[Kuala Lumpur 5.17] ADA BAZAR JUMAT
![]() |
[Kuala Lumpur 5.17] Ada Bazar Jumat |
Nampaknya malam tadi merupakan aktifitas paling malam kami selama ada di Kuala Lumpur, biasanya pada pukul 10 kami sudah berada di dalam kamar tetapi pada malam tadi justru kami masih berada di luar. Entah apakah naluri yang menggerakkan kami karena malam nanti kami sudah tidak lagi di sini, mungkin bisa jadi. Ini semua di luar perencanaan kami sebelumnya, dimana seharusnya kami menikmati wisata malam Bukit Bintang pada malam hari ke-3 dan kemarin tidak seharusnya kemana-mana. Tetapi begitu sudah di lapangan semuanya kemudian berubah, dan itu buat kami tidak menjadi masalah. Dengan malam tadi yang cukup memberikan banyak sekali cerita, rasanya seperti tidak menyangka bahwa hari ini kami akan meninggalkan Bukit Bintang termasuk dengan Kuala Lumpur dan seisinya. Tidak langsung menuju ke Bandara pagi hari ini, kami masih ada beberapa waktu karena jadwal penerbangan yang masih malam nanti. Ada sesuatu yang sepertinya harus bisa aku dapatkan segera di waktu yang masih terbilang cukup pagi, supaya menambah referensi yang setidaknya aku sendiri pernah mengalami sehingga nantinya informasi mengenai pengalamannya bisa aku bagi yang salah satunya melalui tulisan ini. Dengan tanpa mandi sebelumnya yang cukup hanya dengan cuci muka, aku menawari Mas Hendra yang siapa tahu mau titip juga tetapi yang kemudian dikatakannya adalah "Aku nggak mar." Setelah pamit izin untuk pergi dan mengambil beberapa ringgit yang ada di atas meja, aku kemudian keluar dari kamar. Kepergianku sebetulnya tidak begitu jauh, hanya sekedar di depan untuk membeli sarapan hehe. Iya, di stand atau tenda yang kemarin ingin aku beli tetapi belum jadi karena khawatir mobil Grab yang akan mengantarkan kami berdua menuju Berjaya Times Square keburu datang. Dari beberapa informasi yang pernah aku baca, menu makanan yang dijual di sana harganya lumayan murah ditambah dengan porsinya untuk sarapan yang katanya juga cukup mengenyangkan. Karena kriteria tersebutlah alasanku menjadikannya referensi, dan karena kebetulan lokasinya yang bukan lagi satu wilayah melainkan tinggal jalan menyeberang sehingga tidak ada salahnya untuk aku coba.
Begitu sampai di tempatnya, aku langsung memesan 1 bungkus kepada penjual yang kebetulan dilayani oleh seorang Ibu. Pada saat sudah mulai dimasukkannya nasi putih ke dalam kertas bungkus, aku melihat di salah satu kotak plastik dari banyak kotak plastik yang ada isinya adalah nasi goreng. Aku tanyakanlah pada si Ibu untuk memastikan, dan karena jawaban dari beliaunya adalah iya aku meminta untuk nasinya diganti dengan nasi goreng saja. Si Ibu langsung menjelaskan bahwa nasi goreng yang tersisa tidak mencukupi untuk satu porsi, tetapi kemudian beliau menawari untuk bagaimana jika dicampur dengan nasi putih. Aku iyakan tawarannya karena terlanjur menginginkan nasi goreng setelah terakhir kali menyantapnya sudah beberapa hari yang lalu saat tiba di KLIA2. Untuk lauknya sendiri aku memilih potongan-potongan daging ayam yang dimasak dengan bumbu kecap, ditambah dengan telor mata sapi. Terakhir, oleh si Ibu ditambahkan sedikit mie goreng karena sudah jatahnya atau memang aku saja yang minta aku lupa hehe. Dengan tanpa ada sayur sama sekali bisa dibayangkan berapa jumlah karbo yang masuk ke dalam tubuhku pagi hari ini, tetapi tentu aku akan lebih siap dengan aktifitas yang akan dijalani. Setelah semuanya sudah dibungkus menjadi satu dan dimasukkan ke dalam kantong plastik dengan tidak lupa diberikannya sendok plastik untuk memudahkanku memakannya, begitu aku tanya kepada si Ibu mengenai harganya ternyata hanya Sekitar 5-7 ringgit saja. Beranjaklah pergi aku kemudian begitu nasi bungkusnya sudah aku dapatkan. Tanpa perlu menunggu nanti, begitu sudah kembali berada di dalam kamar nasi bungkusnya langsung saja aku makan dengan tidak lupa sebelumnya terlebih dahulu mencuci tangan. Begitu menikmati makanannya bagiku rasanya cukup enak, dan bahkan masih hampir sama dengan rasa masakan orang Indonesia. Atau jangan-jangan si Ibu tadi awalnya merupakan seorang WNI, tidak tahu lagi mengenai hal ini hehe. Sejauh yang pernah aku ketahui, agak sedikit susah memang membedakan antara orang Indonesia yang sudah tinggal lama di Malaysia dengan yang warga aslinya karena secara muka masih 11-12 terlihat sama. Tak hanya itu, bahasa dan gaya bicara mereka biasanya sudah cukup fasih. Tetapi siapapun yang memasaknya, kuliner pagi hari di sekitar tempat parkir mobil yang ada di seberang Victory Exclusive Hotel ini layak sekali untuk dicoba, terutama untuk yang kebetulan sedang berada atau justru menginap di area Bukit Bintang merupakan pilihan yang sangat tepat untuk menjadikan nasi bungkus ini sebagai menu sarapan.
