[Kuala Lumpur 5.16] JALAN-JALAN MALAM DI BUKIT BINTANG
![]() |
Jalan-Jalan Malam di Bukit Bintang |
Bisa bernafas lega juga akhirnya setelah barusan keluar dari mobil Bas Persiaran, yang artinya selesai juga perjalanan kami dari Colmar Tropicale. Tetapi kami masih memerlukan waktu beberapa menit lagi untuk sampai berada di kamar hotel sehingga dapat mengistirahatkan badan terutamanya melemaskan otot-otot kaki, untuk kemudian bisa dibilang benar-benar tuntas secara keseluruhan aktifitas yang telah dijalani. Kelegaan yang aku rasakan sekarang bukan disebabkan karena menganggap apa yang kami lakukan seharian berada di bawah tekanan, tetapi karena pengapnya kondisi di dalam mobil terutama di bagian kami yang disebabkan karena ditutupnya akses keluarnya udara dingin pada AC di bagian atap oleh salah satu penumpang yang posisi duduknya tepat berada di depan kami. Rasa ketidak enakanku kembali mempunyai peran atas tindakan yang mereka lakukan, kalau mungkin aku mau menegurnya sepertinya tidak akan terjadi yang demikian. Sayangnya aku lebih memilih membiarkannya daripada teguranku nantinya malah memancing keributan. Aku berusaha untuk tidak sedikit pun melakukan hal yang dapat memancing terjadinya masalah selama tidak sampai secara langsung moril dan materil kami dilakukan semena-mena, mengingat status kami di sini yang hanya sebagai tamu dengan menumpang singgah. Faktor lain yang sepertinya juga menjadi faktor utama sebetulnya adalah memang tidak adanya keberanian untuk melakukannya. Meski yang menutup ACnya adalah seorang wanita, tetapi dia berada di dalam bersama beberapa pria yang sepertinya masih bagian dari keluarga. Untuk menegur rombongan berketurunan India ini aku perlu berpikir 2 kali, dengan para prianya yang berkumis tebal bisa dibayangkan tampang atau bentuk mukanya seperti apa yang padahal itu belum dalam kondisi marah akan tetapi memang bawaannya. Kurang lebih seperti Dosen Killer yang ada di film 3 idiot gambarannya, hanya berbeda warna rambut dan kumis saja dimana yang di dalam mobil tadi lebih hitam dan pekat. Perlu diketahui bahwa perjalanan cukup mematahkan berbagai macam asumsi, aku bisa mengatakan seperti ini karena beberapa kali mengalami. Sesederhana istilah "Don't Judge Book by It's Cover." beberapa orang India khususnya dengan kriteria yang tadi sudah tertera terkadang tidak sedingin yang aku kira, pada Kenyataannya terkadang malah bisa terlihat sangat ramah. Hanya saja untuk urusan AC mobil tadi dasarnya aku saja yang tidak berani hehe.
Sebelum kembali ke hotel Mas Hendra mengajak mampir sebentar masuk ke dalam Circle K, tentu tak Sekedar mendinginkan diri tetapi memang ada yang ingin dibeli. Sementara Mas Hendra mengambil air mineral berukuran sedang dan beberapa cemilan sosis yang berada di dalam mesin penghangat, aku hanya berjalan mengikuti kemana arahnya. Pada kondisi yang sudah sangat lapar seperti ini ingin rasanya aku mengambil salah satu makanan paling tidak untuk kembali mengganjal, namun apa daya tak ada yang bisa dipakai untuk membeli. Mau bilang ke Mas Hendra juga tidak enak, sehingga tangan ini tetap kosong karena tidak ada yang dibawa. Begitu sudah antri di kasir dan menengok ke arahku yang posisinya tepat berada di belakangnya, Mas Hendra tiba-tiba bertanya "Kamu gak beli air mar buat nanti di kamar?" "Oh iya mas." Aku meresponnya langsung dan kemudian berjalan kembali menuju area rak mencari air mineral berukuran besar (1,5l) untuk mencari yang tidak dingin. Berbeda dengan Mas Hendra yang 1 hari bisa cukup hanya dengan 1 botol air mineral berukuran sedang yang terkadang sampai keesokannya masih ada sisa, porsi minumku untuk sehari-harinya di rumah bisa mencapai 2-3 botol air mineral berukuran besar. Tentu tidak mungkin apabila aku terapkan di sini, karena tidak adanya ketersediaan air yang langsung bisa aku minum seperti di rumah sendiri. Air mineral yang sudah aku ambil aku bawa kembali ke kasir dan disatukan dengan hasil belanjaannya Mas Hendra untuk keperluan pembayaran. Perihal makanan, Mas Hendra tidak atau mungkin lupa menawari atau aku yang salah persepsi sehingga membuatku berpikir dalam hati "Oh, mungkin urusan makanan sudah di Mas Hendra tinggal nantinya dibagi berdua." Terlalu percaya diri sekali diri ini hoho.
