihat dari udaranya yang berbeda dengan pusat kota. Disini udara dingin cukup menyelimuti, apalagi pada saat disana cuaca juga lagi hujan, mulai turun saat masih di perjalanan. Tak ada satu pun dari kami yang membawa payung atau jas hujan, apalagi jaket yang normalnya perlu untuk menghangatkan badan menghadapi dinginnya udara. Tetapi masak ya mau menyerah begitu saja. Begitu hujan agak reda, kami semua keluar dari mobil setelah beberapa menit menunggu.
Aku sendiri kurang begitu paham dengan konsep Kintamani yang kami datangi. Karena yang aku tahu dari Kintamani hanyalah pemakaman unik yang jenazahnya tidak dikubur yang tulang-tulang dibiarkan berserakan di sekitar dan dijadikan tontonan wisatawan. Ternyata tak sepenuhnya soal itu, Kintamani ini juga digunakan untuk melihat view Danau Batur dari ketinggian. Selain itu, hanya ada penjual cindera mata keliling yang cara jualannya memaksa wisatawan yang baru datang untuk membeli dagangannya. Dari yang mulai berjualan gantungan kunci, aksesoris, sampai kaos bergambarkan tentang Bali. Ini adalah tugas para suami atau laki-laki untuk menjaga istri atau pasangannya dari godaan cindera mata, jika tidak maka siap-siap untuk mengeluarkan uang untuk membeli barang dagangannya hoho. Katakan dengan tegas jika sedang tidak berminat supaya si penjual tidak lama-lama mengganggu dan pergi mencari calon pembeli yang baru.
Puas berfoto-foto ria dan nampaknya hujan deras mulai turun kembali, kami lari untuk segera masuk ke dalam mobil. Selain datang sebagai berkah, hujan kali ini menjadi salah satu pengontrol waktu kami, karena kalau tidak begini mungkin tak segera kembali yang mana Pak Ketut sendiri juga tidak pernah sekalipun mengingatkan kami untuk minimal memberitahu sampai jam berapa nanti sehingga setidaknya ada tolak ukur untuk kami. Ada bagusnya memang dengan diberinya kebebasan, tetapi jika ada tempat yang nantinya ter-skip karena waktu yang terbuang kan jadinya juga percuma. Di tengah-tengah hujan yang masih cukup deras kami melanjutkan lagi perjalanan karena masih ada 1 tempat lagi yang harus dikunjungi sebelum balik ke hotel. Kemana kah tempat selanjutnya? Tunggu saja di cerita selanjutnya!
Bersambung...
*Dokumentasi lainnya di bawah:
Soal hati siapa yang tahu? Aku tahu, tuh disitu!
(Kintamani)
Tak senggo temanten anyar (Bagaikan pengantin baru) - Lir Ilir
(View Kintamani)
#umarilahjalan
Komentar
Posting Komentar