Format aktifitas yang biasa aku lakukan beberapa waktu menjelang Check-out adalah mengemasi barang-barang bawaan dengan memasukkannya ke dalam tas kembali baru kemudian mandi dan sisanya diselesaikan setelahnya nanti. Tapi terkadang bisa jadi malah sebaliknya, terlebih dahulu mandi baru kemudian mengemasi barang-barang. Teman-teman yang sedang membaca cerita ini mungkin menjadi gemas karena merasa bahwa para penginap lainnya yang akan Check-out sepertinya juga akan melakukan hal yang sama. Tentu iya, tetapi yang membedakan adalah aku mengemasi barang-barang bawaanku sedangkan para penginap lainnya mengemasi barang-barang bawaan mereka hehe. Dengan posisi yang sudah siap karena usai mandi dan semua barang sudah masuk ke dalam tas dengan kondisi yang sudah rapi, aku sebetulnya ingin berusaha untuk tetap sabar menunggu sampai waktunya Mas Hendra pada posisi yang siap juga mengingat apa yang baru tadi malam dijelaskannya. Namun, belum apa-apa aku sudah dihadapkan pada sebuah keadaan 'Pengecualian' yang tadi malam tidak terpikirkan untuk dibicarakan. Pada hari terakhir kami di hotel dan juga Kuala Lumpur yang merupakan hari jumat ini, sebagai kaum laki-laki tentu sudah menyadari bahwasanya ada kewajiban yang harus dilaksanakan. Aku bukan berpikir bahwa Mas Hendra lupa mengenai kewajibannya, hanya saja mungkin lupa mengenai kondisi yang dimana memerlukan waktu untuk menuju ke tempat ibadahnya karena lokasinya yang agak jauh dari posisi kami sekarang berada. Aku terpaksa kembali memastikan dengan menanyakan supaya segera mempersiapkan, tetapi lagi-lagi tak ada jawaban dari Mas Hendra yang tetap terlihat sibuk sekali dengan HP-nya. Aku yang kemudian hanya bisa menunggu tetap saja pikiran dan hati tak menentu.
Sekitar pukul 12 kurang yang tinggal beberapa menit lagi mendekati selesainya waktu Check-out, Mas Hendra yang akhirnya pada posisi sudah siap juga dengan segera kami berdua turun ke bawah. Begitu diberikannya kunci kamar oleh Mas Hendra kepada Resepsionis yang sedang berjaga maka status kami di Victory Exclusive Hotel mulai siang hari ini sudah bukan lagi sebagai tamu yang menginap. Aku yang sempat merasa lega karena masih ada beberapa waktu sebelum dilaksanakannya sholat jumat yang dimana untuk wilayah Kuala Lumpur menurut jadwalnya dimulai sekitar pukul setengah dua, namun kemudian kembali menjadi tidak tenang akibat Mas Hendra yang tiba-tiba mengajak mampir sebentar ke gerai pakaian karena alasan yang belum sama sekali memasuki dari sejak 2 hari lalu berada di sini. Aku tidak ada pilihan selain mengiyakan, meski dengan agak setengah hati mengatakan. Karena juga mau bagaimana lagi, selain kesempatan kami yang tinggal hari ini aku merasa bahwa Mas Hendra sepertinya tidak akan mungkin berlama-lama mengingat adanya tanggungan yang tidak bisa ditinggalkan. Sebelum benar-benar pergi, kami sempat berdebat sedikit bagaimana baiknya mengenai keseluruhan barang bawaan kami. Aku yang lebih menyarankan untuk dititipkan terlebih dahulu saja di hotel supaya tidak begitu banyak beban yang dibawa ternyata Mas Hendra punya pilihan yang berbeda, ia lebih memilih untuk sekalian dibawa saja karena lokasinya yang hanya tinggal berjalan kaki ke depan dan nanti juga tidak perlu balik hotel lagi begitu akan lanjut pergi. Diputuskanlah akhirnya untuk tetap dibawa, dengan berjalan kaki di trotoar sembari menggeret koper dengan meletakkan Travel Bag di atasnya, menenteng kantong berisikan oleh-oleh, ditambah dengan mencangklong Bagpack masing-masing dari kami, sungguh kami terlihat begitu Traveler sekali hehe.