Sekeluarnya dari Circle K sembari berjalan menuju pintu utama Berjaya Times Square, aku keluarkan HP-ku dari dalam tas yang dari beberapa waktu tadi sedang diisi daya. Pada saat seperti sekaranglah dibutuhkan perannya untuk membantu kami berdua, memesankan satu buah mobil untuk membawa kami menuju ke hotel melalui aplikasi Grab yang sudah beberapa kali dilakukannya. Ada satu pesan yang ingin ia sampaikan, bahwasanya meski memiliki kekurangan pada fisik layarnya tidak membuat keberadaannya merasa sudah tidak lagi berguna. Kebetulan saja di kedua HP-nya Mas Hendra belum ada aplikasinya hehe, sehingga kami berdua putuskan untuk tidak perlu lagi menginstal baru cukup untuk menggunakan yang sudah ada. HP-nya Mas Hendra masih bisa difungsikan untuk kebutuhan lainnya seperti yang berkaitan dengan penyimpanan bukti pemesanan baik hotel, pesawat, dan lain-lainnya yang apabila sewaktu-waktu dibutuhkan. Ini pembagian tugas yang sebelumnya tidak kami rencanakan, semua terjadi begitu sudah berada di lapangan. Mobil yang akan mengantarkan kami kini telah tiba, kami kemudian masuk ke dalamnya dengan posisi Mas Hendra duduk di depan seperti biasanya sementara aku menempati kursi di belakangnya. Dalam perjalanan menuju ke hotel yang diperkirakan akan memakan waktu 5-10menitan tergantung situasi kepadatan jalan, supaya tidak hanya berdiam diri pada saat menikmati kondisi jalanan dari balik kaca depan Mas Hendra sembari memakan sosis yang baru dibelinya tadi. Aku dari belakang hanya bisa memandangi sambil menunggu kapan ditawari hehe, tapi sampai akan turun tak juga kunjung tahu sedikitpun bagaimana rasanya. Berbeda dengan kemarin pada tujuan yang sama, untuk sekarang ini rute yang dilewati bukan jalan besar yang ada di depan Pavilion melainkan jalan yang ada di depan tempat kemarin aku mencucikan pakaian. Sebelum mobil belok ke arah kiri menuju depan hotel kami yang kebetulan masih terhalang mobil lain karena agak padatnya jalan sore hari ini, aku mengajak Mas Hendra untuk turun saja di sini. Selain pakaian yang kemarin kami cucikan pada jam sekarang sudah memasuki waktu pengambilan, juga kami sebelumnya ada rencana begitu sampai untuk lebih dulu makan baru masuk ke dalam kamar untuk mengistirahatkan badan. Mas Hendra mengiyakan yang kemudian aku langsung meminta kepada Driver mengakhiri perjalanan kami cukup sampai di sini, keluarlah aku dan Mas Hendra dengan tidak lupa melakukan pembayaran sebelumnya.
