[Kuala Lumpur 5.18] KETINGGALAN BUS DI DATARAN MERDEKA
![]() |
[Kuala Lumpur 5.18] Ketinggalan Bus di Dataran Merdeka |
Merupakan sebuah pengalaman baru, berjalan di siang hari dengan jarak yang lumayan agak jauh. Memang belum sampai yang 1000m hanya baru sekitar 850, tetapi seandainya berjalan sendiri kemungkinan lumayan terasa juga capenya. Dari banyaknya rute yang tersedia untuk bisa sampai ke Dataran Merdeka, jalur yang aku ketahui baru satu yaitu rute yang melewati depan Stasiun Masjid Jamek dan juga halaman depan Masjidnya yang posisinya berada tepat di samping stasiun. Ada 2 jalan yang bisa digunakan begitu sudah berada di halaman depan, yang pertama bisa melalui jalan kecil yang ada di sisi sebelah kiri bagian luar masjid atau menggunakan pilihan yang kedua dengan berjalan melewati trotoar jalan besar seperti yang sekarang sedang kami lakukan. Pertimbangan pemilihan kami pada jalan yang kedua adalah lebih dekatnya dengan zebra Cross yang tinggal berjalan lurus menuju perempatan depan. Keefektifan menggunakan pilihan yang pertama adalah begitu hari sudah memasuki waktu malam di mana lalu lintasnya tidak seramai pada saat siang, apalagi dengan posisi jalannya yang lumayan lebar sehingga agak susah menyeberang jika tidak dalam kondisi yang benar-benar sepi.
Waktu paling tepat untuk mengunjungi Dataran Merdeka menurutku adalah malam atau jika tidak memungkinkan karena lelah setelah jalan seharian aku sarankan untuk pagi sekalian, mengingat tempatnya yang merupakan sebuah alun-alun yang hanya berwujudkan tanah lapang yang penuh dengan rerumputan tanpa ada satupun pepohonan. Dengan berkunjungnya kemari di waktu siang hari yang biasanya panasnya sungguh menjadi-jadi seperti sekarang ini, tak ada pilihan lagi selain bertatap muka langsung dengan matahari. Makanya begitu sudah berada di area Dataran Merdeka kami tidak sampai yang berhenti, lebih memilih untuk tetap berjalan menuju KL City Gallery. Lokasinya sebetulnya tidak begitu jauh yaitu tepat di belakangnya tiang bendera yang ada di Dataran Merdeka, hanya saja karena lumayan panjangnya tempat ini sehingga menjadi agak terasa lelah atau haus lebih tepatnya pada saat berjalan kaki. Ini merupakan kali pertamaku mengunjungi tempat ini tidak pada waktu malam hari. Jangankan di waktu agak siang, berkunjung pada pagi hari saja aku tidak pernah. Sempat ada rencana yang sudah sedikit lagi terlaksana berkunjung di waktu pagi di beberapa perjalanan sebelumnya, di mana aku yang pada saat itu membawa rombongan sudah berada di dalam bus yang akan menuju kesana. Akan tetapi dikarenakan ada sebuah event atau acara yang diselenggarakan di sekitaran jalanan depan Dataran Merdeka menyebabkan ditutupnya akses bagi semua kendaraan termasuk juga bus yang kami naiki yang akhirnya rutenya menjadi beralih. Rasa panik dan kebingunganku kala itu yang dikarenakan tidak menyiapkan Back-up plan apa-apa dengan kondisi bus yang tentu terus berjalan membuatku tidak bisa memikirkan dengan tenang alternatifnya. Rute atau jalur yang dilewati bus yang kebetulan bus GOKL atau bus gratis yang waktu itu kami naiki bukan melewati depan Stasiun apalagi Masjid Jameknya sendiri melainkan pada pandangan arah jarum jam 3, sehingga untuk menuju ke Dataran Merdeka bukan berbelok ke arah kiri seperti kami tadi melainkan tinggal berjalan lurus. Ditutupnya kawasan Dataran Merdeka yang akhirnya menyebabkan bus berbelok ke arah kanan begitu berada di perempatan tentu menjauhkan kami dari lokasi tujuan, aku jadi berfikir bagaimana jika turun di sini saja mumpung masih memungkinkan apabila dilanjutkan dengan berjalan. Namun begitu aku tanyakan kepada pengemudinya dengan tetap dalam keadaan agak panik dan bingung tetapi mencoba untuk tenang, ternyata jawaban dari beliaunya adalah Tidak bisa. Apabila ingin turun, kami diminta untuk menunggu busnya sampai berhenti di halte berikutnya.