Tidak begitu ingat berapa gerai yang kami masuki, akan tetapi pada akhirnya Mas Hendra menjatuhkan pilihan mengenai barang yang dibelinya di gerai H&M yang sempat masuk ke dalam ceritaku pada part sebelumnya. Tidak begitu banyak yang cukup memikat hati, hanya 1 atau 2 item barang. Entah celana panjang dan pendek atau salah satu diantara keduanya aku lupa, namun seingatku bukan atasan yang dibeli karena kurang tertarik dengan model atau desainnya. Padahal ada beberapa item yang cukup bagus menurutku, tetapi namanya penampilan adalah soal selera sehingga tidak bisa disalahkan juga. Pada gerai terakhir ini agak lama juga kami berada di dalam sana, sampai begitu keluar dari tempatnya kecil kemungkinannya waktu Sholat Jumat bisa terkejar oleh kami berdua. Selain lagi-lagi karena lokasinya yang lumayan jauh, yang ada di dalam pikiranku adalah perlu menuju ke KL Sentral terlebih dahulu untuk menitipkan di loker beberapa barang bawaan. Aku juga tidak kepikiran untuk mengejar masjid yang terdekat, yang dari awal menjadi incaran adalah Masjid Jamek. Alasannya adalah karena Mas Hendra yang belum pernah kesana, dan karena kebetulan kami mendapati hari jumat selama di Kuala Lumpur yang mana menurutku menjadi momen yang paling pas untuk berkunjung sehingga dari awal perencanaan sengaja aku masukkan pada hari atau tanggal sekarang. Aku mencoba untuk tidak putus asa dengan tetap memesan mobil melalui aplikasi Grab, pertimbangan pemilihan moda transportasi ini tentu dengan harapan supaya bisa mengantarkan kami dengan segera. Dapatlah kemudian Driver yang siap mengangkut kami selang sepersekian detik setelah aku pilih lokasi penjemputan dan tujuan. Informasi yang ditampilkan pada aplikasinya menunjukkan bahwa posisi Drivernya yang tidak begitu jauh, hanya sekitar 5 menit perkiraan waktunya untuk sampai pada titik penjemputan kami. Karena masih belum begitu hafal mengenai rute jalan dan lalu lintas di Bukit Bintang, selama Driver setidaknya terpantau pada aplikasi tidak dalam keadaan berhenti aku masih bisa merasa tenang. Ada keanehan yang terjadi pada kondisi yang sedang agak Buru-buru ini, dimana entah antara ram HPku yang kecil sehingga agak susah menerima koneksi yang padahal pada hari-hari sebelumnya tidak pernah mengalami masalah atau memang karena koneksi di area sekitar sini cukup susah sehingga membuat aplikasi Grab pada HPku perlu dikeluarkan baru kemudian dibuka kembali untuk mengetahui posisi terbaru dari Driver yang akan menjemput kami. Dan bukannya malah semakin mendekat, Driver tersebut semakin lama malah tampak semakin menjauh. Ketidaktahuanku mengenai rute pada awal-awal masih membuatku berusaha untuk berpikir positif, antara mungkin ada peralihan atau memang perlu memutar agak jauh karena rute jalannya yang hanya satu arah. Ketidakjelasan Driver yang semakin lama justru semakin menjauh tersebut ternyata berujung pada pembatalan pesanan.
Dengan cuaca siang hari ini yang panasnya lumayan menyengat, Pesanan Grab yang beberapa menit kemudian oleh Driver dibatalkan, ditambah lagi dengan kondisi kami yang agak terburu-buru karena mengejar waktu, bagaimana tidak menjadi panas juga hati ini yang rasanya ingin sekali meluapkan emosi. Namun aku berusaha untuk tetap menahan dan tidak menyerah begitu saja, dengan tetap menggunakan aplikasi yang sama aku kembali memesan mobil untuk yang kedua kalinya. Dengan respon dari sistem yang begitu cepat, Driver yang siap mengangkut kembali kami dapat. Selang beberapa menit tak kunjung menghampiri kami pada titik penjemputan yang masih sama, ternyata yang lagi-lagi kami dapatkan hanya foto wajah dengan data pengemudinya. Perkara apakah kami diantarkan, bagaimana mungkin sedang pesanan kami saja kemudian dibatalkan.