Jika kemarin malam aku makan di Restoran TT Corner, untuk sarapan sekarang yang karena baru akan makan berat Mas Hendra memilih mengajak di tempat makan sebelahnya yaitu Restoran Al-Muhammadi. Perihal tempat aku tidak ada masalah, justru dengan berpindah di tempat baru tentu pengalamanku mengenai tempat makan bertambah satu. Untuk menu makanku sudah tentu seperti biasanya yaitu kuah santan untuk melumuri nasi putih, dengan tidak lupa Ayam Tandoori sebagai lauk sekaligus makanan penutup setelah nasi pada piring sudah tak bersisa hehe. Karena mungkin dengan menu masakan kas melayu atau India sudah merasa bosan, Menu makan yang dipesan Mas Hendra agak di luar dugaan yaitu Bakso Lontong. Jika berada pada posisinya, untuk memilih menu makanan tersebut tentu aku akan berpikir dua kali. Bisa saja memutuskan untuk iya tetapi nampaknya aku porsinya perlu ditambah. Untungnya pada minumannya Mas Hendra memilih Es Susu sehingga cukup untk mengimbangi, sedang minumku sendiri adalah Air mineral yang baru dibeli tadi. Selesai makan kami tidak berlama-lama, duduk sebentar kemudian langsung beranjak pergi menuju ke Hello Laundry. Awalnya aku agak sedikit ragu untuk mengambil pakaian kami yang berada di tempat cuci karena aku tahu bahwa untuk mengambilnya perlu menggunakan nota, sedangkan dari awal memang sengaja tidak aku bawa dengan membiarkannya tetap berada di dalam kamar tepatnya di atas meja. Namun aku putuskan untuk mencoba menanyakan terlebih dahulu yang siapa tahu bisa, pun seandainya tidak diperkenankan aku tidak merasa dirugikan akibat terlanjur kesana karena tenaga yang dikeluarkan tidak begitu besar juga. Sesampainya di tempat cuciannya, aku menyampaikan kepada bapak yang sedang berjaga yang kebetulan dengan kemarin orangnya sama bahwa kami mau mengambil pakaian yang kemarin sore sudah dititipkan. Aku langsung sambung dengan penjelasan mengenai posisi ketertinggalan notanya sehingga tidak dibawa. Dengan senyum ramah yang ditunjukkannya yang mengisyaratkan tidak masalah beliau kemudian menanyakan atas namanya, tanpa jeda aku menyahutinya dengan "Umar." Diambilkannya kemudian pakaian kami yang sudah tampak terlipat rapi dan dikemas dalam 1 kantong plastik, sangat jauh berbeda dengan sebelumnya dimana aku asal saja membawanya sehingga sampai menghabiskan kantong plastik sebanyak 2. Tentu kepada beliau aku berterima kasih karena dimudahkan pengambilannya dan setelahnya kami langsung beranjak pergi untuk balik menuju hotel yang sudah kami tinggal dari sejak tadi pagi.
Dengan dibukanya pintu kamar oleh Mas Hendra yang dilanjutkan dengan pelepasan sepatu termasuk kaos kakinya juga yang tentu masuk ke dalam terlebih dahulu sebelumnya, meletakkan barang-barang bawaan supaya tidak membawa beban begitu masuk ke kamar mandi untuk mencuci mulai tangan kemudian kaki maka tuntas sudah 1 perjalanan yang kami lewati hari ini. Sekeluarnya dari kamar mandi, apalagi yang aku lakukan kalau bukan tiduran. Setelah tadi cukup banyak peran kaki yang dibutuhkan, kini merupakan saat yang tepat untuk beberapa waktu diistirahatkan. Karena aku jarang sekali tidur pada posisi yang masih sore hari begini juga menjadikan televisi sebagai hiburan pada saat sedang santai, tentu yang biasa aku lakukan supaya tidak sekedar berdiam adalah bermain HP. Mencatat poin-poin kecil dari aktifitas yang sudah dijalani beserta proses untuk menuju ke sananya seperti berjalan kaki atau menggunakan transportasi, selebihnya adalah berselancar di dalam sosial media yang aku miliki. Poin-poin kecil tersebut aku jadikan acuan untuk menulis cerita perjalanan yang hasilnya adalah seperti yang sekarang sedang teman-teman baca. Aku merasa bahwa waktu dan tempat terbaik untuk menuangkan isi dalam pikiran ke dalam sebuah tulisan atau cerita adalah pada saat di dalam kamar pribadiku di rumah, dimana kondisinya yang tentu hanya ada aku sendiri sehingga fokusnya tidak terbagi juga tidak ada gangguan seperti lantunan musik atau tayangan televisi yang membuatku lebih bisa berkonsentrasi. Yang justru agak jarang aku lakukan selama di kamar hotel seperti sekarang adalah melakukan percakapan baik via Chat, Telepon, atau Video karena memang tidak ada teman bicaranya, juga memang aku sendiri lebih menyukai obrolan yang langsung bertatap muka. Beberapa menit setelah dirasa agak cukup mengistirahatkan kaki, kini giliran tubuh waktunya untuk dicuci yang sebetulnya sudah menunggu dari tadi. Tidak perlu pergi menuju ke tempat Laundry, cukup dengan dicuci dengan cara mandi. Urusan kaki yang bila masih agak tegang seusai mandi istirahatnya bisa kembali dilanjutkan.