Dibalik semakin bertambahnya rasa kepanikanku karena tidak lagi tahu ke arah mana bus ini akan melaju, aku kembali salut dengan rapinya sistem transportasi umum di Kuala Lumpur yang dengan alasan atau dalam keadaan apapun tetap mengikuti aturan atau prosedur mengenai tidak diperbolehkannya menurunkan penumpang di sembarang jalan karena telah disediakannya halte di banyak titik yang sudah seharusnya digunakan sebagai tempat pemberhentian. Ide aneh yang kemudian keluar dari dalam pikiranku adalah lebih seringnya memperhatikan sisi sebelah kanan jalan sembari memperkirakan, sepertinya teman-teman mulai bisa meraba apa yang nantinya akan aku lakukan. Begitu bus berhenti di halte KTM Kuala Lumpur yang aku pikir bukan lagi belum begitu jauh dari Dataran Merdeka akan tetapi posisinya yang masih saling membelakangi, aku kemudian turun dengan agak terburu-buru sebelum kembali menutupnya pintu karena hampir tidak pernahnya bus berhenti dalam waktu yang agak lama. Kecerobohanku yang langsung keluar dengan terburu-buru membuatku lupa bahwa sedang membawa rombongan yang tentu perlu diberitahu sebelumnya. Selain mendapatkan teguran dan kemarahan dari beberapa peserta karena kelalailanku yang bisa mengakibatkan mereka tertinggal di dalam bus, kesialanku menjadi bertambah begitu tahu bahwa posisi kami dengan tempat tujuan ternyata cukup jauh jaraknya setelah aku cek melalui aplikasi Google Maps. Dan bukannya kemudian perjalanan tersebut berakhir atau sampai di Dataran Merdeka, kami akhirnya malah beralih ke Pasar Seni akibat ketidaksengajaanku mendapati sebuah terminal. Aku yang kala itu didampingi oleh seorang teman kemudian mengajak peserta rombongan untuk menuju ke sana dengan niat awal yang sebetulnya hanya supaya perjalanan kami yang belum tahu juga akan tetap atau justru mengganti lokasi tujuannya bisa dilanjutkan menggunakan sarana transportasi yang ada, melihat beberapa peserta mulai tampak lelah setelah berjalan kaki beberapa ratus meter karena mungkin faktor usia. Dan ternyata begitu sampai di Terminal tampak sebuah gapura tinggi khas Pasar Seni yang berada tidak begitu jauh dari posisi kami, sekitar 100 meter kurang lebih.
Pengalaman dari kejadian itu menjadikanku agak ragu untuk menggunakan bus terutama Bus GOKL pada saat akan menuju Dataran Merdeka, dan itu memang berlaku pada perjalanan setelahnya. Daripada terjadi untuk yang kedua kali dan apalagi membawa rombongan kembali, yang kemudian aku lakukan adalah dengan menyiasati menggunakan kereta LRT yang menurutku sudah lebih pasti dikarenakan kecil kemungkinannya tidak beroperasi atau rutenya dialihkan kecuali sedang dalam perbaikan yang itupun sepertinya rentang waktunya tidak begitu sering. Untuk perjalanan kali ini aku sebetulnya sudah tidak begitu khawatir apabila menggunakan bus gratis tersebut, hanya saja karena posisinya yang tidak memungkinkan maka kami putuskan untuk beralih tranportasi yaitu dengan naik Kereta LRT. Begitu sampai di area depan KL City Gallery, berbeda dengan pada waktu malam yang suasananya sangat sepi siang hari ini banyak sekali rombongan wisatawan yang berdatangan. Aku bahkan tidak menyangka sampai banyak sekali bus pariwisata yang parkir berjajar, yang padahal ketika malam jangankan terlihat seperti ada tanda-tanda kehidupan banyak lampu penerangan yang menyala saja merupakan sesuatu yang langka.Tujuan kami berkunjung kemari sebetulnya bukan untuk masuk ke dalammya karena tidak adanya ketertarikan dari Mas Hendra, setelah aku beritahu bahwa ada biaya masuknya hehe. Kedatangan kami ke tempat ini hanya sekedar ingin berfoto menggunakan latar belakang sebuah papan yang membentuk tulisan I Love KL. Selain Mas Hendra yang terakhir kali berfoto dengan menggunakan Spot yang ada di sini sudah sekitar 2 tahun yang lalu, momen ini juga menjadikanku pengalaman baru karena meski sudah beberapa kali mengunjungi tetapi berfoto dengan kondisi yang cukup cerah baru sekarang ini. Namun keinginan tersebut kami urungkan begitu tahu tempatnya tidak bisa digunakan karena panjangnya antrean. Bukannya untuk melakukan hal yang sama dengan kami berdua, antrean panjang ini sebetulnya isinya adalah para calon pengunjung yang akan masuk ke dalam museumnya. Dengan melihat antreannya yang sampai berada di depan papan, sehingga aku rasa tidak ada lagi space untuk kami bisa mengambil gambar.