Tidak mau terulang kembali untuk yang kesekian kali, kami putuskan untuk beralih moda transportasi yang sudah lebih pasti. Dengan agak kesulitan menuruni tangga biasa karena banyaknya barang yang kami bawa dan utamanya koper yang perlu ditenteng karena susah untuk menggeretnya, kami kemudian berjalan di dalam lorong bawah tanah untuk memasuki kawasan Stasiun Monorail Bukit Bintang. Seperti pada monorail yang pernah kami gunakan pada stasiun yang berbeda atau transportasi kereta jenis lainnya, terlebih dahulu kami perlu membeli tiket melalui mesin yang telah tersedia. Keanehan kembali terjadi begitu stasiun tujuannya kami cari, tidak ada dalam layar Stasiun Kl Sentral yang padahal 2 hari lalu dari Stasiun Monorail Imbi dengan tujuan yang sama tersedia pada pilihannya. Aku yang sedikit tampak kebingungan yang kemudian diketahui oleh seorang bapak yang antri tepat di belakangku dan sepertinya mengetahui maksud dan tujuan kami kemudian memencet pada layar untuk stasiun tujuannya adalah Stasiun Muzium Negara. Dengan menunjukkan gestur tanpa sedikitpun melontarkan sebuah kata, bapak tersebut mencoba meyakinkan kami berdua. Karena memang sudah tidak ada lagi pilihan, aku mencoba mengikuti saran beliau sembari berpikir positif yang siapa tahu mungkin memang harus turun di Stasiun Muzium Negara dulu sebelumnya baru menuju KL Sentral menggunakan jenis kereta yang berbeda. Kami kemudian meninggalkan area mesin pembelian tiket lalu berjalan menuju area tunggu. Karena hampir setiap stasiun mempunyai 2 jalur yang tentu untuk masing-masing rute dan tujuannya berbeda, sehingga perlu diperhatikan dengan baik jalur mana yang sesuai dengan stasiun tujuannya. Untuk perjalanan yang akan menuju Stasiun Muzium Negara, teman-teman dapat memilih jalur yang mengarah ke Sungai Buloh seperti kami sekarang ini.
Meski kini aku sudah berada di dalam kereta tetapi rasa penasaranku mengenai apa yang baru saja kami alami masih belum bisa terhenti. Aku kemudian coba mencari di internet mengenai keberadaan kami sekarang dan juga tadi, apakah ada jenis kereta yang berbeda sehingga untuk tujuan Kl Sentral tidak ada? Aku temukanlah kemudian jawabannya, selain kereta Monorail ternyata di Bukit Bintang ada 1 moda transportasi lagi yaitu kereta MRT dan itu yang sekarang sedang kami naiki. Perkara bagaimana nasib kami setelah turun nanti aku pikir tidak perlu sekalian dicari, hingga begitu sudah berada di stasiunnya baru kemudian mengamati sekeliling yang siapa tahu bisa kami dapatkan petunjuk atau informasi. Setelah sebelumnya telah melewati Stasiun Merdeka, kini kereta MRT tengah berhenti di Stasiun Pasar Seni untuk menurunkan sekaligus mengangkut penumpang baru lagi. Selang beberapa puluh detik begitu pintu otomatis menutup rapat kereta kembali melakukan keberangkatan. Setelah jauh meninggalkan stasiun sebelumnya, aku dan Mas Hendra mulai bersiap-siap. Bangkit dari kursi untuk kemudian berdiri tidak jauh dari pintu, dikarenakan pemberhentian selanjutnya adalah stasiun yang kami tuju. Dengan diberhentikannya laju kereta yang kemudian dilanjutkan dengan otomatis terbukanya satu per satu pintu di setiap salah satu sisi gerbong menandakan bahwa kereta telah sampai di Stasiun Muzium Negara, beberapa penumpang termasuk kami berdua antri untuk bergantian keluar dari kereta. Begitu sudah berada di luar, aku yang diikuti oleh Mas Hendra berjalan mengikuti arah kemana orang-orang pergi. Sesampainya pada perbatasan menuju keluarnya dari area penumpang kami tetap mengikuti sebagaimana prosedurnya, memasukkan koin ke dalam mesin supaya pagar pembatasnya terbuka sehingga kami bisa berjalan keluar. Beberapa meter agak jauh meninggalkan area pembatas, langkah kami dibuat menepi begitu melihat kembali mesin pembelian tiket. Tanpa mencari tahu dengan menanyakan kepada petugas atau orang yang kebetulan berpapasan mengenai tujuan kami selanjutnya, langsung saja kami beli tiketnya dengan memasukkan ke dalam mesin uang sejumlah 2 orang untuk tujuan antara NU Sentral atau KL Sentral aku lupa, yang jelas stasiun yang sekiranya bisa mengantarkan kami menuju ke KL Sentral.