Satu momen yang baru terjadi malam hari ini dan nampaknya akan sangat langka untuk bisa terulang kembali, dimana ini juga sepertinya tidak sengaja begitu saja terjadi beberapa waktu setelah aku kembali ke tempat tidur seusai mandi yaitu Quality time di antara kami. Dengan posisi di dalam kamar yang hanya berdua ditambah dengan beberapa kata kunci sebelumnya yang terlihat ambigu, sepertinya akan menimbulkan asumsi yang rancu. Pun seandainya arahnya ke sana rasanya aku tak perlu menunjukkan juga dalam cerita *Bercanda hehe. Momen yang sebetulnya juga aku nantikan, dimana akhirnya aku dengan Mas Hendra saling bertukar cerita mengenai kehidupan kami masing-masing dari mulai kesibukan, impian, sampai ke permasalahan-permasalahan. Dalam pembicaraan yang sudah menyangkut pilihan hidup tentu sedikit atau banyak akan menimbulkan perdebatan, mengingat bahwa tidak semua orang berada pada satu pemikiran dan pemahaman. Perbedaan pemikiran dan pemahaman tersebut terlihat dari pendapat, kritik, dan juga saran yang diberikan lawan bicara seperti dari aku kepada Mas Hendra ataupun sebaliknya. Sebetulnya niatnya tentu demi tujuan kebaikan, hanya saja pemikiran dari diri kita belum tentu bisa diterapkan pada orang lain. Selain pembahasan mengenai kehidupan pribadi, obrolan agak serius kami malam hari ini juga menyinggung beberapa kejadian di perjalanan yang kemudian membuat patah dari apa yang pernah aku asumsi. Yaitu kejadian di setiap akan memulai perjalanan, keberangkatan kami berdua hampir tidak pernah berjalan sesuai dengan perencanaan (Itinerary). Yang ada dalam pikiranku tentu sangat menyayangkan apabila sudah jauh-jauh meninggalkan rumah terlebih sudah berada di luar Indonesia dengan jumlah hari yang agak lama tetapi kurang begitu dimaksimalkan waktunya. Tetapi ternyata Mas Hendra Hendra mempunyai alasan tersendiri mengenai hal ini, yaitu ketidak inginannya bepergian terlalu terpaku dengan jadwal termasuk memulai perjalanan di waktu yang masih agak pagi. Untuk itulah alasan ia lebih memilih pergi mengajak teman dibandingkan bergabung dengan rombongan. Dari kalimat tersebut kemudian aku mendapatkan sebuah pelajaran bahwa pergi bersama dengan teman fokus utamanya bukan lagi jumlah tempat wisata yang dikunjungi melainkan bagaimana berusaha untuk sama-sama bisa saling mengerti dan peduli. Berbeda dengan perjalanan solo atau mandiri yang memegang prinsip kebebasan, bersama dengan teman tentu akan banyak sekali yang dikorbankan dari mulai menurunkan rasa ego dan ambisi yang tinggi kestabilan emosi juga perlu dijaga. Pembahasan lainnnya yang juga berkaitan dengan perjalanan adalah dimana pada akhirnya aku membuka kekuranganku mengenai ketidak enakanku untuk mau menegur atau mengatakan pada saat menginginkan sesuatu yang langsung ditimpali oleh Mas Hendra "Iya, aku tau mar kamu sebenernya pengen beli makan tapi gak berani bilang." Aku yang mendengar pernyataannya sambil meringis pertanda agak malu hehe ditambahinya lagi "Kalau misal kamu butuh buat makan ataupun jajan bilang aja mar gapapa, kan soanya kita jalan bareng terus sampe nanti balik Surabaya." Siapa yang tak terenyuh hatinya begitu mendengar apa yang sudah dikatakannya, dalam hati lalu berkata "Kalau begitu akan ku habiskan semua hartanya." Hehe Bercanda.