Meski tahu bahwa sudah tidak memungkinkan untuk diwujudkan, kami tidak langsung beranjak pergi. Setelah agak lelahnya berjalan kaki, kami putuskan untuk beristirahat dulu sebentar dengan meluruskan kaki di sebuah emperan depan Plaza Dataran Merdeka. Jika biasanya sebuah tempat perbelanjaan identik dengan bangunannya yang agak menjulang tinggi, berbeda dengan Plaza satu ini yang justru lokasinya Underground atau di bawah tanah dan agaknya tidak begitu kelihatan dari jalan raya depan. Karena sudah tidak ada lagi hasrat untuk melihat-lihat, kami jadi belum tahu ada apa saja di dalam pusat perbelanjaannya. Tidak begitu jauh dari papan yang bertuliskan I Love KL, posisi Plaza Dataran Merdeka berada tepat di sebelah kanannya sehingga begitu duduk sembari meluruskan kaki kami berdua bisa sambil mengamati para calon pengunjung yang sedang antri. Dari banyaknya kerumunan rasanya tidak aku jumpai ada orang Indonesia yang juga ikut antri, atau mungkin sudah berada di dalam aku kurang mengerti. Bahkan wisatawan Bule dengan gaya identiknya yaitu mencangklong tas carrier yang agak tinggi dan nampaknya cukup berat rasanya juga tak terlihat. Calon pengunjung yang akan masuk ke dalam KL City Gallery didominasi oleh rombongan wisatawan dari Cina, terlihat dari muka dan gaya bicaranya. Tak hanya di lokasi ini saja, hampir di seluruh tempat yang sudah aku kunjungi sebelumnya juga sama. Selain alasan memang jumlah penduduknya merupakan salah satu terbanyak di dunia, gaya traveling wisatawan dari Cina yang lebih sering berkelompok atau rombongan berdasarkan pengamatanku sepertinya juga menjadi penyebabnya. Namun tentu tidak semua, pasti ada sebagian juga yang lebih memilih melakukan perjalanan secara solo ataupun mandiri baik bersama dengan teman, pasangan, keluarga inti, ataupun memang benar-benar sendiri.
Sembari memperhatikan sekitar pada saat sedang beristirahat sebentar, di luar itu memang keinginannya sendiri atau ajakan dari keluarga aku kagum dengan beberapa anggota rombongan yang sudah lanjut usianya tetapi masih memiliki semangat untuk menjelajah. Meski kadang terlihat ada sebagian yang kondisi kesehatannya tidak lagi prima baik sudah mulai menggunakan bantuan tongkat ataupun kursi roda, namun tentu mereka tidak sendiri melainkan ada keluarga yang selalu berada di sisinya untuk mendampingi dan menemani. Dari semua kejadian yang ada pasti menimbulkan pro dan kontra, termasuk juga pemandangan orang berusia lanjut yang masih menjelajah dari satu tempat ke tempat lainnya, satu kota ke kota lainnya, atau bahkan malah dari satu negara ke negara lainnya yang salah satunya wisatawan dari Cina yang berkunjung ke Malaysia dan tentu masih banyak lagi lainnya wisatawan dari berbagai macam negara di dunia yang melakukan perjalanan lintas negara. Dengan pertimbangan kesehatan dan sudah bukan lagi waktunya merupakan salah satu alasan yang kemudian menjadikan seseorang untuk kontra. Aku sendiri merupakan salah satu yang agak pro mengenai orang yang usianya sudah tua tetapi masih menyukai aktifitas menjelajah, dengan pertimbangan berdasarkan pengalaman yaitu kenikmatan yang setelahnya akan didapatkan. Tak sekedar untuk sejenak menyegarkan pikiran, perjalanan sendiri menurutku merupakan sebuah terapi. Tidak selalu harus pergi ke tempat yang jauh atau sampai yang menghabiskan banyak waktu, cukup dengan menyempatkan satu hari yang tetapi dengan tanpa beban pada saat pergi aku yakin bisa dengan nyaman menikmati.