Kini tiket yang sama-sama berbentuk koin plastik tersebut sudah berada di tangan, aku dan Mas Hendra kemudian kembali berjalan dengan melanjutkan arah dari yang sempat terpotong barusan. Sepanjang kiri kanan aku amati, tak ada satupun tanda-tanda tempat, patokan, atau petunjuk yang aku mengerti. Hingga akhirnya kami dipertemukan dengan beberapa banyak deret loker di sisi kanan dan kiri dengan susunannya yang agak tinggi. Dengan tetap berjalan tanpa berhenti aku berkata dalam hati "Sepertinya aku tidak asing dengan tempat ini." Dan benar, baru beberapa meter langkah kami dari area loker tersebut tepat pada pandangan arah jarum jam 11 terlihat pintu utama KL Sentral dengan posisi kami yang berada di dalamnya. Kami titipkanlah kemudian barang bawaan kami dengan hanya menyisakan Bagpackku untuk tetap dibawa dalam perjalanan selanjutnya. Ada biaya yang dikenakan untuk menitipkan barang bawaan, yaitu 20 ringgit. Hitungannya bukan berdasarkan jumlah barang melainkan untuk 1 loker yang bebas diisi dengan beberapa barang selagi muat. Untuk mengantisipasi terjadinya kunci loker yang hilang pada saat dibawa oleh penyewa, loker di sini bukan lagi menggunakan kunci manual atau kartu seperti pada hotel kelas menengah. Bagi yang akan menitipkan barang bawaannya, salah satu perwakilan (Apabila datang berdua atau ombongan) diminta untuk berdiri di layar untuk didaftarkan mukanya sebagai sensor untuk membuka lokernya. Pertama untuk membuka loker yang akan dimasuki beberapa barang, dan kemudian sensor tersebut akan digunakan lagi nanti untuk membuka begitu semua barangnya akan dikeluarkan karena sudah tidak lagi dititipkan. Belum mengetahui secara pasti, Mas Raka (Untuk yang masih ingat sosoknya karena sudah membaca cerita di beberapa Part sebelumnya) sempat memberikan saran atau anjuran untuk memastikan kembali barang mana yang akan ditinggal atau tetap dibawa. Pada saat loker sudah dalam keadaan terkunci yang caranya tinggal didorong saja pintunya menggunakan tangan begitu meminta kepada petugas untuk membukakannya kembali karena barangnya ada yang tertinggal entah masih berada di luar ataupun sebaliknya, maka untuk menutupnya kembali akan dikenakan biaya lagi sejumlah harga sewa. Menurutku masih masuk akal, karena memang pembayarannya bukan lagi kepada orang (Petugas) yang mungkin masih dapat dinegoisasi rasa kemanusiannya melainkan melalui mesin dengan memasukkannya langsung ke dalamnya. Dengan begitu bukan lagi mulut yang berbicara akan tetapi sudah sistem yang bekerja.
Barang kini sudah kami titipkan, aku yang kemudian tampak bingung kemana tujuan selanjutnya karena tidak memungkinkannya lagi menjalankan rencana sebelumnya akibat sudah terlewat waktunya tiba-tiba Mas Hendra mengajak pergi lagi ke Pasar Seni. Aku yang sedang tidak punya pilihan akhirnya mengiyakan. Turunlah 1 lantai kami berdua menuju stasiun LRT. Perjalanannya kurang lebih sama dengan beberapa hari sebelumnya pada rute yang sama, juga tidak banyak yang bisa aku ceritakan mengenai aktifitas kami selama di Pasar Seni selain berbelanja di Eureka lagi dan tingkah anehnya Mas Hendra yang tetap kukuh untuk menambah jumlah belanjaannya meski sudah banyak sekali yang dibelinya ditambah dengan perjalanan kami yang masih berlangsung agak lama. Seusainya keluar dari Pasar Seni begitu sudah tidak ada lagi yang dibeli, kami berdua duduk-duduk di halte depan Pasar Seni tanpa mengerti setelah ini akan kemana lagi. Waktu kami yang hanya tinggal beberapa jam lagi membuatku ragu untuk berfikir melanjutkan perjalanan, kembali menuju KL Sentral untuk mencari makan siang karena Mas Hendra yang dari tadi pagi belum juga makan sembari kemudian bersiap-siap pergi menuju Bandara menurutku merupakan pilihan yang sudah paling tepat. Namun tidak begitu saja langsung memutuskan, aku mencoba menanyakan kepada Mas Hendra mengenai apakah ada tempat lainnya lagi yang ingin dikunjungi yang tentu dengan pertimbangan selama akses menuju ke sananya cukup mudah dan tidak begitu banyak memakan waktu juga. Selain itu, aku juga memberikan pilihan yang menurutku paling tepat tadi. Mas Hendra tampak bingung sepertinya, terlihat dari ekspresi mukanya yang hanya diam tanpa mengeluarkan sedikitpun jawaban.