Setelah apa yang sudah diamanat atau pesankan, tak juga kemudian membuat rasa ketidak enakanku menjadi berkurang. Jika tidak benar-benar dalam kebutuhan yang cukup penting aku masih berusaha untuk menahan, kecuali memang Mas Hendra sendiri yang menawari dan pada posisi yang juga sama-sama beli. Tidak begitu ingat apalagi yang selanjutnya kita bicarakan, hanya saja obrolan malam hari ini teralihkan oleh pertanyaan Mas Hendra "Malam ini kita ke Pavilion kah mar?" "Boleh" begitu sahutku. Dengan posisi telanjang dada dan mengalungkan handuk berwarna berwarna putih yang merupakan properti dari hotel ini, Mas Hendra beranjak dari kasurnya untuk terlebih dahulu mandi. Salah satu perspektif yang aku dapatkan pada saat melakukan perjalanan adalah bagaimana cara berpakaian para wisatawan lainnya yang aku temui. Nampaknya takaran dari mereka adalah nyaman dengan apa yang dikenakan, perkara pada lingkungan sekitar yang terpenting masih terlihat pantas. Aku yang dulu pergi ke sebuah tempat perbelanjaan modern (Mall) harus terbebani dengan pakaian yang begitu sangat rapi dengan atasan Kemeja atau minimal kaos berkerah dengan bawahan yang harus celana tidak dengan pada malam hari ini, cukup dengan atasan kaos yang masih terlihat bagus dengan bawahan celana pendek juga kaki yang hanya beralaskan sepasang sandal rasanya cukup aku kenakan untuk jalan-jalan. Cukup malam juga kami keluar dari kamar karena tidak begitu lama setelah kami berada di depan Pavilion untuk berfoto kembali yang tetapi kali ini wajahku bisa masuk ke dalam gambar karena aku dan Mas Hendra saling bergantian memfotokan, lampu-lampu yang menerangi gedung tampak mulai dimatikan. Kami berdua cukup beruntung karena masih sempat mendapatkan gambar dalam keadaan terang.
Satu hal yang diuntungkan memilih menginap di area Bukit Bintang adalah jam malamnya yang masih cukup ramai. Seperti pada saat sekarang ini, meskipun Pavilion sudah akan tutup tetapi masih ada yang bisa didatangi. Dengan dibantu oleh Google Maps, kami berjalan kaki menuju Alor Street Night Market. Pada saat melewati trotoar yang kemarin aku lewati pada saat berangkat dan pulang dari Pavilion sendirian, Mas Hendra memberhentikan langkahnya karena tertarik melihat atraksi yang ditunjukkan penjual Ice Cream Turki saat akan menyuguhkan produk yang dijualnya ke setiap pembeli. Tidak berhenti sebagai penonton yang rela menunggu atraksi selanjutnya dengan berharap ada lagi yang membeli Ice Creamnya, Mas Hendra penasaran bagaimana rasanya menjadi 'Korban'. Dipesankanlah kemudian sebanyak 2, satu untuknya dan satu untukku. Bagi pengguna aktif sosial media, momen menarik seperti sekarang ini rasanya sayang jika tak dibagikan kepada pengguna lainnya namun karena kesalahanku yang tak memerhatikan HP pada saat merekam aksi si penjual Ice Cream Turki tersebut kepada Mas Hendra membuat hasil gambarnya goyang dan tidak fokus sehingga menjadi tidak menarik untuk diunggah. Mas Hendra yang tidak berusaha menyerah kemudian menjadikanku objek pengganti dirinya yang memang kebetulan sekarang tiba giliranku untuk diberikan Ice Creamnya. Kesalahanku sebelumnya yang mungkin dianggap sengaja bukan murni kelupaan ditambah dengan kurang antusiasnya diriku menjadi relawan 'korban' membuat si penjual nampaknya menjadi tidak mood pada saat mempertunjukkan aksinya, memang aku sepertinya lebih cocok menjadi penonton saja hehe. Melewati depan gang hotel kami tetap berjalan lurus sampai penempatan lampu merah yang posisinya tepat berada di depan Konter H&M. Kelihatannya perempatan jalan ini yang gambarnya sering berseliweran di dunia maya baik dijadikan media untuk mempromosikan destinasi yang ada di Kuala Lumpur atau sekedar diposting orang yang pernah berkunjung, dimana di tengah-tengah perempatan tampak di atasnya pemandangan jalur Monorail yang dihiasi dengan beberapa iklan produk atau brand. Tidak jalan menyeberang lurus, kami lebih memilih menyeberang ke arah kanan yang kemudian baru jalan menyeberang lurus.