Tak bisa berlama-lama bersantai di sini karena malam hari ini ada jadwal penerbangan yang tidak akan mungkin kami ganti hari, setelah sekarang tenaga sudah terkumpul kembali kami beranjak untuk pergi. Untuk mewujudkan keinginan Mas Hendra sekaligus menekan pengeluaran dan karena kebetulan jalur yang dilewatinya sama, perjalanan yang akan kembali menuju ke KL Sentral ini kami putuskan untuk menggunakan Bus GOKL. Aku sebetulnya belum begitu paham untuk bisa naik busnya kami berdua harus menunggu dari mana. Dulu pada saat kali pertama naik dari sini, aku yang kala itu juga bersama dengan Mas Hendra dan teman-teman lainnya oleh Mas Raka yang kebetulan sebagai Tour Leadernya dibawa menuju ke pinggir jalan yang ada di seberang alun-alun Dataran Merdeka. Sayangnya aku tidak ingat betul posisi tepatnya berada di mana. Ketidaktahuanku mengenai posisi untuk menaiki Bus GOKL tidak kemudian membuat kami beralih menggunakan moda tranportasi lainnya. Mumpung ini dalam rangka liburan biasa dimana aku tidak sedang membawa rombongan ditambah dengan waktunya yang masih memungkinkan, membuatku tidak ingin melewatkan kesempatan untuk dapat menambah pengalaman dan pengetahuan. Pada saat kami sudah berjalan beberapa langkah mulai menjauh dari KL City Gallery, terlihat di seberang tampak sebuah Bus GOKL sedang berhenti tepat di bawah lampu lalu lintas. Sebelum keburu pergi akibat lampu yang sudah berganti, dengan berjalan agak cepat dan sedikit terlihat berlari kami segera menghampiri. Begitu sudah berada di sisi luar bus sebelah kiri yang posisinya sejajar dengan sang pengemudi, aku coba ketuk pintu busnya yang kebetulan transparan secara pelan-pelan namun beberapa kali supaya beliau mengetahui keberadaan kami. Respon sang pengemudi begitu menengok ke arah kami dari yang sebelumnya fokus memperhatikan depan adalah menolak dengan mengarahkan telunjuknya ke arah belakang, yang dapat diartikan bahwa kami diminta menuju tempat pemberhentian bus yang sebenarnya untuk kemudian naik dari sana begitu bus selanjutnya tiba.
Meski sebetulnya masih belum tahu juga tidak memungkinkan rasanya untuk aku lanjut menanyakan mengenai titik tepat pemberhentian busnya, melihat posisi sang pengemudi yang tidak bisa lama-lama meladeni kami karena masih berada di jam-jam kerja. Penyebab lainnya adalah komunikasi di antara kami yang tidak bisa leluasa karena adanya pintu bus yang menjadi penghalang, yang sepertinya tidak bisa sembarangan dibuka. Jika Aku ingat-ingat lagi kejadian ini, tingkah kami berdua dan aku terutamanya sudah seperti orang minta-minta hehe. Meski harus kecewa karena satu pinta yang benar-benar tidak bisa diterima, prosedur atau tata tertib yang tetap ditaati oleh sang pengemudi dengan tidak mengizinkan masuk kami perlu aku acungi. Dan tentu sembari terbesit doa dan harapan mengenai pemandangan kerapian sistem transportasi umum seperti ini juga dapat terlihat di negeriku sendiri. Tidak ingin memaksakan diri supaya diterima masuk ke dalam bus ini, yang kemudian kami lakukan adalah justru mengikuti anjuran dari sang pengemudi. Berjalanlah kami meninggalkan bus dengan menepi ke trotoar yang ada di depan bangunan Gedung Sultan Abdul Samad. Sembari berjalan, aku coba ingat-ingat lagi tempat pemberhentian busnya. Karena merasa bahwa titik pemberhentiannya tidak begitu jauh dari posisi sekarang, maka kami putuskan untuk tidak lagi kemana-mana. Demi mengatasi rasa jenuh pada saat sedang menunggu akibat tidak adanya tempat duduk layaknya seperti halte pada umumnya, aku pinjam kembali HPnya Mas Hendra untuk mengambil beberapa gambar dengan objek seadanya yang terlihat di depan mata. Selang beberapa menit kemudian yang masih belum lama, terlihat Bus GOKL sedang berhenti pada posisi yang agak jauh dari kami. Karena tahu bahwa busnya tidak akan berhenti dalam waktu yang lama, aku mengajak Mas Hendra berjalan menghampirinya dengan agak mempercepat langkah supaya terkejar busnya.