Beberapa menit kemudian yang masih belum begitu lama, Mas Hendra tiba-tiba menanyakan nama tempat yang kami berdua bersama beberapa teman lainnya kunjungi beberapa tahun yang lalu pada waktu menjelang malam di hari pertama sembari mengusulkan untuk pergi menuju ke sana.
"Mar, kita ke tempat yang waktu sama Mas Raka sama temen-temen Solo juga yang waktu malam-malam itu kah?" Begitu tanyanya.
"Ke Dataran Merdeka maksutnya?" Aku yang kemudian mencoba memastikan.
Mas Hendra: "Nah iya."
Aku: "Boleh, kita mau pake Grab atau kereta?"
Mas Hendra: "Naik bus aja kayaknya, biar kita pernah nyobain juga."
Aku: "Aku belum tahu sih mas rutenya, tapi gapapalah dicoba."
Menunggulah kami kemudian, dan sekitar 10 menit setelahnya pada posisi yang belum ada satupun bus yang melintas aku kembali membuka obrolan.
Aku: "Kata temen yang sudah pernah naik bus, harga tiketnya katanya lebih murah dibandingkan LRT."
Mas Hendra: "Bayar kah mar kayak yang waktu itu?"
Umar: "Oh... Bus GOKL."
Mas Hendra: "Nah."
Umar: "Kalau itu gak ada rutenya mas. Gak semuanya bisa menuju ke sana, ada jalurnya sendiri-sendiri. Makanya waktu itu kan Mas Raka bilang suruh lihatin bus yang lewat apa ada tulisan Red Linenya, soalnya yang lewat sana adalah Jalurnya merah. Nah kalau yang lewat sini itu jalurnya ungu."
Meski awalnya sedikit kaget bahwa Mas Hendra akan seberpikir itu, dimana pengetahuannya mengenai Bus GOKL yang ternyata belum seberapa tahu. Aku akhirnya menjadi bisa memaklumi karena kemudian teringat mengenai kunjungannya ke Kuala Lumpur yang baru satu kali.
Dengan posisi yang agaknya susah untuk mewujudkan moda tranportasi yang diinginkan karena lokasi tujuan kami yang tidak sejalan, kepada Mas Hendra aku kembali memberikan 2 pilihan. Yaitu antara menggunakan Grab atau LRT seperti tadi pada saat menuju kemari. Tak hanya pilihan yang aku berikan akan tetapi juga saran, bahwa aku menganjurkan untuk lebih baik menggunakan LRT. Selain biayanya yang murah, lokasinya yang lumayan dekat dan aksesnya masih bisa dijangkau menggunakan LRT rasanya agak menyayangkan apabila harus mengeluarkan uang berlebih. Begitu Mas Hendra mengiyakan, kami beranjak dari halte untuk kemudian jalan kembali menuju Stasiun Pasar Seni. Seperti biasa, diawali dengan membeli tiket terlebih dahulu untuk digunakan sebagai pembuka akses menuju Area Tunggu. Aku dan Mas Hendra lebih sering menunggunya dengan berdiri ketimbang duduk di kursi, karena tidak sampai membutuhkan waktu yang lama untuk keretanya tiba. Termasuk kali ini juga, hanya beberapa menit saja keretanya sudah tampak di depan mata. Begitu sudah berada di dalam gerbong, rasanya kami tidak akan sampai yang tertidur di dalam perjalanan karena untuk menuju Dataran Merdeka tinggal turun di stasiun berikutnya hehe. Sesampainya di Stasiun Masjid Jamek yang merupakan stasiun terdekat dengan Dataran Merdeka yang tentu kemudian kami keluar dari kereta, tak langsung berjalan kaki menuju ke lokasi Mas Hendra mengajak mencari makan terlebih dahulu karena seperti yang sudah diketahui bahwasanya dia belum sama sekali perutnya terisi dari sejak tadi pagi. Adanya pengalamanku pernah 2x menginap di hotel yang berlokasi di sekitaran sini, membuatku mengetahui tempat makan yang bisa aku tunjukkan. Namun entah karena pertimbangan apa yang padahal dibilang jauh juga tidak begitu meski perlu menyeberang jalan terlebih dahulu, Mas Hendra lebih memilih mencari tempat makan dengan berjalan menyisir ke arah kanan.