Jika pada siang hari kami mendapatkan suguhan pemandangan bangunan-bangunan pada malam hari ini suguhan yang diberikan sepertinya lebih banyak hiburan, setelah tadi diperlihatkan atraksi cara penyajian oleh si penjual Ice Cream Turki kini kami dipertemukan pada sebuah hiburan musik jalanan. Panggung mereka adalah di sebuah halaman depan tempat makan Mc Donald's yang sebagiannya masih masuk area trotoar, sama-sama di ujung perempatan posisi tepatnya adalah serong kanan dari Konter H&M tadi atau ujung dari jalan menyeberang lurus kami. Tentu kami sebentar berhenti karena penasaran ingin mengetahui bagaimana cara mereka memberikan hiburannya untuk mampu membuat ramai yang menonton sampai hampir tidak ada celah untuk orang yang sekedar mau jalan lewat. Musik yang dikemas oleh para pemain di sini adalah dengan dibumbui bercandaan atau komedi dengan maksut mungkin supaya dapat membuat tertawa dan bahagia orang-orang yang sedang menikmati, untuk itu lagu-lagu yang sebagian besar dibawakan adalah lagu dangdut dan Pop Modern. Bahkan Aku dan Mas Hendra sempat melihat langsung bagaimana mereka membawakan bukan hanya satu tetapi beberapa lagu Indonesia yang diantaranya adalah lagu Lagi Syantik yang sempat menjadi trending di seluruh lapisan masyarakat dengan viewsnya di Youtube mencapai ratusan juta, juga lagu Sambalado-nya Ayu Tinting dan lupa lagu apa lagi lainnya. Yang jelas baik dari pemain maupun penontonnya sangat menikmati sekali dan begitu hafal dengan lagu-lagu dari Indonesia. Tidak bisa berlama-lama karena masih ada yang perlu dicari, kami kemudian melanjutkan jalan mengikuti Google Maps yang ternyata tinggal berjalan lurus. Belum juga cukup jauh meninggalkan posisi sebelumnya, lagi-lagi langkah kami harus kembali dibuat terhenti. Bukan kehausan akibat jalan kaki yang cukup lumayan apabila dihitung dari Pavilion, melainkan karena ternyata ada lagi pertunjukan musik jalanan. Entah karena mungkin areanya yang tak sebesar di tempat sebelumnya atau memang lebih banyak di sini antusiasmenya sehingga di trotoar benar-benar penuh sekali, kondisi inilah yang menyebabkan kami menghentikan langkah kaki karena kebingungan mencari jalan. Keluar sedikit dari trotoar pun juga tidak bisa karena terdapat pagar pembatas. Ada keunikan dari 2 musisi jalanan yang aku temui pada malam hari ini, panggung dari keduanya sama-sama berada di depan tempat makan cepat saji dengan menu andalannya yang terkenal yaitu Ayam goreng. Jika musisi jalanan yang kami temui sebelumnya panggungnya berada di depan McD, untuk yang sekarang ini posisinya berada di depan KFC. Meski sepertinya tidak ada kerja sama dengan musisi terkait, tetapi nampaknya ini dapat dijadikan strategi persaingan dagang di antara kedua tempat makannya hehe.