Gerakan mempercepat langkah yang biasanya ampuh digunakan di Indonesia untuk membuat sang pengemudi peka terhadap keberadaan calon penumpang yang sedang berjalan menghampiri supaya menunda sedikit keberangkatannya, sepertinya tidak berlaku di ibukota Malaysia. Belum juga kami sampai di tempat pemberhentiannya, Bus GOKL tersebut sudah berjalan melewati kami searah dengan bus yang berhenti di bawah lampu lalu lintas tadi. Sungguh perjalanan kami yang akan menuju KL Sentral ini memberikan pengalaman yang mengesalkan tetapi juga mengesankan. Bagaimana tidak, sudah 2x kami ditinggalkan oleh bus sehingga kami belum juga bisa pergi. Rasa agak kecewa sudah pasti ada, apalagi kami berdua sudah berjuang sekuat tenaga tanpa peduli seberapa banyak lelah yang akan kami dapatkan setelahnya. Namun dari kejadian yang baru kami alami ini terdapat sebuah hikmah dimana sekarang aku jadi tahu posisi tepat tempat pemberhentian busnya. Dengan tidak adanya lagi kebingungan selain karena sudah mengetahui tempatnya, aku dan Mas Hendra juga sudah dalam posisi yang benar-benar siap menunggu bus yang selanjutnya tiba yaitu berada di dekat taman yang ada di depan jembatan atau sebelum bangunan Gedung Sultan Abdul Samad. Kesiapan kami yang sudah tidak salah lagi sekarang ini membuatku berkata dalam hati "Rasanya tidak akan mungkin kami ketinggalan untuk yang ketiga kali." Perkataanku tersebut tidak langsung kemudian membuat rasa yakin dan kepercayaan diriku menjadi utuh dikarenakan kami yang sudah tidak mau lagi kemana-mana meski aku tahu di jembatan sana pemandangannya bagus untuk dijadikan latar belakang pengambilan gambar, seperti yang sedang dilakukan 2 wanita remaja yang usianya masih atau sedikit di bawah kami sepertinya. Keberadaan mereka di sini bukan untuk sekedar berfoto saja, melainkan sama-sama menunggu bus juga ternyata.
Setelah puas dengan apa yang sudah dilakukan di jembatan, mereka kemudian berjalan menuju ke taman. Hal tersebutlah yang kemudian membuatku berpikir bahwa mereka sepertinya sedang menunggu bus juga. Namun tentu sebetulnya aku hanya sedang mengira-ngira karena tidak juga memastikan dengan bertanya, lalu menjadi benar-benar tahu begitu datang Bus GOKL yang dari beberapa menit lalu sudah kami tunggu. Dengan naik dan masuknya ke dalam bus artinya terwujud juga keinginan kami untuk menggunakan moda transportasi yang satu ini. Mengenai bagaimana kelanjutan ceritanya dan juga kemana sebetulnya 2 wanita remaja yang sedang ada di dalam bus juga ini akan pergi, akan dilanjutkan lagi nanti. Tetap ikuti!
Bersambung...
*Dokumentasi perjalanannya lihat di bawah ini:
![]() |
Kalau baris rapi gini, udah kayak angon bebek di desa Bedanya dengan yang ini, yang ngendaliin bukan lagi manusia tetapi lampu merah - Gedung Sultan Abdul Samad |
![]() |
Padahal gak pernah ketusuk apa-apa, tapi seringkali siang bolong - Gedung Sultan Abdul Samad |
.
Instagram: @umarilahjalan
#umarilahjalan ~
Komentar
Posting Komentar