Belum jauh berjalan meninggalkan area stasiun, kami diperlihatkan pemandangan tak biasa yang belum pernah kami (Terlebih aku) temui sebelumnya. Dimana ada banyak stand berjajar kiri dan kanan yang menjual beraneka ragam makanan termasuk juga minuman. Pemandangan ini yang kemudian menghentikan langkah kami untuk tidak lagi melanjutkan mencari tempat makan dan memilih untuk berbelok ke arah kanan, karena di sinilah akhirnya kami mencari makan. Bukannya nasi yang dibeli, kami justru menjatuhkan pilihan pada stand yang menjual Burger dengan memesannya sebanyak 2. Sembari menunggu roti dan dagingnya dipanggang terlebih dahulu, aku sempat menanyakan kepada penjual atau yang sedang melayani kami mengenai kegiatan ini. Dijelaskanlah kemudian olehnya dengan cukup ramah bahwa ini merupakan kegiatan rutin yang diselenggarakan setiap hari jumat dari mulai pagi hingga siang hari, sehingga dengan posisi kami yang baru datang di jam-jam sekarang beberapa makanan dan minuman yang dijual pada setiap stand jumlahnya tentu sudah berkurang. Dari penyelenggaraannya yang berlangsung hanya pada hari jumat tersebut, maka kemudian acara atau kegiatan ini dinamakan Bazar Jumat. Selain berbincang-bincang sedikit mengenai kegiatan yang ada di sini, aku juga menanyakan seputar menu makanan yang dijual olehnya dikarenakan Mas Hendra yang agak bingung pada saat daftar menunya dibaca dimana perbedaan bahasa menjadi faktor penyebabnya. Secara umum sebetulnya aku masih dapat mengetahui nama makanannya, yang kadang masih membuatku bingung adalah kosakata tambahan untuk topping atau bumbunya. Tak hanya Burger yang dijualnya tetapi ada 1 menu makanan lagi yaitu Pentol, yang penulisan di dalam daftar menunya adalah Meatball. Pada tulisan tersebut aku masih bisa memahami dan aku rasa sepertinya teman-teman juga. Begitu ditambahkan pelengkap seperti BBQ, dll pada namanya, kadang masih belum bisa membayangkan dan menjelaskan seperti apa wujudnya. Begitu sudah dijelaskan oleh si penjualnya, Mas Hendra justru menjadi penasaran. Dipesanlah kemudian 1 bungkus yang sehingga total makanan yang kami jumlahnya ada 3. Harga untuk 1 Burgernya adalah 8 ringgit, sedangkan untuk 1 bungkus Meatball sendiri harganya 5 ringgit.
Kurang lengkap rasanya apabila membeli makanan tanpa membeli minuman juga, namun karena di tempat kami membeli sekarang ini hanya menjual makanan saja akhirnya kami perlu mengunjungi stand lainnya. Ada 1 stand yang menjual beberapa jenis minuman dingin, posisinya berhadapan dengan tempat kami membeli makanan barusan. Dari beberapa pilihan yang tersedia, kami putuskan untuk membeli Milo Ais sebanyak 2. Minuman dingin segar yang kami rasa sangat tepat sekali untuk menemani panasnya cuaca siang hari ini. Dengan takarannya pada satu gelas berukuran besar yang berisikan penuh, harga yang dipatok untuk setiap gelasnya adalah 5 ringgit. Begitu makanan dan minumannya sudah berada di tangan, kini kami siap menyantapnya dengan terlebih dahulu mencari tempat duduk yang bisa kami jadikan tempat untuk makan. Berjalanlah kemudian aku dan Mas Hendra agak masuk ke dalam menuju area taman untuk mencari badukan (Bangku paten yang dibuat dari semen) kosong yang tidak begitu terkena panas sehingga bisa nyaman untuk digunakan duduk dan makan. Tak hanya pada makanan berat nasi, aku juga memiliki kebiasaan unik untuk menikmati sebuah Burger seperti sekarang ini. Di mana bukannya langsung menikmati keseluruhan bagian secara bersamaan melainkan aku sisihkan dulu Pattynya dengan tetap membiarkannya berada di atas roti bagian bawah karena lebih dulu aku makan roti bagian atasnya, atau terkadang benar-benar aku sisihkan keluar sehingga tumpukan roti yang aku makan tinggal berisikan sayur, saos atau saos sambal, dan mayones. Pada akhirnya sama halnya dengan ketika sedang menikmati nasi, Patty atau lauk menjadi bagian terakhir yang aku nikmati. Terlihat tak ingin main-main soal porsi, Patty yang bentuknya cukup tebal dan padat ini begitu dimakan benar-benar terasa sekali dagingnya. Saking tebal dan padatnya, dalam sekali gigitan perlu beberapa waktu untuk mengunyah. Belum juga habis Burger yang aku makan, Meatball yang tadi dibeli secara bersamaan ternyata oleh Mas Hendra sudah disisihkan untukku sebagian. Namun bukannya terlebih dahulu Burgernya dihabiskan, aku justru berpaling sebentar kepada Meatball yang baru saja diberikan. Begitu Meatball pertama sudah dalam proses kunyah campuran dagingnya benar-benar tidak kalah terasa, bahkan bisa dibilang rasanya sama dengan Patty yang sudah aku coba sedikit tadi. Aku jadi berpikir bahwa kemungkinan pencampuran bahan dalam proses pembuatannya digabungkan menjadi satu, baru kemudian pada tahap pembentukannya saja yang dipisah dimana satunya dibentuk seperti lingkaran yang memiliki ketebalan satunya lagi dibentuk seperti bola. Dari 6 isi yang ada di dalam setiap bungkusnya yang dikemas menggunakan wadah dari mika, hanya 2 Meatball yang dimakan Mas Hendra sehingga justru lebih banyak aku yang menghabiskannya hehe.