Tidak adanya lagi jalan membuat kami berdua kemudian memutuskan untuk menyeroboti para kerumunan sambil berujar "Excuse me." hingga akhirnya kami berhasil meloloskan diri. Karena tidak mengerti kemana ara selanjutnya, aku kemudian menanyakan kepada Mas Hendra sebagai pengarah atas petunjuk yang didapatkan dari Google Maps. Posisi jalan dimana kami berdiri sekarang ternyata merupakan tikungan yang aku kira sebelumnya sama-sama trotoarnya, dan arah yang diberikan oleh Google Maps adalah jalan mengikuti tikungan yang artinya berjalan ke arah kanan. Hanya berjalan beberapa langkah tidak begitu jauh dari tempat kami berdiri tadi yaitu masih sekitar di samping KFC, pada belokan kiri pertama terlihat pasar malam dengan banyak sekali jajanan dimana di sinilah lokasi Alor Street Night Market. Selain dipadati para pengunjung yang sedang makan, minum, atau sekedar berkeliling, area ini juga dihiasi dengan banyak sekali lampion-lampion yang menyala di atas jalan. Bagi yang ingin berkeliling tanpa ada niat untuk membeli seperti kami, yang perlu dipersiapkan adalah memasang muka acuh tak acuh dikarenakan di sepanjang jalan akan ada saja pelayan yang mencoba menawarkan makanan atau minuman yang dijual di tempat dimana dia bekerja, yang kadang tidak sekedar berseru "Mari" atau "silahkan", melainkan sampai yang menghampiri dan menunjukkan daftar menu yang sudah selalu siap di tangannya. Menu makanan yang paling banyak dijual di sini adalah Seafood dan Chineese food. Beberapa stand juga memberikan label halal pada spanduk atau papan nama untuk memastikan bahwa makanan yang dijualnya aman bagi pengunjung muslim. Meski begitu, secara pribadi aku belum ada ketertarikan untuk mencoba makanan yang ada di area ini. Sebetulnya ada yang lebih aku cari dari sekedar Alor Street Night Market, tidak ada spesifik nama tepatnya yang tetapi gambarannya adalah kampung warna-warni dimana menurut informasi dari yang pernah mengunjungi tempatnya cukup dekat dengan area ini. Memang semenarik apapun warna yang dihias pada sebuah kampung atau pemukiman begitu sudah malam akan tertutup oleh gelap, tetapi tujuan kami malam hari ini hanya sekedar ingin mengetahui dimana lokasinya berada yang siapa tahu di waktu yang tinggal tersisa besok kami masih punya kesempatan untuk mengunjungi sehingga tidak perlu lagi mencari. Namun seusai kami berjalan melewati Alor Street Night Market hingga sampai ke ujung jalan tak juga terlihat ada tanda-tanda. Yang kami temukan justru sebaliknya, perkampungan yang tampak gelap karena minim cahaya serta terlihat cukup sepi. Dengan kondisi yang tidak memungkinkan untuk diteruskan mengingat waktu yang sudah semakin malam, kami putuskan untuk jalan balik dengan kembali melewati Alor Street Night Market.
Sebelum pulang ke hotel Mas Hendra mengajak mampir ke KFC, sayangnya begitu sudah antri kemudian tiba giliran kami ternyata untuk paket yang ada nasinya sudah habis dikarenakan tempatnya yang sebentar lagi akan tutup. Tiba-tiba aku jadi teringat sesuatu, bahwa KFC dan sepertinya McD juga di Kuala Lumpur tidak ada yang Buka 24 jam seperti di Indonesia (Boleh sekali dikoreksi bila ada yang salah atau boleh berbagi informasi apabila ada yang buka sampai pagi) karena di perjalanan sebelumnya di tempat yang berbeda aku pernah mengalami hal yang sama. Dengan ada rasa agak kecewa dalam hati berkata "Yah batal deh malam ini makan ayam KFC hehe." Aku dan Mas Hendra kemudian keluar untuk melanjutkan jalan, namun tak lagi langsung pulang karena Mas Hendra mengajak duduk-duduk santai terlebih dahulu di sebuah badukan (Semacam bangku paten yang dibuat dari semen, belum tahu istilah bahasa indonesianya) tidak jauh dari hiburan musik jalanan yang ada di depan McD yang posisi tepatnya berada di depan Starbucks. Fokus kami kali ini bukan menikmati suguhan musik karena tidak sengaja kami mendapatkan hiburan lainnya yang berada tepat di depan mata. Mungkin untuk yang kali ini bukan merupakan bagian dari sebuah seni, tetapi apa yang dilakukannya cukup menghibur kami dan mungkin juga beberapa orang lainnya yang tengah mengamati. Aktifitas yang aku maksud adalah pijat, dimana bapak berbadan cukup besar yang membuka jasa pijat di sekitar trotoar ini punya cara unik dalam memijat pelanggannya yang kadang membuat orang-orang sekitar yang memperhatikannya menjadi tertawa. Dengan postur tubuhnya yang seperti itu saja siapa yang akan siap atau mau dipijat olehnya, tetapi tidak dengan seorang bapak yang berasal dari Jepang yang kebetulan sedang jalan berdua bersama seorang wanita (Untuk kali ini aku tidak mungkin salah karena Mas Hendra juga satu suara). Entah itu putri atau istrinya yang tetapi secara paras seperti terpaut jauh usianya, namun yang pasti sangat cantik sekali wanita tersebut apalagi ditambah hijab yang dikenakannya. Sungguh ini merupakan kali pertamaku dan mungkin juga Mas Hendra melihat langsung wanita Jepang mengenakan hijab, sungguh terasa sejuk sekali di hati dan di mata. Dengan hanya bermodalkan kursi pendek, dipersilahkanlah untuk duduk Si Bapak dari Jepang tersebut. Sesi pijat dimulai dari kedua tangan secara bergantian, tampak kasar sekali gerakan yang dilakukan si pemijat yang tetapi menurutku justru yang seperti ini akan lebih terasa atau merasuk efeknya. Selesai pada bagian itu, si bapak tersebut diminta untuk melepaskan kemeja yang dikenakannya yang kemudian dititipkan kepada putrinya. Pada sesi setelah si bapak bertelanjang dada inilah banyak sekali gerakan-gerakan si pemijat yang beberapa kali membuat kami beberapa kali tertawa termasuk putrinya juga, bahkan kami sempat dibuat kaget juga oleh si pemijat yang seolah-olah akan menusukkan sebuah alat ke area leher bapaknya yang ternyata hanya tipuan belaka karena alat tersebut digunakan untuk memijat juga (Aku lupa bagaimana spesifik bentuknya). Selesai di bagian leher, si bapak tersebut lalu dipijat di bagian kepala dan kemudian berlanjut ke bagian punggung yang sesekali oleh si pemijat dipelintir atau seolah dipatahkan dengan teknik-teknik yang sudah dikuasainya. Pada pertengahan waktu, aku dan Mas Hendra sempat dibuat bingung harus memperhatikan yang mana, aksi sang pemijat kepada si bapak yang dapat membuat tertawa atau justru gaya malu-malu putrinya saat mau ketawa yang sungguh menyejukkan mata hehe. Dan putrinya sepertinya mengerti bahwa kami berdua tengah memperhatikannya karena pada saat melihat bapaknya yang kadang tidak dapat menahan rasa sakit oleh rasa pijatannya, begitu akan ketawa tetapi sedikit melihat ke arah kami ketawanya langsung ditahan kembali.
Selang beberapa waktu begitu si bapak dan putrinya pergi karena sesi pijat sudah selesai yang sudah dibayarkan jug biayanya, kami kemudian memutuskan untuk kembali ke hotel. Selain waktu yang semakin bertambah malam, kami juga perlu segera beristirahat supaya besok bisa tetap bangun pagi sehingga masih ada selang waktu untuk mengemasi. Sembari kembali menuju hotel dengan tetap berjalan kaki, cerita hari ini aku akhiri sampai di sini dan akan dilanjutkan kembali pada esok hari.
Bersambung...
Dokumentasi perjalanan di bawah:
.
Dokumentasi perjalanan di bawah:
![]() |
Berfoto bersama bapaknya singa - Pavilion |
![]() |
Ku ke ti moj Ajshe moj Sephora Aman Sephora Aman Sephora - Pavilion |
.
Instagram: @umarilahjalan
#umarilahjalan ~
Komentar
Posting Komentar