Aku yang sudah menghabiskan lebih dulu makananku, sembari menunggu Mas Hendra yang masih belum ada sepertiga Burger yang sudah dimakannya aku beranjak dari tempat dudukku untuk mengambil beberapa gambar. Pada awalnya sebetulnya tidak terpikirkan untuk menjadikannya sebuah informasi yang ada di dalam cerita karena perasaanku yang hanya menganggap bahwa sepertinya terlihat menarik mengambil objek salah satu landmark kota dari sisi yang berbeda, namun begitu melihat hasilnya kembali aku justru tidak menyangka bahwa telah mendapatkan sebuah petunjuk atau informasi yang kemudian bisa aku bagi salah satunya melalui tulisan ini. Sesuatu yang tidak ada dalam rencana dan benar-benar tidak aku sangka, mendapatkan pengalaman baru secara tidak sengaja yang dimana niat awalnya hanya sekedar mencari tempat makan tetapi malah dipertemukan dengan Bazar Jumat. Begitupun pada saat kemudian mencari tempat duduk untuk makan, secara tidak sengaja taman yang sedang kami singgahi ini berseberangan langsung dengan Masjid Jamek (Salah satu landmark kota yang aku maksud tadi) yang hanya dipisahkan oleh sungai dan pinggirannya sehingga salah satunya bisa melalui taman ini apabila ingin mendapatkan objek gambar Masjid Jamek dari sisi yang agak jauh dan berbeda. Begitu dihentikannya aktifitas pengambilan gambar karena ingin beristirahat sebentar atau memang sudah agak lelah, taman ini juga menjamin tersedianya banyak tempat duduk yang bisa digunakan.
Asupanku siang hari ini tidak hanya berhenti pada Burger, Meatball yang sudah aku habiskan tadi dan Milo Ais yang sampai sekarang masih aku nikmati, ketidaksanggupan Mas Hendra menghabiskan Burgernya membuatku menawarkan diri untuk mengambil alih begitu tahu akan dibuang yang padahal masih tersisa hampir setengahnya. Aku sendiri kurang mengerti kenapa dia makannya sedikit sekali dari mulai Meatball tadi. Apakah soal selera? tidak tahu juga, karena aku sendiri juga lupa untuk menanyakannya. Yang jelas, karena aku yang lebih banyak menghabiskan makanannya bisa dibayangkan berapa tingkat kekenyanganku sampai ditambah Milo Ais yang akan habis beberapa waktu lagi meski siang hari ini tidak kemasukan sama sekali dengan yang namanya nasi. Sembari menunggu habisnya minumanku sebelum kembali melanjutkan perjalanan, aku meminta tolong Mas Hendra untuk memfotokanku sebentar tanpa beranjak dari tempat duduknya dan hanya aku yang kemudian berjalan mencari titik yang agak jauh. Konsep ini memang sengaja aku buat dengan harapan supaya hasil jepretannya juga menangkap pemandangan atau suasana yang ada di sekelilingku. Tak ingin nantinya berjalan dengan membawa tambahan beban, usai berfoto aku segara menghabiskan minumanku yang sudah tinggal sedikit lagi. Dengan dibuangnya gelas plastik kemasannya ke dalam tempat sampah, kami berdua sekalian beranjak pergi dengan berjalan kaki menuju ke lokasi yang menjadi tujuan utama kami. Namun karena sudah terlalu panjangnya cerita pada bagian ini, kelanjutannya akan disambung lagi nanti.
Bersambung...
*Dokumentasi perjalanan di bawah:
![]() |
Ngeliatin gini aja rasanya udah kenyang, pas abis makan 2 piring - Jalan Bukit Bintang (Seberang Victory Exclusive Hotel) |
![]() |
Sedang mengikuti program Wamil (Wajib ngemil) - Jalan Benteng (Samping Kedai Ubat Ming Loong |
![]() |
Kok sendirian? Haaah maksutnya? Karakter tupai berpakaian astronot gak ada mirip-miripnya sama vokalis D'Masiv! - Jalan Benteng (Samping Kedai Ubat Ming Loong) |
![]() |
Aku di sini dan kau di sana, kita memandang masjid yang sama - Masjid Jamek |
.
Instagram: @umarilahjalan
#umarilahjalan ~
Komentar
Posting Komentar